Karena Peristiwa Pernikahan Menjadi Titik Sentral Siklus Kehidupan Manusia
IMNEWS.ID – UNTUK kali ketiga di tahun 2024 ini, Sanggar Pawiyatan Tata-Busana & Paes Penganten Gaya Surakarta yang didirikan Kraton Mataram Surakarta tiga tahun lalu, sudah meluluskan sekitar 40 siswanya yang pernah belajar kursus selama 6 bulan di sanggar yang menggunakan bangunan Bale Agung, di utara Alun-alun Lor kawasan kraton.
Tampilnya lembaga kursus di bidang pengetahuan dan ketrampilan merias dan menata-busana pengantin perempuan dan lelaki serta tahapan-tahapan tatacara prosesi upacara adatnya itu, sebenarnya menjadi catatan tersendiri yang bisa digali lebih dalam dan bisa menjadi informasi yang bermanfaat lebih luas.
Hal yang bisa disajikan dalam sesi penulisan tersendiri itu, karena di satu sisi perkembangan zaman dan modernitas telah melahirkan aktivitas jasa mengorganisasi upacara adat perkawinan, terutama adat Jawa “gagrag” atau gaya Surakarta, yang telah dipadukan dengan produk industri sebagai elemen-elemen yang diperlukan dalam event upacara adat perkawinan itu.
Salah satu contoh produk industri yang menjadi elemen event jasa upacara adat perkawinan itu, adalah kosmetik, produk teknologi audio-visual seperti video dan foto, bahkan teknologi digital juga sudah masuk ke situ. Aktivitas jasa event upacara adat pengantin, juga sudah tumbuh menjadi bagian dari ekonomi kreatif.
Bahkan, aktivitas jasa event upacara adat pengantin mampu membentuk jaringan industri tersendiri yang bisa mewadahi berbagai elemen bidang dan jenis sangat beragam dan luas, yang isinya berkarakter mulai dari yang benar-benar klasik tradisional, punya aturan adat baku, hingga yang paling modern dan memiliki nilai universal tak terbatas.
Dalam posisi seperti yang tampak di milenimum dua dan di usia 78 tahun masyarakat adat tidak lagi punya kedaulatan secara politik, administratif kewilayahan, ekonomi bahkan “nyaris” tidak punya kedaulatan di bidang budaya itulah, Kraton Mataram Surakarta melahirkan Sanggar Pawiyatan Tata-Busana & Paes Penganten Gaya Surakarta.
Sanggar Pawiyatan Tata-Busana & Paes Penganten Gaya Surakarta “seakan-akan baru tampil” di saat situasi dan kondisi warga peradaban secara luas sedang “kritis-kritisnya” karena nyaris kehilangan pedoman dan panduan yang sangat mendasar dari budaya Jawa, yang di dalamnya terkandung tata-nilai yang sangat bermanfaat bagi kehidupan warga peradaban ini.
Tata-nilai dari dalam budaya Jawa sudah nyaris hilang dan cirikhas dan identitas kehidupan warga peradaban secara luas, karena nilai-nilai fundamental yang ada dari sebuah peristiwa dan prosesi upacara adat perkawinan telah berubah, banyak yang hilang dan banyak yang berganti bentuk-bentuk citra visual yang tidak bermakna, bahkan tidak punya nilai.
Memang benar, seperti sering dilukiskan dalam terminologi pengetahuan praktis apa saja, siklus kehidupan manusia itu diawali dengan kelahiran, tumbuh dewasa dan berpasangan untuk berkembang, lalu memasuki tahap masa tua menyambut kematian. Dalam dunia seni pedalangan, sering dilukiskan dalam lakon-lakon yang bertema “Banjaran”.
Dalam berbagai ajaran teologis dan budaya, lukisan siklus kehidupan manusia mungkin sangat bervariasi titik sentralnya. Tetapi dalam peradaban/budaya Jawa, titik sentral kehidupan manusia sebenarnya terletak pada peristiwa ritual atau upacara adat perkawinan, karena di dalamnya ada proses panjang yang perlu “disesuaikan”, “dikawinkan” dan “diselaraskan”.
Dengan memahami perlunya proses “persesuaian”, “penyelasan” (akselerasi) dan proses “pertemuan” atau perkawinan pasangan, maka tidak salah dan wajar sekali, peristiwa pernikahan yang dirangkai dan dikreasi menyesuaikan prosesnya dalam wujud upacara adat perkawinan (gaya Surakarta), bisa berkembang menjadi sebuah kegiatan yang bernilai ekonomis tinggi.
Oleh sebab itu, sangat beruntung dan tepat apabila Sanggar Pawiyatan Tata-Busana & Paes Penganten Gaya Surakarta tampil ke permukaan. Karena, masyarakat peradaban secara luas sangat butuh panduan dan pedoman dengan tata-nilai yang sangat berguna bagi kehidupan secara nyata, bukan gambaran yang ada di angan-angan atau awang-awang.
Melihat betapa pentingnya tata-nilai dalam budaya Jawa yang tertuang dalam proses upacara adat perkawinan gaya Surakarta, maka peristiwa wisuda lulusan sanggar pawiyatan tata-busana dan paes yang digelar Yayasan Pawiyatan Sanggar Kabudayan dan pamong sanggar di Hotel Kusuma Sahid, Selasa (16/1), menjadi salah satu upaya terobosan yang penting dan perlu.
Salau dari sisi kemunculan lembaga sanggarnya sudah sedikit terlambat dari perubahan zaman yang sudah sempat “merusak” budaya dan adat, tetapi gelar upacara wisuda yang disertai demo peragaan salah satu tatacara adat pengantin dan seminar sebagai ruang pembahasannya, tentu menjadi salah satu cara yang tepat untuk mengejar keterlambatan itu.
Dan diskusi yang berlangsung pada seminar yang sudah kali ketiga digelar sanggar itu, tampak sekali ada semangat yang sama antara para peserta sebagai representasi warga peradaban dan lembaga sanggar serta lembaga kraton sebagai sumber budaya Jawa, untuk berdialog, “take and give” kejelasan, sosialisasi pedoman baku serta tata-nilainya. (Won Poerwono-bersambung/i1).