Pakasa Cabang Ponorogo Menutup Bulan Sura dengan Ritual di Bantarangin

  • Post author:
  • Post published:August 7, 2024
  • Post category:Regional
  • Reading time:5 mins read
You are currently viewing Pakasa Cabang Ponorogo Menutup Bulan Sura dengan Ritual di Bantarangin
BAGIAN DARI KECINTAAN : Ritual haul Eyang Djajengrana yang sejak tiga tahun lalu diinisiasi KRT Suroso Hadinagoro selaku Kepala Desa Pulung, Kecamatan Pulung Merdika, adalah bagian sebuah ekspresi kecintaan dan kosistensi masyarakat Kabupaten Wonogiri dalam menjalankan sikap hidup dan kehidupan Jawanya sesuai "sumbernya". (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Potret Organisasi Para Kawula yang Benar-benar Ingin Meneladani Sumber Budayanya

IMNEWS.ID – SELAMA bulan Sura di Tahun Baru (Jawa) Je 1958 pada tahun 2024 ini, berbagai elemen masyarakat Kabupaten Ponorogo seperti larut dalam suasana penghayatanya terhadap bulan Sura/Muharam, Budaya Jawa dan Kraton Mataram Surakarta. Hampir selama sebulan penuh masyarakat di situ benar-benar mengekspresikan “kecintaannya” secara lahir-batin.

Dengan berbagai kegiatan digelar sejak tanggal 5 Juli 2024 yang ditandai dengan kirab budaya yang diikuti lebih dari seribu orang dari berbagai elemen masyarakat kabupaten. Bahkan, warga dari sejumlah kabupaten lain yang tergabung dalam organisasi Pakasa cabang, baik dari tetangga daerah terdekat hingga Pakasa Cabang (Kabupaten) Jepara yang paling jauh.

TIGA KALI LIPAT : Gelar Ritual haul Eyang Djajengrana di makamnya, Desa Pulung, Kecamatan Pulung Merdika, 27 Juli tahun 2024 ini, disebut KRT Suroso Hadinagoro (Kades Pulung) yang juga pengurus Pakasa (Ancab) kecamatan mendapat perhatian pengunjung tiga kali lipat dari sebelumnya. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Dan yang jelas tidak akan ketinggalan, adalah kehadiran sejumlah bregada prajurit termasuk korsik drumband, sebagai representasi Kraton Mataram Surakarta. Lembaga kraton juga direpresentasikan oleh Budaya Jawa yang tumbuh subur, khas dan ikonik di Kabupaten Ponorogo hingga kini, bahkan juga disimbolkan sistem penanggalan Jawa seperti yang diperingati.

Nyaris selama sebulan penuh selama bulan Sura Tahun Je 1958 atau Muharam Tahun 1446 Hijriyah, masyarakat Kabupaten Ponorogo yang di dalamnya ada pilar Pakasa Cabang “Gebang Tinatar” Ponorogo terlibat dalam berbagai kegiatan. Seluruh elemen seakan mengekspresikan rasa suka-citanya, walau di dalam bulan Sura juga punya makna sikap spiritual prihatin.

BEDHOL PUSAKA : Ritual “Bedhol Pusaka” di Pesanggrahan atau “Kraton” Bantarangin di Kecamatan Sumoroto, 31 Juli yang dipimpin KP MN Gendut Wreksodiningrat (Ketua Pakasa Cabang Ponorogo), menjadi penutup serangkaian kegiatan yang digelar masyarakat Kabupaten Ponorogo di bulan Sura Tahun Baru Je 1958 ini. (foto : iMNews.id/Dok)

Ekspresi seluruh elemen masyarakat Kabupaten Ponorogo dalam berbagai bentuk bertajuk event “Grebeg Suro” itu, di tahun 2024 ini bisa disebut menjadi ekspresi yang semakin baik dan tertata atau semakin terorganisasi dengan baik. Ada banyak kemajuan di berbagai jenis dan titik kegiatan, karena event pada beberapa tahun sebelumnya menjadi bisa pembandingnya.

Dalam pengamatan iMNews.id, event “Grebeg Suro” yang digelar hampir sebulan untuk menandai peringatan Hari Jadi ke-528  Kabupaten Ponorogo di tahun 2024 ini, merupakan bentuk selebrasi yang sangat konsisten. Baik konsisten terhadap ciri khas asal-mulanya, yaitu ciri budayanya (Jawa) dan ciri waktu di bulan Sura sesuai kalender Jawa dan ciri sumbernya.

KORLAP TANGGUH : KRAT Sunarso Suro Agul-agul adalah Wakil Ketua Pakasa Cabang Ponorogo yang sudah teruji sebagai koordinator lapangan (korlap) yang tangguh dalam pengorganisasian kirab budaya selama event “Grebeg Suro” digelar di Ponorogo, hingga event “Tutup Suro”, 31 Juli lalu. (foto : iMNews.id/Dok)

Ciri simbol sumbernya, tak lain adalah keberadaan Kraton Mataram Surakarta, penerus sederet kraton sebelumnya. Mulai dari Demak, Pajang, Mataram (Panembahan Senapati), Mataram Islam Sultan Agung dan berlanjut ke Kraton Mataram Kartasura mulai Sinuhun Amangkurat Agung. Dari sanalah, “Ponorogo” lahir, besar, matang dan berkembang bersama budayanya.

Selama bulan Sura di tahun 2024 ini, tercatat tiga kali prajurit Kraton Mataram Surakarta dilibatkan untuk memandu jalannya kirab yang rata-rata digelar menjelang tengah malam itu. Mulai dari kirab “Bedhol Pusaka” event “Grebeg Suro” sebagai pembuka (5 Juli),  kirab haul di makam Eyang Djajengrana (27 Juli) hingga kirab “Tutup Suro” Rabu, 31 Juli.

KIAI JABARDAS : Salah satu pusaka tombak bernama Kiai Jabardas, diusung warga Pakasa Cabang Ponorogo yang bertugas dalam ritual kirab budaya “Bedhol Pusaka” dari Pesanggrahan atau “Kraton” Bantarangin di Kecamatan Sumoroto, Kabupaten Ponorogo menuju tempat penyimpanannya pada ritual “Tutup Suro”, 31 Juli malam. (foto : iMNews.id/Dok).

Serangkaian ekspresi “Grebeg Suro”, Ponorogo Pemkab yang dipimpin Bupati Sugiri Sancoko mendukung penuh dengan APBD. Tetapi untuk melengkapi rangkaian ekspresi itu, KP (Kangjeng Pangeran) MN Gendut Wreksodiningrat (Ketua Pakasa Cabang Ponorogo), menggelar “ritual ruwatan” sebagai ekspresi doa khas Jawa untuk keselamatan khususnya warga Ponorogo.

Dengan berbagai ekspresi yang sangat jelas menampilkan simbol ciri khasnya itu (tiga ciri-Red), masyarakat Kabupaten Ponorogo yang berada di Provinsi Jatim itu, termasuk satu-satunya masyarakat kabupaten di pulau Jawa dan di Nusantara ini yang sangat konsisten menjalankan kehidupan dan sikap hidup sesuai “jati diri” dan “asal-mulanya”. (Won Poerwono-i1).