Wakil Wali Kota : “Kraton Harus Satu Suara, Agar Bisa Ikut Menikmati, Walau Ada Perubahan” (seri 1-bersambung)

  • Post author:
  • Post published:March 27, 2024
  • Post category:Regional
  • Reading time:8 mins read
You are currently viewing Wakil Wali Kota : “Kraton Harus Satu Suara, Agar Bisa Ikut Menikmati, Walau Ada Perubahan” (seri 1-bersambung)
WAWALI BLAK-BLAKAN : Wakil Wali Kota (Wawali) Teguh Prakosa terkesan blak-blakan saat berbicara melukiskan kedekatan pemerintah (Pemkot-Red) dengan Mangkunegaran, hingga sekarang ini. Pengakuannya diberikan di rapat koordinasi di Hotel Sunan, Selasa (26/3) membahas revitalisasi kraton. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Event Banyak Terjadi di Surakarta, Agar Tidak Hanya Diberikan ke Mangkunegaran

IMNEWS.ID – MENYIMAK kata pengantar dan pengarahan Wakil Wali Kota Surakarta, Teguh Prakosa di dalam forum rapat koordinasi untuk membahas penentuan “topping” penutup permukaan tanah Alun-alun Kidul dan Alun-alun Lor, di Hotel Sunan, Selasa (26/3), banyak sekali informasi yang muncul dan melahirkan banyak tafsir.

Rapat koordinasi itu melibatkan berbagai elemen yang berkepentingan dengan proyek revitalisasi Kraton Mataram Surakarta, yang dibiayai dengan bantuan APBN tahun 2023. Bantuan proyek melalui Kemen PUPR itu,  totalnya senilai Rp 1,4 T prioritas revitalisasi kawasan Alun-alun Lor dan Alun-alun Kidul.

Beberapa elemen utama hadir di situ, di antaranya jajaran “Bebadan kabinet 2004” yang dipimpin Gusti Moeng yang sebenarnya sudah sangat representatif mewakili kraton. Rapat koordinasi yang dipimpin Dinas Kimpraswil Jateng itu, tetap mengundang elemen kelembagaan Sinuhun PB XIII, tetapi tak ada yang hadir mewakili.

Perihal ketidakhadiran perwakilan dari kelembagaan Sinuhun Suryo Partono (PB XIII-Red), Wakil Wali Kota Teguh Prakosa yang mendapat tugas Wali Kota Gibran Rakabuming dalam forum itu, menyatakan, pihak Sinuhun akan mendapatkan pemberitahuan hasil keputusan rapat koordinasi melalui surat.

Menyikapi soal posisi lembaga Sinuhun di forum itu, gelagat sudah bisa dibaca sejak awal. Bahwa, kehadiran sejumlah figur tokoh jajaran “Bebadan Kabinet 2004” yang dipimpin Gusti Moeng itu, dianggap belum cukup. Itupun, KPH Edy Wirabhumi sampai menyinggung keputusan MA untuk menjelaskan soal kedudukan kraton.

Gelagat yang tetap mengedepankan anggapan bahwa kraton harus diwakili “dua pihak yang pernah berseteru” di forum itu, tetap dijadikan sebagai syarat bantuan proyek itu sejak awal diberikan. Apalagi, ketika ada pembahasan, persepakatan dan pengambilan keputusan, terkesan harus ada representasi dari dari dua pihak itu.

DATA PROGRES : Perusahaan pelaksana proyek revitalisasi kraton, memperlihatkan data gambar grafis progres pekerjaan di Alun-alun Lor dan Alun-alun Kidul dalam rapat koordinasi yang melibatkan berbagai pihak, membahas “topping” penutup lapangan, di Hotel Sunan, Selasa (26/3). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Mencermati perlakuan (pemerintah-Red) yang terkesan bersikap adil dalam masalah proyek revitalisasi itu, senyatanya itu tetap hanya sebatas kesan. Karena, di awal pada proses lelang proyek sedang berlangsung, hanya salah satu pihak yang diajak (Wali Kota) membahas sampai ke soal teknis yang belum tentu dipahami.

Karena, Wakil Wali Kota (Wawali) dalam pengatar dan arahannya menyinggung soal solusi atas ketidakhadiran perwakilan Sinuhun dan menyebut asal-usul Balai Kota Surakarta, maka KPH Edy ketika mendapat kesempatan memberi masukan, juga menguraikan riwayat adanya keputusan MA mengenai legal standing kraton dan LDA.

Bahwa legal standing Lembaga Dewan Adat yang dipimpin Gusti Moeng selaku “Pangarsanya” adalah sebagai lembaga yang sah untuk mengurus dan mengelola kraton dengan seluruh asetnya. Baik aset yang bergerak, tidak bergerak, di dalam atau di luar negeri yang berupa apa saja.

“Sampai ada peninjauan kembali kemarin itu, MA tetap memutuskan bahwa Lembaga Dewan Adat adalah lembaga yang sah untuk mengelola segala bentuk aset yang dimiliki kraton, yang ada di mana saja, yang dikuasai kraton maupun dikuasai orang lain. Itu bisa dijadikan masukan bagi proses lebih lanjut proyek ini,” tunjuk KPH Edy.

