“Siluman” Pengageng Parentah Kraton yang Menjadi Bayang-bayang “Bebadan Kabinet 2004”, Ikut Dieksekusi
IMNEWS.ID – MUNGKIN karena ulah oknum “Pangeran” yang telah membuat laporan palsu bernada fitnah di tahun 2017 itulah, institusi aparat penegak hukum Polda Jateng dan 400-an tentara “bisa” merasa malu atau pantas merasa dipermalukan. Karena, kekuatan besar-besaran yang dikerahkan saat itu, hanya mendapati belasan figur yang di antaranya abdi-dalem sudah “jompo”.
Tak hanya kekuatan personel bersenjata lengkap dalam jumlah besar dikerahkan mirip hendak “menggerebek sarang teroris”, beberapa kendaraan taktis anti huru-hara disertakan. Sejak saat itu, kraton tertutup rapat dan di sejumlah pintu masuk tampak dijaga ketat hingga memberi kesan angker, sampai 2-3 tahun kemudian baru tampak sepi dari sosok aparat penjaga.
Dari peristiwa menyedihkan “mirip operasi militer 2017” itu, dari sisi lain tak hanya institusi Polda Jateng plus (tentara) yang bisa disebut telah dipermalukan dan “disiasati” oleh laporan seorang “Pangeran”. Tetapi, secara kelembagaan Kraton Mataram Surakarta juga ikut dipermalukan dan hilang kewibawaan, kehormatan, harkat dan martabatnya.
Antara “insiden mirip operasi milter 2017”, dengan penutupan semua akses pintu keluar-masuk kraton dan diam-diam kelompok Sinuhun PB XIII menyusun “Bebadan” baru dan “diusulkan” ke pemerintah, seakan beriringan dan “gayung-bersambut” terjadinya. Karena, antara akhir 2017 sampai awal 2018, ada sebuah upacara berlangsung tertutup di dalam kraton yang dihadiri Kemendagri.
Dalam momentum sebuah upacara adat, Kemendagri Tjahyo Kumolo (alm), menyerahkan SK Kemendagri No 430-2933 Tahun 2017, (21 April 2017) tentang Penetapan Status dan Pengelolaan Kraton (Kasunanan) Surakarta. Tetapi, SK Kemendagri yang menyebut KGPH Tedjowulan sebagai “Wakil” Sinuhun PB XIII itu disalahgunakan oleh Sinuhun untuk kepentingan pribadi yang melawan hukum.
Penyalahgunaan yang disebut dalam amar eksekusi PN Surakarta (iMNews.id, 12/8) sebagai “perbuatan melawan hukum” itu, juga sempat digunakan untuk “Bebadan” (kabinet) baru dan pengangkatan para pengageng serta pangarsa yang tertuang dalam SK Sinuhun PB XIII No 007 Tahun 2017 dan tim asistensi pembahasan/pembentukan badan pengelola kraton No 008 Tahun 2017.
Selanjutnya, amar eksekusi yang dibacakan juru sita tim eksekusi PN Surakarta, Kamis pagi (8/8) itu menegaskan, “Menyatakan Tidak Berlaku Surat Keputusan (SK) Bebadan yang pada tanggal 02 Oktober 2017, menerbitkan dua SK ISKS PB XIII, yaitu SK 007/2017 dan SK 008/2018. Di dalam “Bebadan” yang dinyatakan tidak berlaku itu, ada lembaga “Pengageng Parentah Kraton”.
Lembaga “Pengageng Parentah Kraton” yang dijabat seorang oknum “Pangeran” itu adalah salah satu “Bebadan” yang ada pada “Kabinet” di akhir-akhir Sinuhun PB XII jumeneng nata (1945-2004). Begitu KGPH Hangabehi tampil menggantikan tahta sebagai Sinuhun PB XIII, seluruh “Bebadan Kabinet” lama berganti dengan “Bebadan Kabinet 2004” atau yang baru.
“Bebadan Kabinet 2004” yang dipimpin Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA, sudah selayaknya terbentuk dan menggantikan tugas yang lama, bekerja bersama-sama lembaga Sinuhun PB XIII menjalankan tugas pelestarian Budaya Jawa dan menjaga kelangsungan kraton. Dengan begitu yang lama dinyatakan bubar, termasuk lembaga “Pengageng Parentah Kraton”.
Lembaga Pengageng Parentah Kraton yang dijabat seorang oknum “Pangeran”, sebenarnya “sudah dinyatakan” tidak berlaku “tidak berfungsi” sejak ada jumenengan nata Sinuhun PB XIII di “Sasono Purnomo”, sebuah gedung milik pengusaha kosmetik terkenal, yang biasa disewa untuk resepsi pengantin di kampung Badran, Kelurahan Mangkubumen, Kecamatan Banjarsari, pada Agustus 2004.
Upacara jumenengan Sinuhun PB XIII yang disaksikan para tamu termasuk Pemkot Surakarta itu, sengaja digelar Pengageng Parentah Kraton, Pengageng Kusuma Wandawa (KGPH Hadiprabowo) dan Pengageng Keputren (GKR Alit). Ketiganya mendahului menggelar jumenengan nata KGPH Tedjowulan sebagai Sinuhun PB XIII, padahal semula sudah bersepakat mendukung KGPH Hangabehi.
“Saya masih menyimpan video rekaman kesepakatan putra/putri Sinuhun PB XII yang semula mendukung Sinuhun sekarang (PB XIII Hangabehi-Red) ini. Di dalamnya ada rekaman saat menggebrak meja dengan pistol, sambil mengancam, ‘siapa saja yang berkhianat akan dihabisi’. Itu terjadi dalam rapat di kantor dekat Sasana Wilapa sana,” ujar KPH Edy Wirabhumi menjawab iMNews.id.
KPH Edy Wirabhumi selaku Pimpinan Eksekutif LHKS, adalah salah satu “mantu-dalem” Sinuhun PB XII. Ia adalah saksi penting dalam rangkaian proses dan peristiwa yang terjadi menjelang, saat suksesi hingga waktu-waktu berikutnya. Peran dan jasanya begitu besar dalam menyelamatkan kraton dari ekses “ontran-ontran” keluarga dan gempuran situasi-kondisi dari luar kraton.
Selanjutnya, peristiwa jumenengan nata Sinuhun PB XIII di gedung pertemuan itu berarti menegaskan bahwa tiga Pengageng “Bebadan” itu secara tidak langsung berdiri sendiri di luar kraton. Mereka bukan bagian dari lembaga Sinuhun PB XIII (KGPH Hangabehi), apalagi “Bebadan Kabinet 2004”, sehingga keberadaannya hanya bayang-bayang saja, mirip “siluman”.
Tetapi, jalannya penalaran sehat dan normal ternyata tidak demikian. Begitu ada peristiwa Sinuhun PB XIII bisa “direbut” dan dijadikan “tameng” sekaligus “sekutu” di tahun 2017, diam-diam “Bebadan” baru (SK 007/2017) dibentuk pada 2 Oktober. Saat semua akses pintu kraton tertutup rapat mulai 2017 itu, ternyata lembaga “Pengageng Parentah Kraton” hidup lagi. (Won Poerwono-bersambung/i1).