Konser Musik Karawitan di Kraton = Konser Catatan Perjalanan Para Leluhur Dinasti Mataram (seri 6 – bersambung)

  • Post author:
  • Post published:May 22, 2024
  • Post category:Budaya
  • Reading time:9 mins read
You are currently viewing Konser Musik Karawitan di Kraton = Konser Catatan Perjalanan Para Leluhur Dinasti Mataram (seri 6 – bersambung)
DUPLIKAT KARYA : Almarhum Gembong Supriyanto, pekerja seni EO kegiatan tradisi "Pekan Syawalan" di Taman Jurug hingga tahun 2000-an, pernah menciptakan patung kepala raksasa (Canthik) Rajamala dan ditinggalkan di Pesanggrahan Langenharjo. Karya itu meniru karya Sinuhun PB V yang ada di Museum Kraton Mataram Surakarta. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Gendhing Ladrang Gadhung Melati”, Peringatan Akan Berulangnya “Pageblug” Siklus Seabad Kemudian

IMNEWS.ID – DI antara beberapa judul gendhing “Ladrang Gegot” (Laras Pelog 6), “Ladrang Ayun-ayun” (Laras Pelog 6), “Gendhing Bremara” (Kethuk 2 Kerep Minggah 4 Pelog 5) dan “Gendhing Bonang” (Majemuk Pelog 5), adalah sebagian masuk dalam jenis gendhing pengisi sela-sela “Gendhing Rambu” dan “Gendhing Rangkung”, saat gamelan Sekaten Garebeg Mulud ditabuh.

Kedelapan gendhing itu menjadi pilihan saat sepasang gamelan Kiai Guntur Sari dan Kiai Guntur Madu ditabuh di “bangsal pagongan kidul” (kanan) dan “bangsal pagongan lor” halaman kagungan-dalem Masjid Agung Kraton Mataram Surakarta. Tetapi hanya ditabuh bersama gamelan Sekaten dalam upacara adat menyambut hari besar Maulud Nabi Muhammad SAW.

Tetapi, di antara beberapa judul gendhing di atas ada yang tidak masuk 8 gendhing pengisi gamelan Sekaten. “Gendhing Ladrang Ayun-ayun”, salah satu dari sejumlah gendhing yang justru bertebaran di media sosial dalam bentuk content YouTube. Content medsos produk rekaman beberapa channel itu, tak satupun mencantumkan nama Sinuhun PB V sebagai penciptanya.

“Itu merupakan bagian dari yang saya dapat di YouTube. Semua judul gendhingnya, tertulis dalam buku ‘Sinuhun Sugih’. Semuanya karya Sinuhun PB V. Tetapi juga ada karya beliau sewaktu masih sebagai putra mahkota bestatus Pangeran Adipati Anom. Mungkin bisa disebut karya semasam Sinuhun PB IV,” ujar KPP Nanang Soesilo Sindoeseno Tjokronagoro.

Sentana-dalem trah darah-dalem Sinuhun PB X yang juga trah Sinuhun PB V itu, menunjukkan kepada iMNews.id sejumlah judul content YoutTube berupa konser karawitan yang semunya ditandaskan sebagai karya Sinuhun PB V. Bahkan, ada tiga katagori karya yang ditemukan, yaitu gendhing-gendhing Sekaten, “klenengan” (bersifat hiburan) dan gendhing Santiswaran (religi).

Berikut ini juga ditemukan di medsos, Gendhing “Jangkung Kuning” (Pelog Barang), “Ladrang Asmaradana” (Laras Pelog Pathet Barang), “Ladrang Samiran” (Slendro Manyura) dan Gendhing “Ladrang Loro-loro Topeng” (Laras Slendro Manyura). Semua masuk kategori gendhing “klenengan uyon-uyon” (hiburan ringan), walau tetap saja menyimpan data dan pesan moral di dalamnya.

