Masyarakat Tegal yang Minta, Jasad Sinuhun Amangkurat Agung Tidak Dipindah Ke Imogiri

  • Post author:
  • Post published:February 15, 2024
  • Post category:Regional
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing Masyarakat Tegal yang Minta, Jasad Sinuhun Amangkurat Agung Tidak Dipindah Ke Imogiri
PROSESI "NYADRAN" : Prosesi ritual "Nyadran" di Astana Pajimatan Imogiri, masih mengikuti tatacara adat yang dijaga ketat oleh "Bebadan Kabinet 2004" yang dipimpin Gusti Moeng sebagai Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat. "Nyadran" hari ini, mulai disambut Bupati Juru-Kunci yang baru, KPH Bimo Djoyo Adilaga. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Akan Dijaga dan Dirawat, Karena “Label” Mataram Surakarta Menjadi Kebanggaan

TEGAL, iMNews.id – Salah satu di antara jasad beberapa tokoh penting leluhur Dinasti Mataram yang “tidak direlokasi”, adalah jasad Sinuhun Amangkurat (I) yang disebut pula Amangkurat Agung, karena masyarakat di Kabupaten Slawi/Tegal yang meminta kepada Kraton Mataram Surakarta, untuk tidak memindahkan jasad tokoh kebanggaannya dari Astana Pajimatan Tegalarum.

Permintaan itu disampaikan beberapa kali kepada kraton melalui para pamong pemerintahan setempat, khususnya sejak GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku pimpinan “Bebadan Kabinet 2004” mulai menginventarisasi, menegaskan eksistensi dan menertibkan tatacara perziarahan makam-makam tokoh penting Dinasti Mataram, dalam 2-3 dekade terakhir ini.

“Ingkang terakhir inggih nalika Gusti Wandan (GKR Wandansari Koes Moertiyah-Red) maringan pidato sambutan wekdal jamasan makam Tegalarum, sawetawis tahun kepengker. Gusti Wandan ngendika kraton saget nampi panyuwunan menika. Malah nitipaken dhateng masyarakat mriki, supados dipun rimat kanthi sae”.

SUDAH DISATUKAN : Gusti Moeng saat berada di salah satu kompleks makam zona Paku-Buwanan di Astana Pajimatan Imogiri, Bantul, DIY dalam ritual “Nyadran” tahun lalu. Hari ini, rombongan dari kraton yang dipimpinnya, juga melakukan ziarah semua tokoh leluhur Dinasti Mataram yang sudah disatukan di makam raja-raja itu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Kula, salah setunggalipun warga Pakasa Cabang Tegal lan masyarakat mriki, remen sanget mireng Gusti Wandan sampun paring palilah awit panyuwunanipun warga mriki. Raos remen lan bangga, tentu ugi dipun raosaken masyarakat Kabupaten Tegal umumipun. Amargi, masyarakat mriki bangga sanget gadhah tokoh leluhur saking Kraton Mataram Surakarta,” ujar KRA Subagyo.

KRA Subagyo Teguh Wirotaruno adalah Ketua Pakasa Cabang Tegal yang sekitar 4 tahun lalu “disingkirkan” dari tatalaksana ritual di Astana Pajimatan Tegalarum, oleh organisasi sejenis bentukan kelompok di sekitar Sinuhun Suryo Partono, yang memanfaatkan kesempatan saat Gusti Moeng dan “Bebadan Kabinet 2004” berjuang di luar kraton sejak 2017-2022.

Saat ngobrol dengan iMNews.id melalui telepon, kemarin, KRA Subagyo menyatakan sekitar 20-an abdi-dalem Pakasa yang setia mengikuti Lembaga Dewan Adat sudah menanti-nanti kehadiran rombongan “Nyadran” dari kraton yang dipimpin Gusti Moeng. Meski dirinya belum tahu persis bagaimana posisi Pakasa Cabang Tegal dalam dua tahun terakhir.

HANYA SATU : Hanya satu, jasad Sinuhun Amangkurat Agung (pertama-Red) yang menjadi perkecualian, karena tidak ikut disatukan di Astana pajimatan Imogiri (DIY). Masyarakat setempat meminta, jasad Raja Mataram ke-4 itu tetap berada di Astana Pajimatan Tegalarum, Kabupaten Slawi, karena sudah menjadi tokoh teladan kebanggaan Kabupaten Slawi/Tegal. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Informasi dari Lembaga Dewan Adat yang diterimanya menyebutkan, jadwal perjalanan “Nyadran” ke Astana Pajimatan Tegalarum, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Slawi/Tegal, jatuh pada Minggu (25/2). Ia menyatakan gembira, karena “Nyadran” tahun 2024 sudah tidak “disaingi” elemen sejenis yang tujuannya hanya ingin merebut bantuan biaya ritual dari Pemkab Tegal.

