Pakasa Cabang Pati Menjadi Poros Potensi Kekuatan Pelestarian Budaya Jawa Wilayah Utara (seri 3 – bersambung)

  • Post author:
  • Post published:January 26, 2024
  • Post category:Budaya
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Pakasa Cabang Pati Menjadi Poros Potensi Kekuatan Pelestarian Budaya Jawa Wilayah Utara (seri 3 – bersambung)
HAUL SYEH JANGKUNG : Gusti Moeng saat berpidato sambutan di event ritual haul Syeh Jangkung/Saridin di Astana Pajimatan Desa Landoh, Kecamatan Kayen, Selasa (23/1). Makam tokoh leluhur Dinasti Mataram ini termasuk paling banyak diziarahi di antara makam-makam yang ada di Kabupaten Pati. (foto : iMNews.id/Won Poerwono).

Perlu Ada Format Hubungan yang Proporsional Antara Pakasa Cabang dengan Pamong Makam

IMNEWS.ID – Kabupaten Grobogan memang tidak sepenuhnya termasuk wilayah Gunung Muria, tetapi dalam peta potensi kekuatan pelestarian budaya Jawa yang titik sentral poros wilayah utara berada di Kabupaten Pati, sangat masuk akal kalau posisinya juga bisa menjadi elemen penguatnya.

Tetapi, kalau dikelola dengan baik dan bisa bersinergi dengan pihak-pihak lain yang berkepentingan terutama pengurus Pakasa cabang, bukan tidak mungkin Kabupaten Grobogan akan berdiri sebagai poros kekuatan baru potensi kekuatan pelestarian budaya Jawa. Selain banyak memiliki titik lokasi makam leluhur, lokasinya juga dekat dengan Kabupaten Sragen dan Blora.

Tetapi sayang, sinergitas dalm fungsi-fungsi tertentu yang proporsional apalagi ideal, tampaknya sulit bisa diwujudkan di poros-poros potensi kekuatan pelestarian itu. Karena, masing-masing memandang punya otonomi dan kewenangan secara mandiri dalam posisi hubungannya dengan Kraton Mataram Surakarta.

SENTUHAN BUDAYA : Kemasan event ritual haul tokoh leluhur Dinasti Mataram yaitu Kyai Ageng Ngerang di Astana Pajimatan Desa Trimulyo, Kecamatan Juwana, mendapat sentuhan seni budaya dengan hadirnya putra mahkota KGPH Hangabehi dalam format kirab yang bisa menjadi daya tarik selain berziarah dan doa. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Kabupaten Grobogan, punya makam Kyai Ageng Tarub dan Kyai Ageng Sela, keduanya di Kecamatan Tawangharjo, juga makam Kyai Ageng Getas Pendowo dan Kyai Ageng Katong, keduanya di Kecamatan Toroh yang banyak diziarahi wisatawan dari luar provinsi, bahkan luar Jawa. Kemudian, beberapa petilasan para leluhur Dinasti Mataram yang juga banyak dikunjungi wisatawan.

Namun sayang, kepengurusan Pakasa Cabang Grobogan tak dijalankan sebagaimana mestinya karena oknum ketuanya sibuk berurusan dengan parpol, jauh sebelum menginjak tahun politik. Karena tidak berjalan, kepengurusan juga tidak berkembang menjadi lengkap, tetapi berjalan “solo career” dan anggotanya yang kebanyakan para abdi-dalem juru-kunci juga berjalan sendiri.

Bahkan iMNews.id sempat mendapatkan penjelasan dari seorang abdi-dalem juru-kunci di salah satu makam di Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan yang melukiskan bahwa para abdi-dalem bisa berjalan sendiri tanpa Pakasa. Terutama dalam urusan menggelar ritual haul dan berurusan dengan kraton untuk keperluan “nyadran” atau ritual haul.

BERDIRI SENDIRI : Aset makam tokoh leluhur Dinasti Mataram yang banyak terdapat di Kabupaten Grobogan, seperti kirab budaya haul Kyai Ageng Selo, bisa menjadi elemen yang memperkuat poros pelestarian budaya Jawa yang bertitik sentral di Kabupaten Pati, atau bisa berdiri sendiri sebagai poros kekuatan baru. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Ungkapan itu bisa bermakna macam-macam. Mungkin cara pendekatan dan berkomunikasi antara kedua pihak tidak baik, atau sebelumnya sudah terjalin komunikasi tetapi ada yang merasa dirugikan dan memutuskan berjalan sendiri. Atau mungkin masing-masing pihak punya ego terlalu tinggi, akibat salah satu atau keduanya punya “kemampuan” yang tak mau diganggu/dirugikan.