BERADA DI TEMPATNYA : Sebuah panggung yang biasanya digunakan sebagai tempat konser karawitan maupun mengiringi sajian tari, berada di dalam gedhong “Sasana Handrawina. Gelar konser gendhing dan seni lain karya-karya Sinuhun dan para Pujangga Kraton di situ, memang sudah pada tempatnya paling tepat. Prestisius dan berwibawa. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sedangkan Gendhing “Ladrang Kayun” dan “Ladrang Kaum Dawuk” (Pelog Barang) dalam beberapa channel berbeda yang juga ditemukan KPP Nanang di YouTube, adalah dua gendhing religi yang khas disajikan dalam kesenian karawitan Laras Madya atau Santiswaran. Kedua gendhing itu fungsinya sebagai pembuka dan penutup dari pertunjukan seni Santiswaran (santi = doa).

“Jadi, kalau soal gendhing, banyak sekali karya Sinuhun PB V (juga PB IV) yang beredar di medsos, ya seperti itulah wujudnya. Saya hanya suka menikmati saja. Bahkan, semasa beliau belum jumeneng nata, tidak hanya menciptakan gendhing. Tetapi juga membuat ‘Canthik’ Rajamala, mata uang bergambar Jago Kate, gamelan, wayang dan keris,” tambahnya.

“Canthik Rajamala” adalah patung kepala raksasa berukuran besar, yang dipasang di ujung haluan depan perahu. Utusan sang ayah (Sinuhun PB IV), menggunakan perahu untuk ke Pamekasan (Madura), atau kembali ke kraton. Yang dilewati, sepanjang sungai “Bengawan Sala”. Karena, dua permaisuri sang ayah adalah putri RT Adipati Tjakra Adiningrat, Bupati Pamekasan.

Gendhing-gendhing berikut yang disebut dalam buku “Sinuhun Sugih” (RM Soemantri Soemosapoetro) dan ditemukan KPP Nanang, adalah “Ladrang Sumyar” (Laras Pelog Pathet Barang), “Ladrang Kapidhondhong” (Laras Pelog Pathet 6), “Ladrang Gonjing Miring” (Laras Slendro Pathet Manyura) dan “Ladrang Bayemtur” (Laras Slendro Pathet Manyura) adalah karya Sinuhun PB V.

Karya lagu atau gendhing yang di dalamnya penuh “piwulang” (edukasi) pesan-pesan moral berikut, adalah Gendhing “Ladrang Clunthang” (Laras Slendro Pathet 9), “Gendhing Lobong” (Laras Slendro Pathet Manyura), “Ladrang Erang-erang Bagelen Opak Apem” (Laras Pelog 6), “Gendhing Kalongking” (Laras Pelog Pathet 6), “Gendhing Ranu Manggala” (Laras Pelog Pathet 6).

Kemudian, Gendhing “Ladrang Kagok Madura” (Laras Slendro 9) yang disebut sebagai iringan tari “Wireng Gelas Ageng”, sangat langka sebelum muncul sebagai content YouTube. Beberapa judul gendhing itu, hampir tidak dikenal publik. Gending “Ladrang Ludira Madu” sebagai iringan tari Srimpi Ludira Madu, sering dipergelarkan Gusti Moeng dalam sajian tari.

SEBAGAI IRINGAN : Sajian karawitan yang pernah disuguhkan Gusti Moeng dalam suatu pertunjukan seni khas Kraton Mataram Surakarta di plataran Candi Borobudur, beberapa waktu silam, hanya sekadar sebagai iringan sendratari “Kilapawarna”. Tempat itu bukan habitat bagi konser musik karawitan kraton. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Gendhing itu sebagai penghormatan terhadap ‘Kangjeng Ratu Kadipaten’ atau RAy Handoyo, ibunda beliau Sinuhun PB V. RAy Handoyo garwa-dalem Sinuhun PB IV itu, juga disebut ‘Prajurit Putri Darah Madura’. Tetapi, beliau dimakamkan di Astana Pajimatan Laweyan. Karena waktu diambil sebagai permaisuri, Sinuhun PB IV masih Pangeran Adipati Anom,” ujar KPP Nanang.

