Menjadi “Renungan” dan Teladan untuk “Setya Tuhu” Terhadap Budaya Jawa dan Sumber Asalnya
PACITAN, iMNews.id – Abdi-dalem warga Pakasa Cabang Kabupaten Pacitan yang juga dikenal dengan cabang “Bhumi Wengker”, menggelar acara pertemuan silaturahmi halal-bihalal dalam suasana perayaan Idhul Fitri, 1 Syawal Jimawal 1957/1445 Hijriyah ini di kediaman salah seorang warganya, RT Sapto Riyadi Adipuro, Sabtu siang (20/4) kemarin.
Acara yang dihadiri 20 warga yang sebagian merangkap pengurus cabang setempat, antara lain diisi penyerahan “partisara kekancingan” kepada warga cabang yang telah diwisuda di Kraton Mataram Surakarta, Februari lalu. “Partisara kekancingan” itu diserahkan KRT Samsul Hadi Dwijonagoro selaku Sekretaris cabang.
Dalam kesempatan itu, KRAT Heru Arif Pianto Widyonagoro selaku Ketua Pakasa Cabang “Bhumi Wengker” dalam sambutannya menandaskan soal makna gelar, kepangkatan dan sesebutan yang diberikan kraton kepada para abdi-dalem, termasuk anggota Pakasa Cabang Pacitan. Menurutnya, “kekancingan” itu diberikan dengan sebuah konsekuensi.
“Kekancingan yang kita terima adalah bentuk kepercayaan kraton kepada kita sebagai warga yang cina dan setya-tuhu terhadap budaya Jawa. Kekancingan itu juga mengamanatkan kepada kita untuk semakin setya-tuhu melestarikan budaya Jawa dan kraton sebagai sumbernya. Kekancingan itu bermakna ‘asma kinarya japa,” tandas KRAT Heru Arif.
Dalam acara halal-bihalal itu, sebelum “partisara kekancingan” diserahkan, dilakukan ikrar sumpah “prasetya” bagi semua ab-dalem warga Pakasa Pacitan terhadap keberadaan dan kelangsungan Kraton mataram Surakarta serta lestarinya budaya Jawa. Kekancingan sebagai “asma kinarya japa” yang tidak lain adalah sebuah doa dan harapan yang sakral.
Beberapa hal yang disampaikan Ketua Pakasa cabang, juga Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Pacitan itu, diharapkan menjadi renungan dan selalu diwujudkan setiap warga Pakasa sebagai suri-teladan di lingkungannya, agar bermanfaat bagi bagi kraton, pelestarian budaya dan kehidupan peradaban secara luas yang lebih baik.
Sementara itu, dari data-data yang diperoleh iMNews.id menyebutkan, para “abdi-dalem” yang sudah menjalani wisuda yang digelar jajaran “Bebadan Kabinet 2004”, terutama di lingkungan Kraton Mataram Surakarta dalam beberapa waktu terakhir, tidak bisa sekaligus atau secara langsung menerima “partisara kekancingannya” seperti sebelumnya.
Itu disebabkan, selain karena jumlah abdi-dalem yang diwisuda melebihi kapasitas misalnya di atas 150 orang tiap kali berlangsung upacara wisuda, juga karena ada proses tambahan yang pada prinsipnya merupakan bentuk kehati-hatian untuk meningkatkan kualitas hasil seleksi pemohon, maupun proses produksi partisara kekancingannya. (won-i1).