Dengan mencermati pola-pola proses hubungan antara para abdi-dalem pamong makam dan oknum maupun pengurus Pakasa cabang di Kabupaten Grobogan yang dalam 3 tahun ini tidak memperlihatkan progres apapun, mungkin saja suasana seperti ini terjadi di Kabupaten Pati sebagai titik sentral poros potensi kekuatan pelestarian budaya Jawa di wilayah utara.

Apalagi, Kabupaten Pati memiliki jumlah titik lokasi makam tokoh leluhur jauh lebih banyak dibanding kabupaten tetangga, baik di dalam wilayah Gunung Muria maupun di luar itu. Banyaknya jumlah titik lokasi makam, tentu akan berbanding lurus dengan banyaknya pendapatan/income kalau peziarahnya sama-sama banyak, atau justru lebih banyak.

KI GETAS PENDOWO : Makam leluhur Dinasti Mataram di Kecamatan Toroh, yaitu Ki Ageng Getas Pendowo, walau bukan seorang di antara “Wali Sanga”, tetapi juga banyak dikunjungi peziarah yang bisa memperkuat posisi Kabupaten Grobogan sebagai poros baru kekuatan pelestarian budaya Jawa. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Analisis yang bisa dilakukan dalam gambaran situasi dan kondisi makam, berkait dengan hubungan antara para pamong makam dengan pengurus Pakasa cabang serta untuk melihat bagaimana perkembangan satu sama lain atau secara bersama-sama dalam misi pelestarian budaya Jawa, sangat bisa dilakukan dari contoh-contoh riil di lapangan.

Informasi yang didapat iMNews.id dari salah satu kabupaten di wilayah Gunung Muria yang punya makam hanya satu atau dua lokasi, pendapatan/incomenya luar biasa besarnya yang masuk ke yayasan pengelolanya. Di hari-hari yang disebut paling sepi saja, dalam seminggu bisa didapat sedikitnya Rp 80 juta, dan bisa dapat 2-3 ratus juta/minggu di bulan-bulan baik berziarah.

Dan dari informasi kalangan tertentu yang memiliki kedekatan dengan yayasan pengelola makam di Pati, juga menyebutkan, bahwa pendapatan/income dari pengelolaan makam Syeh Jangkung/Kyai Saridin diperkirakan paling besar di antara pengelolaan makam-makam yang ada di situ. Pendapatan makam Kyai Ageng Ngerang, di bawah Syeh Jangkung/Kyai Saridin.

JUGA DIKENAL : Tokoh Kyai Ageng Katong yang juga leluhur Dinasti Mataram, ternyata juga dikenal luas yang terlihat dari banyaknya peziarah yang datang di makam yang ada di Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan. Tetapi sayang, organisasi Pakasa cabang setempat vakum dan tak pernah memberi pengaruh apa-apa terhadap eksistensi dan fungsinya. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Pendapatan/income yang diperoleh dari pengelolaan makam, masjid dan beberapa elemen pendukungnya seperti pengelolaan ruang parkir, ini jelas memberi andil pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di lingkungan sekitar lokasi makam dan masjid. Dan biasanya, makam dan masjid tokoh leluhur terkenal yang ramai diziarahi, pasti ada banyak daya dukung selain perparkiran.

Elemen daya dukung lain itu bisa berupa fasilitas MCK, deretan kios atau pertokoan yang menjual berbagai macam komoditas, terutama yang berkait dengan keperluan perziarahan, cinderamata, rumah makan/warung dan fasilitas serta komoditas lain seperti ojek, angkutan tradisional (andong/dokar) dan sebagainya.

Dengan potensi kekuatan secara ekonomis yang didapat dari pengelolaan makam, masjid dan elemen-elemen daya dukung lainnya, secara tidak langsung akan memiliki posisi tawar ketika harus menyesuaikan diri dengan hadirnya pengurus Pakasa cabang. Kehadiran organisasi Pakasa sebagai hal baru, sinergitasnya perlu dicari format yang paling proporsional dan ideal. (Won Poerwono-bersambung/i1).