Akan Dijaga dan Dirawat, Karena “Label” Mataram Surakarta Menjadi Kebanggaan
TEGAL, iMNews.id – Salah satu di antara jasad beberapa tokoh penting leluhur Dinasti Mataram yang “tidak direlokasi”, adalah jasad Sinuhun Amangkurat (I) yang disebut pula Amangkurat Agung, karena masyarakat di Kabupaten Slawi/Tegal yang meminta kepada Kraton Mataram Surakarta, untuk tidak memindahkan jasad tokoh kebanggaannya dari Astana Pajimatan Tegalarum.
Permintaan itu disampaikan beberapa kali kepada kraton melalui para pamong pemerintahan setempat, khususnya sejak GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku pimpinan “Bebadan Kabinet 2004” mulai menginventarisasi, menegaskan eksistensi dan menertibkan tatacara perziarahan makam-makam tokoh penting Dinasti Mataram, dalam 2-3 dekade terakhir ini.
“Ingkang terakhir inggih nalika Gusti Wandan (GKR Wandansari Koes Moertiyah-Red) maringan pidato sambutan wekdal jamasan makam Tegalarum, sawetawis tahun kepengker. Gusti Wandan ngendika kraton saget nampi panyuwunan menika. Malah nitipaken dhateng masyarakat mriki, supados dipun rimat kanthi sae”.
“Kula, salah setunggalipun warga Pakasa Cabang Tegal lan masyarakat mriki, remen sanget mireng Gusti Wandan sampun paring palilah awit panyuwunanipun warga mriki. Raos remen lan bangga, tentu ugi dipun raosaken masyarakat Kabupaten Tegal umumipun. Amargi, masyarakat mriki bangga sanget gadhah tokoh leluhur saking Kraton Mataram Surakarta,” ujar KRA Subagyo.
KRA Subagyo Teguh Wirotaruno adalah Ketua Pakasa Cabang Tegal yang sekitar 4 tahun lalu “disingkirkan” dari tatalaksana ritual di Astana Pajimatan Tegalarum, oleh organisasi sejenis bentukan kelompok di sekitar Sinuhun Suryo Partono, yang memanfaatkan kesempatan saat Gusti Moeng dan “Bebadan Kabinet 2004” berjuang di luar kraton sejak 2017-2022.
Saat ngobrol dengan iMNews.id melalui telepon, kemarin, KRA Subagyo menyatakan sekitar 20-an abdi-dalem Pakasa yang setia mengikuti Lembaga Dewan Adat sudah menanti-nanti kehadiran rombongan “Nyadran” dari kraton yang dipimpin Gusti Moeng. Meski dirinya belum tahu persis bagaimana posisi Pakasa Cabang Tegal dalam dua tahun terakhir.
Informasi dari Lembaga Dewan Adat yang diterimanya menyebutkan, jadwal perjalanan “Nyadran” ke Astana Pajimatan Tegalarum, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Slawi/Tegal, jatuh pada Minggu (25/2). Ia menyatakan gembira, karena “Nyadran” tahun 2024 sudah tidak “disaingi” elemen sejenis yang tujuannya hanya ingin merebut bantuan biaya ritual dari Pemkab Tegal.
“Kula warga Kabupaten Slawi/Tegal dados isin. Amargi ingkang ketingal lan dipun sumerepi masyarakat, wonten jamasan makam Amangkurat Agung kaping kalih. Letipun namung seminggu. Masyarakat mboten ngertos, sejatosipun wonten pihak ingkang nakal, namung melik bantuan Pemkab. Nanging alhamdulillah, wiwit tahun 2023 sampun mandeg,” ujar KRA Subagyo.
Perihal permintaan warga Kabupaten Slawi/Tegal agar jasad Sinuhun Amangkurat Agung tidak dipindah ke Astana Pajimatan Imogiri, GKR Wandansari atau Gusti Moeng sudah menegaskan kraton bisa memahami keinginan warga dan mengizinkan permintaan itu. Pada sambutan di ritual “Larab Selambu” makam, Sura tahun Je 1956 (2023) lalu, dia sudah menegaskan hal itu.
“Mungkin satu-satunya makam leluhur Dinasti Mataram yang tidak dipindah jadi satu di Astana Pajimatan Imogiri, hanya Eyang Amangkurat Agung dan garwa prameswari-dalem. Ini karena masyarakat Tegal yang meminta. Dan kami atas nama kraton menyampaikan terimakasih, atas perhatian dan penghargaan warga terhadap jasa-jasa eyang Amangkurat Agung”.
“Saya sebagai Ketua (Pangarsa-Red) Lembaga Dewan Adat, atas nama Kraton Mataram Surakarta, titip makam eyang Amangkurat Agung ini kepada masyarakat Tegal, agar dijaga dan dirawat. Saya yakin, kalau dipelihara dengan baik, kharomahnya besar dan bisa memberi manfaat yang lebih besar bagi lingkungan dan warga Kabupaten Tegal secara keseluruhan,” ujar Gusti Moeng.
Jasad Sinuhun Amangkurat Agung beserta permaisuri dan keluarga besarnya yang masih dipertahankan di Astana Tegalarum, Desa Pasarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Slawi/Tegal, karena justru diminta warga beserta seluruh elemen masyarakat setempat termasuk jajaran Pemkab dan pihak-pihak lain. Karena, ada jaminan akan dijaga dan dirawat, serta dijadikan kebanggaannya.
Realitas seperti itu, sangat berbeda bahkan bertolak belakang dengan keberadaan Astana Pajimatan Desa Ngawonggo, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten, yang terkesan “masa bodoh” dengan keberadaan makam para tokoh leluhur Dinasti Mataram yang di antaranya berjasa membesarkan nama “Ceper” yang kini dikenal sebagai sentra industri cor-logam.
Beruntung jasad garwa prameswari-dalem Sinuhun PB III yaitu Kangjeng Ratu Beruk direlokasi menjadi satu di Astana Pajimatan Imogiri, Bantul (DIY). Bila tidak, dimungkinkan akan bernasib seperti makam para tokoh penting di situ, yang terkesan kurang terurus kondisi lingkungan kompleks makamnya, karena masyarakat di sekitar bersikap “masa bodoh”.
Walau tampilannya “njembrung”, menurut Yusuf (juru-kunci), banyak warga dari Banten dan Jabar dan para Caleg sekitar Kabupaten Klaten yang berziarah ke situ. Di antaranya, bahkan menyumbang jalan setapak di makam Ki Ageng Pametjut dan Pangeran Djungut, dua tokoh leluhur yang ahli di bidang metalurgi, cikal-bakal teknologi industri cor-logam itu. (won-i1).