MEMULAI TATACARA : Gusti Moeng memulai tatacara upacara adat “ngisis dinggit” weton Anggara Kasih, beberapa waktu lalu, dengan menggelar doa wilujengan di depan kantor Pengageng Sasana Wilapa, karena sekotak wayang KK Kadung yang akan dikeluarkan tersimpan di kantornya ini. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)
Kalangan Siswa Sekolah Diutamakan Sebagai Sarana Edukasi Nilai-nilai Budaya
JEPARA, iMNews.id – Pengurus Pakasa Cabang Jepara ingin berkonsultasi dengan Pangarsa Lembaga Dewan Adat (LDA) sekaligus Pengageng Sasana Wilapa, untuk membuka kemungkinan agar warga Pakasa terutama kalangan pelajar bisa ikut “ngalab berkah” saat berlangsung ritual “ngisis ringgit” di gedhong Sasana Handrawina tiap weton Anggara Kasih atau Selasa Kliwon.
Melalui “pisowanan” pada ritual “ngisis ringgit” itu, warga Pakasa secara umum termasuk kalangan pengurusnya, bisa mendapat pengetahuan tambahan selain yang didapat tentang budaya Jawa dan tentang Kraton Mataram Surakarta secara umum. Pengetahuan tambahan tentang ritual “ngisis ringgit”, bahkan ritual yang lain, juga bermanfaat bagi kalangan warga Pakasa cabang.
“Kami para pengurus Pakasa cabang saja merasa tertarik untuk menyaksikan bagaimana tatalaksana upacara adat ‘ngisis ringgit’ tiap weton Anggara Kasih itu. Dan kami merasa, pengetahuan itu sangat bermanfaat bagi kami sebagai ujung tombak pelestari budaya Jawa dan kraton terdepan. Apalagi, bagi kalangan warga pakasa, terutama pelajar dan mahasiswa”.
“Tetapi, kami ingin berdialog dengan Gusti Wandan (GKR Wandansari Koes Moertiyah) selaku Pangarsa LDA/Pengageng Sasana Wilapa. Kira-kira kalau memungkinkan bagaimana tatalaksana yang baik dan tepat ketika menerima pisowanan kami warga Pakasa untuk ‘ngalab berkah’ upacara adat itu. Kami warga Pakasa, harus mendapat pengalaman itu,” ujar KRA Bambang S Adiningrat.
KRA Bambang S Adiningrat selaku Ketua Pakasa Cabang Jepara saat dimintai konfirmasi iMNews.id kemarin menyebutkan, pihaknya berencana ingin segera bisa sowan ke kraton untuk bertemu Gusti Moeng atau GKR Wandansari Koes Moertiyah. Selain berkonsultasi mencari kemungkinannya, juga ingin meminta izin untuk ikut “ngalab berkah” ritual “ngisis ringgit” itu.
Kalau dimungkinkan dan diizinkan menerima kedatangan warga Pakasa Jepara untuk mengikuti “pisowanan” ritual “ngisis ringgit”, menururutnya pada “weton Anggara Kasih” atau Selasa Kliwon yang jatuh tanggal 6 Agustus nanti pihaknya sudah siap mendapat kesempatan untuk sowan. Terlebih, Selasa (6/8) itu sudah masuk bulan Sapar atau sudah lewat bulan Sura.
Karena ritual “ngisis ringgit” adalah upacara adat yang hanya digelar di lingkungan terbatas di sebagain ruang “gedhong” Sasana Handrawina dengan melibatkan orang-orang terbatas karena harus mengikuti aturan adat, maka pengurus Pakasa Cabang Jepara juga sudah siap dengan segala konsekuensi yang menjadi persyaratan adatnya, misalnya berbusana adat lengkap.
Seperti diketahui, sejak “Bebadan Kabinet 2004” yang dipimpin Gusti Moeng menjadi bagian dari solusi atas persoalan akibat perubahan, Pakasa cabang yang terbentuk di banyak daerah lintas beberapa provinsi, secara selektif mulai dilibatkan dalam internal kelembagaan, untuk menjalankan tugas pemeliharaan/pelestarian budaya demi kelangsungan Kraton Mataram Surakarta.
