Lebih dari 500 Warga Pakasa Cabang dari Berbagai Daerah Hadiri Pisowanan
SURAKARTA, iMNews.id – Upacara adat tingalan jumenengan ke-20 Sinuhun Suryo Partono (PB XIII) yang digelar Selasa Pon, 25 Rejeb Tahun Jumawal 1957 yang tepat 6 Februari siang tadi, berlangsung dalam suasana yang lebih cair dibanding yang terjadi pada 16 Februari 2023, di tempat pisowanan yang sama, Pendapa Sasana Sewaka Kraton Mataram Surakarta.
Suasana yang lebih cair itu tampak dari tahap-tahapan acaranya yang tidak diwarnai insiden akibat gesekan yang terjadi antara “kubu Bebadan Kabinet 2004” dengan “kubu beberapa oknum” yang berada di sekitar Sinuhun Suryo Partono. Tak ada penjelasan resmi soal perubahan suasana itu, baik dari kalangan “Bebadan Kebinet 2004” maupun dari pihak kelompok di sekitar Sinuhun.
Namun, di awal upacara saat Sinuhun mulai duduk di singgasana, terdengar keluhan yang bernada marah dan dengusan serta ekspresi kemarahannya terdengar dari jarak dekat dan tampak dari kejauhan. Belum ada yang menjelaskan soal kemarahan itu, tetapi yang tampak terkesan Sinuhun kurang nyaman duduknya di singgasana yang tanpa sandaran.

Insiden kecil itu cepat berakhir dan segera berlalu, karena orkestra gamelan yang menyajikan musik karawitan gending-gending penanda upacara resmi dibuka, misalnya Ladrang Wilujeng, segera menggema, memenuhi ruangan tempat pisowanan, Pendapa Sasana Sewaka. Walau tanpa sound-system, suara gamelan itu terdengar sampai di sekeliling tempat upacara, bahkan di luar pendapa.
Waktu siang tadi sudah menunjuk pukul 10.10 WIB, ketika abdi-dalem Bupati Gantung-seba datang meghadap melaporkan akan adanya abdi-dalem yang akan segera datang mengikuti pisowanan. Dan hanya dalam hitungan beberapa menit, lebih dari 500 abdi-dalem yang sebagian besar warga Pakasa cabang dari berbagai daerah, bergiliran masuk memenuhi teras pendapa timur, utara dan tenda.
Jumlah itu mungkin lebih besar lagi, karena dari abdi-dalem warga Pakasa yang diwisuda Minggu (4/2), jumlahnya mencapai 340-an. Lalu ditambah perwakilan dari masing-masing Pakasa cabang, yang dibatasi jumlahnya paling banyak 20 orang. Padahal, Pakasa cabang yang sudah resmi terbentuk di wilayah Provinsi Jateng, Jatim dan DIY mencapai 30-an daerah kabupaten.

Oleh sebab itu, selain teras Paningrat dan topengan serta dua tenda berukuran sedang, tiga Bangsal Pradangga yang berderet di seberang depan Pendapa Sasana Sewaka dan teras Nguntarasana, juga dimanfaatkan untuk tempat duduk mengikuti pisowanan ritual tingalan jumenengan itu. Bahkan, teras museum di timur Bangsal Pradangga, juga dimanfaatkan 200-an prajurit kraton.
Para prajurit “dari dua seberang” yang pernah “tidak mau bergabung” di acara tingalan 2023 lalu, di bawah “komando” KPH Bimo Djoyo Adilaga sebagai “manggala”, tampak bersatu dan kompak menjalankan tugas apel penghormatan, saat Sinuhun Suryo Partono tiba di tempat upacara. Suara genderang Korsik-nya, ditingkah “gamelan pakurmatan” yang disajikan di Bangsal Pradangga.
Setelah tahap awal upacara selesai, datanglah kembali tiga abdi-dalem “Bupati Gantung-seba” yang melaporkan akan hadirnya tarian sakral Bedaya Ketawang ke tengah “pasewakan” sebagai sajian tunggal upacara adat peringatan ulang tahun tahta “raja”. Setelah itu, gamelan karawitan iringan yang “dikomandani” KPH Raditya Lintang Sasangka, segera menggema, memberi aba-aba.

Aba-aba kepada sembilan penari Bedaya Ketawang dikumandangkan, lalu diikuti kedatangan para penari masuk ke tangah “pasewakan” (upacara) satu-persatu, dan diikuti abdi-dalem yang bertugas memperbaiki/memastikan busana dan berbagai aksesori yang dikenakan para penari tetap kuat terpakai, sampai tugas menari dalam durasi 90 menit berakhir.
Tak ketinggalan, putri-dalem tertua Sinuhun Suryo Partono yang bernama GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani, juga mengikuti di belakang para penari, dan duduk bersandar “saka” (tiang) di pinggir zona menari. Mantan penari Bedaya Ketawang itu, kini semakin aktif tampil mengawal setiap sajian, terutama Bedaya Ketawang di ritual tingalan jumenengan, meneladani “Sang Bibi”.
Selama 90 menit, sajian tari yang mengisahkan Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma menjelang tampil memimpin Mataram Islam itu berlangsung. Para undangan sekitar 200-an yang duduk di bawah tenda dan lebih 100 yang duduk di kursi di Bangsal Parasedya, menikmati sajian seni tari yang langka, karena hanya dimiliki Kraton Mataram Surakarta itu.

Tidak tampak kehadiran tokoh penting semisal pejabat pemerintah yang hadir, kecuali KGPAA Mangkunagoro X. Dalam “konferensi pers” yang dilakukan Gusti Moeng dan KPH Edy Wirabhumi, menjelang upacara dimulai, dengan tegas dijelaskan bahwa pihaknya sengaja tidak mengundang tokoh atau perwakilan dari tiga pasangan calon Pilpres 2004, untuk menghindari salah tafsir.
Meski begitu, ritual tingalan jumenengan berjalan lancar sampai selesai sekitar pukul 13.00 WIB. Gamelan Monggang yang ada di Bangsal Marcukunda sebagai “gamelan pakurmatan” (penghormatan), kembali ditabuh meriah saat seluruh rangkaian upacara selesai. Saat itulah, banyak di antara yang hadir, memanfaatkan untuk berfoto bersama di berbagai lokasi view di kraton.
Di antaranya, Dr Purwadi (sejarawan) bersama KRA Bambang S Adiningrat (Ketua Pakasa Jepara) dan KRAT Edi Basuki Montrosuwiryo Hadinagoro (Ketua Pakasa Ancab Baturetno). Tampak pula KRAT Mulyadi Puspopustoko (Ketua Pakasa Cabang Pati) dan RT Rasmaji (Pakasa Jepara) berkostum abdi-dalem “Kanca Kaji” ikut dalam “pasewakan”, juga Ketua Pakasa Trenggalek. (won-i1).