Dengan penjelasan itu diharapkan agar pemerintah dan pihak manapaun yang sedang bekerjasama khususnya dalam proyek bantuan ini atau di luar itu, bisa memahami, mengakui dan bersikap sesuai dengan esensi keputusan MA No 87/Pdt.G/2019/PN.Skt (Ska-Red) yang terbit tanggal 29 Agustus 2022.

Meski keputusan MA ini sudah dideklarasikan sekitar dua tahun dan sempat memunculkan peristiwa viral atas insiden Sinuhun dan kelompoknya yang ingin menutup kembali semua akses pintu masuk kraton, sekitar setahun lalu, hanya Wawali yang menyikapi dengan “bahasa bersayap” sebagai isyarat memahami.

SULIT DIABAIKAN : Kegiatan keramaian pasar malam atau “Maleman Sekaten” sebagai pendukung upacara adat Sekaten Garebeg Mulud yang memanfaatkan Alun-alun Lor seperti ini, yang sulit diabaikan dalam pertimbangan dan perhitungan dari revitalisasi kraton yang sedang berlangsung sekarang ini. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Kraton harus satu suara. Meskipun ada perubahan (politik) di pemerintahan, tetapi harus punya komitmen untuk menentukan regulasinya secara profesional dan baku. karena, dengan adanya revitalisasi di Alun-alun Lor dan Alun-alun Kidul, pasti akan ada perubahan dalam pemanfaatannya nanti”.

“Di Kota Solo akan ada banyak kegiatan yang membutuhkan ruang berkumpul untuk jumlah orang yang banyak, tahun ini. Misalnya kegiatan PKK dan Dekranasda berskala nasional. Kita semua tahu, pemerintah baru dekat dengan Mangkunegaran. Tetapi, karena kraton siap, mudah-mudahan tidak diberikan ke sana semua,” ujar Wawali.

Wawali Teguh Prakosa terkesan “blak-blakan” mengungkapkan kedekatan pemerintah dengan (Kadipaten) Mangkunegaran dalam beberapa tahun terakhir. Sehingga, bantuan proyek berskala nasional dalam beberapa tahun anggaran ditumpahkan ke sana, mulai dari merevitalisasi “restoran” sampai tata ruang untuk kegiatan komersial.

Walau dengan “bahasa bersayap” yang bisa melahirkan berbagai tafsir, tetapi Wawali dalam menyikapi penjelasan KPH Edy Wirabhumi mengenai legal standing Lembaga Dewan Adat (LDA) di satu sisi dan kelembagaan kraton di sisi lain, masih memberi isyarat positif khusus dalam soal revitalisasi dua alun-alun itu.

Di depan Gusti Moeng dan beberapa tokoh jajaran “Bebadan Kabindet 2004” serta semua elemen peserta rapat koordinasi di Hotel Sunan, Selasa siang (26/3) itu, Wawali menyebut setelah kedua alun-alun direvitalisasi, pengelolaannya diserahkan ke kraton.

Persoalan alamat penyerahan hasil revitalisasi ini yang sebelumnya sempat dikeluhkan Gusti Moeng dan “Bebadan Kabinet 2004” yang dipimpinnya. Karena, jauh sebelum revitaliasai dikerjakan, dari Balai Kota sudah terdengar suara akan menyerahkan ke “sebuah yayasan”, padahal LDA sudah lama punya Yayasan Kraton Surakarta.

SAMPAI PILIHAN : Progres perjalanan pekerjaan revitalisasi kraton yang baru menggarap Alun-alun Lor dan Alun-alun Kidul, sudah sampai pilihan antara pasit atau rumput sebagai “topping” penutup permukaan laun-alun. Pemilihan itu dibahas dalam rapat koordinasi di Hotel Sunan, Selasa (26/3). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Sebuah yayasan” yang dimaksud, adalah yayasan baru yang diinginkan Wali Kota dan utusan Sinuhun itu untuk membentuknya atas nama Kraton Mataram Surakarta. Sedangkan menurut Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa sekaligus Pangarsa LDA menegaskan, kraton sudah lama memiliki Yayasan Kraton Surakarta.

“Kraton sudah lama punya yayasan sendiri yang berada dalam pengawasan Lembaga Dewan Adat (LDA), mengapa setelah direvitalisasi akan diserahkan ke yayasan yang akan dibentuk kemudian?. Itu bagaimana cara berfikirnya? Itu yayasan yang bagaimana? Atas nama siapa?. Untuk siapa?”, tunjuk Gusti Moeng bertanya-tanya.

Penjelasan Gusti Moeng dalam pertanyaan itu banyak muncul saat saat masalah revitalisasi sedang ditawarkan kepada kraton, tahun 2023 lalu. Karena menurutnya pemerintah tidak pernah memahami kraton dan kedudukannya. Bahwa, kraton sudah punya beberapa lembaga yang representatif berlandaskan hukum yang bisa diandalkan. (Won Poerwono-bersambung/i1)