“Kula warga Kabupaten Slawi/Tegal dados isin. Amargi ingkang ketingal lan dipun sumerepi masyarakat, wonten jamasan makam Amangkurat Agung kaping kalih. Letipun namung seminggu. Masyarakat mboten ngertos, sejatosipun wonten pihak ingkang nakal, namung melik bantuan Pemkab. Nanging alhamdulillah, wiwit tahun 2023 sampun mandeg,” ujar KRA Subagyo.

Perihal permintaan warga Kabupaten Slawi/Tegal agar jasad Sinuhun Amangkurat Agung tidak dipindah ke Astana Pajimatan Imogiri, GKR Wandansari atau Gusti Moeng sudah menegaskan kraton bisa memahami keinginan warga dan mengizinkan permintaan itu. Pada sambutan di ritual “Larab Selambu” makam, Sura tahun Je 1956 (2023) lalu, dia sudah menegaskan hal itu.

ASTANA BUTUH : Astana Pajimatan Butuh di Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen, menjadi tempat relokasi jasad Ki Ageng Kebo Kenanga hingga menjadi satu dengan jasad putranya, Raja Kraton Pajang yang bergelar Sultan Hadiwijaya dalam satu cungkup kompleks makam. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Mungkin satu-satunya makam leluhur Dinasti Mataram yang tidak dipindah jadi satu di Astana Pajimatan Imogiri, hanya Eyang Amangkurat Agung dan garwa prameswari-dalem. Ini karena masyarakat Tegal yang meminta. Dan kami atas nama kraton menyampaikan terimakasih, atas perhatian dan penghargaan warga terhadap jasa-jasa eyang Amangkurat Agung”.

“Saya sebagai Ketua (Pangarsa-Red) Lembaga Dewan Adat, atas nama Kraton Mataram Surakarta, titip makam eyang Amangkurat Agung ini kepada masyarakat Tegal, agar dijaga dan dirawat. Saya yakin, kalau dipelihara dengan baik, kharomahnya besar dan bisa memberi manfaat yang lebih besar bagi lingkungan dan warga Kabupaten Tegal secara keseluruhan,” ujar Gusti Moeng.

Jasad Sinuhun Amangkurat Agung beserta permaisuri dan keluarga besarnya yang masih dipertahankan di Astana Tegalarum, Desa Pasarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Slawi/Tegal, karena justru diminta warga beserta seluruh elemen masyarakat setempat termasuk jajaran Pemkab dan pihak-pihak lain. Karena, ada jaminan akan dijaga dan dirawat, serta dijadikan kebanggaannya.

SAAT NYEKAR : Gusti Moeng tampat memasang “sangsangan” bunga melati-kenanga di atas “maijan” (ujung nisan) pusara Ki Ageng Kebo Kenanga yang direlokasi menjadi satu dengan pusara putranya, Sultan Hadiwijaya di Astana Pajimatan Butuh, Deda Gedongan, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen, pada safari “Nyadran” tahun 2023. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Realitas seperti itu, sangat berbeda bahkan bertolak belakang dengan keberadaan Astana Pajimatan Desa Ngawonggo, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten, yang terkesan “masa bodoh” dengan keberadaan makam para tokoh leluhur Dinasti Mataram yang di antaranya berjasa membesarkan nama “Ceper” yang kini dikenal sebagai sentra industri cor-logam.

Beruntung jasad garwa prameswari-dalem Sinuhun PB III yaitu Kangjeng Ratu Beruk direlokasi menjadi satu di Astana Pajimatan Imogiri, Bantul (DIY). Bila tidak, dimungkinkan akan bernasib seperti makam para tokoh penting di situ, yang terkesan kurang terurus kondisi lingkungan kompleks makamnya, karena masyarakat di sekitar bersikap “masa bodoh”.

Walau tampilannya “njembrung”, menurut Yusuf (juru-kunci), banyak warga dari Banten dan Jabar dan para Caleg sekitar Kabupaten Klaten yang berziarah ke situ. Di antaranya, bahkan menyumbang jalan setapak di makam Ki Ageng Pametjut dan Pangeran Djungut, dua tokoh leluhur yang ahli di bidang metalurgi, cikal-bakal teknologi industri cor-logam itu. (won-i1).