Mbah Tris, Perupa yang Mengalah Agar Sang Istri Mengembangkan “Wayang Beber”

  • Post author:
  • Post published:March 23, 2024
  • Post category:Regional
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing Mbah Tris, Perupa yang Mengalah Agar Sang Istri Mengembangkan “Wayang Beber”

DI RUMAH DUKA : Jenazah mbah Tris saat masih di rumah duka, Jumat (22/3) pukul 11.00 WIB, yang belum banyak didatangi para pelayat, kecuali mbah Ning dan kerabat keluarga besar di Kampung Wonosaren, Kelurahan Jagalan, Kecamatan Jebres itu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Lukisan Tema Sejarah Kediri yang Lebih Diandalkan Sebagai Sumber Nafkah

SURAKARTA, iMNews.id – Soetrisno Kanoyorumekso (82), pelukis generasi senior yang mulai berkiprah di tahun 1960-an, meninggal dunia di kediamannya Kampung Wonosaren, Kelurahan Jagalan, Kecamatan Jebres, Kamis (21/3) siang pukul 14.30 WIB. Almarhum meninggal karena usia, karena tidak punya riwayat penyakit serius.

Jenazah almarhum dikebumikan di tempat pemakaman umum (TPU) Purwoloyo, Kecamatan Jebres, sekitar 1 KM dari rumah duka, Jumat (22/3) pukul 14.00 WIB. Di antara para tetangga yang melayat, datang silih berganti para perupa khususnya seniman lukis dan utusan kelembagaan seperti UNS dan ISI Surakarta.

“Wingi niku namung dhawah, amargi sikile mboten kiat nyagak pas ajeng numpak motor medal ten ndalan gedhe. Duka, ajeng pados napa pak-e niku. Jane nggih empun tua, ning nggih mboten gelem dielikne. Karepe napa-napa ajeng diuruse dhewe. Tumbas napa-napa nggih mangkat dhewe, ngoten”.

“Pas dhawah niku ditulungi cah-cah kalih tiyang-tiyang niku, terus dibeta dhateng rumah sakit. Karepe nggih mboten gelem. Ning kula peksa mawon kersane angsal pengobatan. Enten perjalanan dereng dugi rumah sakit, kok empun mboten enten. Nggih empun, rumah sakit empun mriksa, jenazah terus dibeta wangsul,” ujar mbah Ning.

MENDAPAT PESANAN : Mbah Tris, sewaktu mendapat pesanan lukisan tema religi dari salah seorang kerabat pada masa pandemi. Lukisan itu lama baru bisa diselesaikan, karena waktu dan tenaganya banyak untuk membantu mengurus lukisan Wayang Beber mbah Ning. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Mbah Ning (71) tidak tampak lesu dalam kesedihan saat ditanya iMNews.id yang datang melayat sekitar pukul 11.00 WIB. Saat itu, para pelayat belum banyak yang datang. Tetapi, sejak jenazah dibawa pulang Kamis sore (21/3), yang datang mengungkapkan dukacita “mbanyu-mili”, tak banyak tetapi silih-berganti.

Kepergian pelukis beraliran natural dan impresif ini, kebanyakan hanya mengundang haru kalangan perupa khususnya pelukis yang semakin terbatas jumlahnya di Kota Surakarta sejak pandemi Corona, sekitar 3 tahun lalu. Apalagi, almarhum termasuk generasi pelukis senior karena lahir di tahun 1940-an.

Meski generasi seangkatannya sudah banyak yang berpulang, tetapi Sutrisno Kanoyorumekso yang akrab disapa mbah Tris tetap dikenal kalangan pelukis generasi di bawahnya atau kalangan perupa kampus, seperti Jurusan Seni Rupa UNS dan ISI Surakarta. Karena, istrinya yaitu mbah Ning, juga seorang pelukis.

Hermin Istiariningsih (71) yang akrab disapa mbah Ning, adalah pelukis khusus atau “penyungging” Wayang Beber. Hingga kini, wanita pelukis Wayang Beber satu-satunya di Tanah Air itu selalu menjadi tempat bertanya, objek penelitian kalangan mahasiswa program S1-S3 dari berbagai perguruan tinggi.

SELALU MENDAMPINGI : Semasa hidupnya, Mbah Tris selalu mendampingi sang istri, mbah Ning dalam berbagai aktivitas yang kebanyakan dilakukan di dalam rumah berukuran 50-an meter persegi di Kampung Wonosaren, Kelurahan Jagalan, Kecamatan Jebres. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Rumahnya di Kampung Wonosaren, Kelurahan Jagalan, Kecamatan Jebres, tidak pernah sepi dari kunjungan berbagai pihak yang kebanyakan sedang melakukan studi, mencari informasi dan referensi selain para sahabat almarhum atau generasi muda pelukis Wayang Beber dan para kolektor atau pecinta jenis lukisan itu.

Dalam sekitar 40-an tahun sejak akhir 1980-an, nama mbah Ning justru lebih banyak beredar di berbagai ajang pameran karya seni rupa maupun para kolektor lukisan, pecinta Wayang Beber maupun kalangan kampus. Oleh sebab itu, siapa saja yang datang ke rumah mbah Ning, lebih banyak berurusan dengan karya Wayang Beber.

Reputasi mbah Ning di bidang lukis Wayang Beber, memang sudah tidak diragukan lagi. Itu karena keputusan mbah Tris yang memilih mengalah, untuk memberi kesempatan dan membimbing mbah Ning terus meningkatkan kualitas dan berproduksi Wayang Beber.

“La pripun nak, lukisan mbah-e (Wayang Beber) langkung payu kok. Niku saget dijagakne kangge mangan, kangge urip kula (berdua). La nek kula sibuk nuruti karep nglukis dhewe, malah bubar kabeh. Amargi lukisan kula mboten payu,” ujar mbah Tris hampir setiap ngobrol dengan iMNews.id, terutama selama pandemi yang lalu.

IKUT BERPAMERAN : Mbah Tris dan mbah Ning bersama sepasang suami-istri pelukis, saat bersama-sama ikut berpameran Wayang Beber yang digelar di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) di Surakarta atau TBS, jauh sebelum pandemi Corona. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Kehidupan sepasang pelukis yang tidak memiliki keturunan itu, tetap saja “Senen-Kemis” (Senin-Kamis) untuk mengistilahkan betapa sulitnya mencari penghasilan dari profesionalitas di bidang melukis. Selama dua sampai tiga tahun pandemi (2020-2022), kehidupan keduanya benar-benar lebih sulit.

Wajah rumah kecil di bagian belakang kompleks kediaman keluarga besar, sudah tampak lebih baik karena ada bantuan dari Pemprov Jateng tahun 2022. Tetapi, kesulitan yang dihadapi bukan sekadar kebutuhan makan, melainkan butuh biaya besar perawatan akibat diabetes dan tensi tinggi yang sudah lama diderita mbah Ning. (won-i1)