“Kami warga Pakasa cabang, siap menjalankan tugas-tugas itu. Kami juga berharap, kalangan pengurus Pakasa cabang lain pasti juga akan senang dan siap menyambut tugs-tugas dalam rangka pelestarian budaya, untuk menjaga kelangsungan kraton ini. Untuk itu, selain Pakasa Jepara, cabang-cabang lain juga bisa mendapat giliran ikut ‘ngalab berkah’ ritual ‘ngisis ringgit”.
“Karena kami akan berkonsultasi dan meminta izin, saat ini mungkin belum bisa diperkirakan jumlah yang bisa diterima untuk sowan. Tetapi, pada saatnya nanti, kraton pasti akan memberi penjelasan soal jumlah ideal yang bisa mengikuti pisowanan ‘ngisis ringgit’ itu. Ini demi tugas-tugas Pakasa cabang dan demi edukasi generasi muda kita,” ujar KRA Bambang S Adiningrat.
Di tempat terpisah, peneliti sejarah dari Lokantara Pusat di Jogja, Dr Purwadi memandang kesempatan ritual “ngisis ringgit” sangat baik, tepat dan ideal dimanfaatkan untuk ajang edukasi kalangan generasi muda. Dan melihat usul Pakasa Cabang Jepara, pihaknya sangat setuju dan mendukung, karena warga dan pengurus Pakasa cabang harus berada “paling awal dan paling depan”.
Menurut anggota Pakasa Cabang Joga itu, warga dan pengurus Pakasa cabang harus paling awal memahami masalah budaya Jawa dan Kraton Mataram Surakarta sebagai pengetahuan dasarnya, dan berada di garis paling depan untuk tugas pelestariannya. Termasuk di dalamnya, kalangan generasi muda atau siswa sekolah yang bisa diajak untuk sowan “ngalab berkah”.
Seperti diketahui dari event ritual “ngisis ringgit” tiap weton Anggara Kasih yang diikuti iMNews.id sejak tahun 1990-an, terdapat peluang kesempatan terbuka lebar dari ritual itu sebagai objek wisata edukasi secara terbatas. Bukan hanya bentuk tatacara dan upacaranya yang menarik, tetapi wayang pusaka koleksi kraton yang dikeluarkan juga sangat menarik.
Peluang terbuka untuk kegiatan studi jenjang pendidikan apapun, dalam catatan iMNews.id sudah dimanfaatkan kalangan pelajar dan mahasiswa secara terbatas pada waktu-waktu tertentu sebelumnya. Di antaranya, adalah beberapa mahasiswa di Jogja yang myang dibimbing Dr Purwadi selaku dosennya, juga Dr Rudi Wiratama dan para siswa abdi-dalem yang bertugas.
Ritual “ngisis ringgit” yang sering dipimpin langsung Gusti Moeng, hanya digelar pada weton Anggara Kasih terutama untuk koleksi wayang level “Kangjeng Kiai” (KK). Waktu upacara adat ini hanya dilakukan pada siang hari mulai pukul 09.00 WIB hingga selesai, yang diperhitungkan bisa bergantian dengan ritual Gladen” tari Bedhaya Ketawang yang dimulai pukul 12.00 WIB.
Dalam catatan iMNews.id, ritual “ngisis ringgit” pernah beberapa kali digelar di depan “gedhong” Lembisana atau di lingkungan kompleks Pendapa Magangan, sebelum tahun 2017. Tetapi setelah ada peristiwa “insiden Gusti Moeng kondur Ngedhaton” pada 17 Desember 2022, ritual “ngisis ringgit” digelar di gedhong Sasana Handrawina karena berbagai pertimbangan.
Mulai momentum peristiwa kembalinya Gusti Moeng bekerja penuh di dalam kraton itu pula, ritual “ngisis ringgit” tidak hanya digelar pada weton “Selasa Kliwon” terutama untuk wayang pusaka level “KK”. Karena 18 kotak wayang koleksi tidak pernah diangin-anginkan selama 6 tahun (2017-2022), untuk menghindari kerusakan, waktu ritual “ngisis ringgit” ditambah tiap Kamis.
Dari beberapa peristiwa “ngisis ringgit” yang pernah dikumpulkan iMNews.id, tak hanya tatacara upacara dan objek wayang yang dikeluarkan saat “ngisis ringgit” yang memiliki daya tarik. Kisah peristiwa sejarah dan tokoh-tokoh penting yang melatar-belakangi tiap kotak wayang, juga sangat menarik untuk dipahami khalayak luas, karena menyimpan banyak data info sejarah. (won-i1)