Sejumlah gendhing yang “ditemukan” KPP Nanang itu, mungkin kelak akan menjadi agenda pergelarannya dalam konser karawitan weton Selasa Legi atau yang lain. Yang jelas, Kraton Mataram Surakarta memiliki perbendaharaan atau repertoar lagu atau gendhing yang sangat layak digelar dalam format konser karawitan yang levelnya “Konser Musik Luar Biasa”.

Soal kandungan nilai-nilai edukasi, mungkin sudah tidak perlu diragukan. Mengingat, hampir semua karya gendhing produk Kraton Mataram Surakarta, tidak beda bobotnya dengan karya sastra yang disebut “Serat”. Berbagai karya format tembang “Macapat”, banyak ditulis para Pujangga Mataram Surakarta atau Pujangga Jawa sekaliber RNg Ranggawarsita.

Dalam kajian peneliti sejarah Dr Purwadi, Sinuhun PB IV (1788-1820) dan puteranya yang meneruskan sebaga Sinuhun PB V (1820-1823), sudah banyak berkarya. Karena saat itu kraton sudah punya cendekiawan lulusan Pondok “Gebang Tinatar” Tegalsari, Ponorogo (Jatim) bernama Bagus Burham, yang kemudian menjadi abdi-dalem kraton bergelar RNg Ranggawarsita.

“Peran para filosof atau cendekiawan ini sangat besar bagi kekaryaan Sinuhun yang sedang jumeneng nata pada zamannya. Apalagi, Pujangga Ranggawarsita hidup sampai Sinuhun PB IX jumeneng nata (1861-1893). Terlepas dari itu, Sinuhun PB IV dan PB V, memang punya kapasitas sebagai Pujangga. Keduanya punya darah seni, kenthal sekali,” ujar Dr Purwadi.

Karena karya-karya gendhing itu punya fungsi sebagai penyimpan data sejarah dan peristiwa selain kandungan “piwulang luhur” seperti karya Pujangga, bahkan menurut Dr Joko Daryanto sebagai sumber sejarah, maka posisinya jelas tidak bisa disamakan dengan karya-karya lagu pada zaman sekitar 1945 atau setelahnya, bahkan karya industri liberal kapitalis.

KONSER BIASA : Walau mengiringi sajian tari yang dibawa Gusti Moeng dari Kraton Mataram Surakarta di Cepuri Pesanggrahan Pantai Parangkusuma, Bantul (DIY), beberapa tahun silam, tetapi konser musik karawitan yang mengiringinya masuk kategori “Konser Musik Biasa”. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Karya Gendhing “Ladrang Gadhung-Melati” (Laras Slendro Pathet 9) yang dibuat semasa Sinuhun PB IV itu, ternyat mencatat peristiwa terjadinya ‘pageblug’ wabah kolera pada tahun 1820-an. Catatan ini, kemudian dijadikan pedoman teori yang memprediksi akan muncul bencana serupa, 100-an tahun kemudian. Dan benar, di tahun 1920-an, muncul pandemi Flu Spanyol”.

“Dari berbagai media yang saya baca, korbannya sama banyaknya, ribuan orang meninggal di berbagai negara. Terus di tahun 2020-an, muncul ‘pageblug’ pandemi Corona atau Covid 19. Saya yakin, banyak ahli multi disiplin yang sudah mempelajari  wabah siklus 1 abad itu. Berbagai media lalu menulis akibat yang ditimbulkan,” ujar KRT Dr Joko Daryanto.  

Abdi-dalem Keparak Mandra Budaya ini juga menyebut, syair Gendhing “Ladrang Siyem” (Slendro Pathet 6) adalah catatan kunjungan Raja Thailand Chulalongkorn ke Kraton Mataram Surakarta, dan memberi cinderamata Sinuhun PB X gamelan, yang diberi nama Kiai Genta. Kunjungan pada 5-8 Juli 1896, juga dilakukan di Kadipaten Mangkunegaran, sebelum ke Surabaya. (Won Poerwono-bersambung/i1).