SRAGEN, iMNews.id – Hari keempat safari “Tour de Makam” yang dilakukan “Bebadan Kabinet 2004 Kraton Mataram Surakarta pimpinan Gusti Moeng untuk “Nyadran” di bulan Ruwah tahun Jimawal 1957 atau 2024 ini, sampai di Kabupaten Slawi/Tegal pada Kamis (22/2) dan Kabupaten Sragen pada Jumat (23/2), siang tadi.
Namun, safari “Tour de Makam” Nyadran para tokoh leluhur Dinasti Mataram dalam dua hari sampai Jumat siang tadi, terbagi menjadi dua kelompok utusan-dalem. Kelompok utusan-dalem yang “Nyadran” di makam Sinuhun Amangkurat Agung di Astana Pajimatan Tegalarum, Kabupaten Slawi/Tegal dipimpin GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani, Kamis kemarin.
Sedangkan kelompok utusan-dalem yang langsung dipimpin GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng secara langsung, melakan safari “Tour de Makam” Nyadran di makam Kyai Ageng Butuh atau Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, di Astana Pajimatan Butuh, Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen mengawali agenda hari ini, mulai pagi.

Perjalanan safari kelompok utusan-dalem di Kabupaten Slawi/Tegal, hanya “Nyadran” di satu kompleks makam saja, yaitu makam Sinuhun Amangkurat Agung atau Amangkurat I, yang merupakan putra sekaligus penerus Raja Mataram 3 Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma. Di Kompleks makam itu, juga ada makam Kanjeng Ratu Kentjana, permaisuri Sinuhun dan keluarga besarnya.
Secara bergantian, diawali dengan doa dan tahlil yang dipimpin juru-kunci makam, MNg Ilham Reksopustoko, dilanjutkan dengan pemasangan “sangsangan” bunga yang dilakukan GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani di atas “maijan” pusara “Sinuhun Amangkurat Tegal” itu. GRAy Devi Lelyana Dewi yang mendampingi GKR Timoer, mengikuti tabur bunga.
Doa tahlil dan pemasangan “sangsangan” serta tabur bunga, berlangsung di dalam “cungkup” makam yang luasnya hanya kurang lebih 3×3 meter. Maka, belasan abdi-dalem rombongan yang mengikuti safari “Nyadran” dari Kraton Mataram Surakarta, ditambah beberapa warga Pakasa Cabang Tegal, harus dilakukan secara bergiliran untuk berdoa dan tabur bunga.

“Cungkup” makam Sinuhun Amangkurat Agung atau Amangkurat I atau disebut pula “Amangkurat Banyumas”, cukup mencolok dan menonjol karena dindingnya dicat kuning dan berada di atas ketinggian kurang-lebih 3 meter dari permukaan tanah datar sekitarnya di kompleks makam. Jasad Raja Mataram keempat bersama permaisuri, satu-satunya yang tidak dipindah ke Imogiri.
“Masyarakat Kabupaten Tegal yang menghendaki agar jasad Sinuhun Amangkurat dan permaisurinya tidak dipindah ke Astana Pajimatan Imogiri (Bantul-DIY). Karena, Sinuhun Amangkurat sudah menjadi tokoh kebanggaan masyarakat Tegal. Walau tinggal makamnya, nama besarnya sudah menjadi milik warga Tegal,” ujar KRA Subagyo Teguh Wirotaruno (Ketua Pakasa Tegal), kemarin.
Walau rombongan “Tour de Makam” yang dipimpin GKR Timoer datang dalam suasana cuaca cerah, tetapi KRA Subagyo tak bisa ikut menyambutnya, karena masih pemulihan cedera kaki akibat kecelakaan 2 tahun lalu. Sedangkan “Nyadran” yang dilakukan Gusti Timoer dan rombongan tahun 2023 lalu, terpaksa berbasah-basah karena makam tergenang banjir setinggi 30-an cm.

Jumat (23/2) siang tadi, giliran utusan-dalem yang dipimpin Gusti Moeng sendiri, menjalani agenda “Nyadran” di tiga titik lokasi makam yang ada di Kabupaten Sragen dan Karanganyar. Diikuti rombongan enam mobil yang isinya 50-an orang, Gusti Moeng dan adik bungsu, GKR Ayu Koes Indriyah atau Gusti Ayu, mengawali “Nyadran” di Astana Pajimatan Butuh, pagi tadi.
Safari “Nyadran” di Astana Pajimatan Kyai Ageng Butuh di Desa Gedonngan, Kecamapatan Plupuh, Kabupaten Sragen, diawali dengan doa dan tahlil yang dipimpin abdi-dalem juru-kunci MNg Moh Husein Aaziz. “Cungkup” makam yang di dalamnya ada pusara Ki Ageng Kebo Kenanga dan istri serta Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir bersama beberapa tokoh penting, menjadi kurang longgar.
Hanya Gusti Moeng, Gusti Ayu dan sekitar 6 anggota Putri Narpa Wandawa di antara rombongan, yang bisa berada di dalam “Cungkup” makam. Sebagian besar lainnya, hanya bisa mengikuti doa dan tahlil di luar “cungkup” di sela-sela nisan beberapa tokoh penting di zaman Kraton Pajang, zaman sebelum dan sesudahnya di antaranya Ki Ageng Ngerang dan Nyi Ageng Ngerang.

Walau hanya bisa mengikuti doa dan tahlil dari luar, tetapi tetap nyaman duduk lesehan di dalam kompleks makam. Karena, kompleks makam yang dipugar Pemkab Sragen dan bantuan seorang donatur/peziarah, suasana makam Kyai Ageng Butuh tampak indah, teduh, nyaman bagi yang berziarah. Di luar dilengkapi ruang parkir, tempat transit dan berhias papan nama cukup jelas.
Dari Astana Pajimatan Butuh, rombongan Gusti Moeng yang diikuti sejumlah sentana-garap dan sentana-dalem, meluncur ke makam beberapa tokoh penting kraton, di antaranya R Wimono yang pernah menjabat Pengageng Museum Kraton sampai di tahun 1980-an. Kompleks makamnya ada di Desa Botok, Kecamatan Mojogedang, Kabupaten Karanganyar.
Safari “Nyadran” diakhiri di kompleks makam Kragilan, Bonorejo, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, tempat bersemayam beberapa tokoh penting keluarga Gusti Moeng dari garis ibundanya. Sebelumnya, safari “Nyadran” diawali di Astana Pajimatan Laweyan (Kyai Ageng Henis), Selasa (13/2) dan Astana Pajimatan Imogiri, Bantul (DIY), Kamis (15/2). (won-i1).