Pangarsa Punjer Memberi Sinyal, Putra Mahkota Akan Tampil Menggantikannya
IMNEWS.ID – PAKASA “new reborn” kini semakin berdinamika, yang salah satunya karena begitu besarnya animo masyarakat adat dan dari luar itu yang ingin bergabung ke dalamnya. Kesadaran terhadap realitas menjadi keturunan “wong Jawa” dan kesadaran menjadi “wong Jawa” yang lengkap, ganep dan tuntas semakin meningkatkan animo untuk bergabung ke dalamnya.
Adanya kesadaran bersama yang berpengaruh terhadap animo masuk ke dalam Pakasa, itu jelas menunjukkan dinamika yang semakin meningkat dan trend-nya meninggi. Realitas ini merupakan pergerakan ke arah positif dan tepat, yang salah satunya bisa menjadi modal memperbaiki kehidupan dan peradaban, termasuk di lingkungan pemerintahan berbagai tingkatan.
Realitas dinamika itu tentu akan berpengaruh atau perlu disikapi para pamong pengurus Pakasa di berbagai tingkatan, yang bisa beriringan dengan kerja konsolidasi ke internal organisasi, guna mengakomodasi segala kebutuhan dan perkembangan yang terjadi. Dalam rangka inilah, sangat mungkin menjadi salah satu alasan Pangarsa Pakasa Punjer melempar sebuah sinyal.
Sinyal tentang akan terjadinya alih kepemimpinan Pakasa Punjer itu, dilontarkan KPH Edy Wirabhumi dalam pidato sambutannya pada puncak acara peringatan Hari Jadi ke-92 Pakasa, di depan para pengurus Pakasa cabang dan keluarga besar masyarakat adat Kraton Mataram Surakarta yang hadir di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, Minggu siang (26/11) itu.
“Biar nanti Kanjeng Gusti (KGPH) Hangabehi yang jalan-jalan berkunjung di cabang-cabang Pakasa. Selain memperkenalkan diri, biar akrab kalau suatu saat setelah itu menggantikan saya sebagai Pangarsa Pakasa Punjer. Saya harus berkonsentrasi mengurus MAKN. Karena, MAKN juga butuh konsentrasi,” begitu kira-kira ungkapan KPH Edy Wirabhumi.
Sampai lebih seminggu setelah pernyataan itu dilontarkan pada momentum Hari Jari ke-92 Pakasa di tahun 2023 ini, memang belum ada pernyataan lanjutan sedikitpun, baik dari KPH Edy Wirabhumi selaku Pangarsa Punjer maupun para pimpinan pengurus Pakasa cabang di berbagai daerah.
Begitu juga, figur tokoh yang namanya disinggung bakal menjadi pengganti Pangarsa Pakasa Punjer, hingga kini juga belum berkomentar atau menjawab setelah dimintai konfirmasi iMNews.id melalui nomer WA-nya, sehari setelah peristiwa peringatan Hari Jadi ke-92 Pakasa itu atau pernyataan resmi dari putra mahkota KGPH Hangabehi.
Namun, GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pengageng Sasana Wilapa yang juga Pangarsa Lembaga Dewan Adat yang bertemu iMNews.id saat ritual “ngisis wayang” weton Selasa Kliwon (5/12) atau Anggara Kasih, membenarkan adanya rencana regenerasi di tubuh Pakasa dengan pergantian figur Pangarsa Punjer-nya, antara KPH Edy Wirabhumi kepada KGPH Hangabehi.
“Ya, memang sudah waktunya Kangjeng Gusti (KGPH) Hangabehi mulai menggantikan posisi-posisi penting di kraton. Biar sambil berlatih memimpin, sambil menata organisasi Pakasa cabang. Soal kapan waktu pergantiannya, pelan-pelan saja, sambil berjalan. Kalangan generasi muda sudah waktunya menggantikan kami-kami ini yang sudah mulai berumur” sebut Gusti Moeng.
Tak banyak penjelasan yang disampaikan GKR Wandansari Koes Moertiyah yang akrab disapa Gusti Moeng itu, karena pada weton Anggara Kasih siang itu, dirinya segera bergeser dari tempat “ngisis wayang” di “gedhong” Sasana Handrawina ke Pendapa Sasana Sewaka. Di pendapa yang bersebelahan itu, dia harus memimpin “gladen” tari Bedaya Ketawang.
Sinyal akan adanya pergantian figur pemimpin Pakasa di Punjer atau Pusat yang berada di Kraton Mataram Surakarta itu, seakan semakin menandaskan berlangsungnya proses regenerasi atau alih kepemimpinan yang sudah berjalan di kraton, dan kini akan terjadi di organisasi Pakasa, sebagai salah satu elemen penting di bawah Lembaga Dewan Adat.
Proses alih kepemimpinan di tubuh pengurus Pakasa Punjer itu justru bisa menjadi motor penggerak percepatan dan penyempurnaan proses regenerasi di tubuh Pakasa “new reborn”. Percepatannya sangat diharapkan untuk mengakomodasi semakin besarnya animo masyarakat adat yang ingin bergabung.
Penyempurnaan organisasi akan semakin menjadi kebutuhan Pakasa itu sendiri di satu sisi, karena organisasi ini diharapkan bisa semakin berkembang menjadi ideal, lengkap dengan organ-organ sesuai kebutuhan sebagai organisasi yang berkecimpung di dalam bidang budaya Jawa, yang mencakup pengembangan dan upaya pelestariannya.
Di sisi lain, pengembangan dan penyempurnaan organisasi yang pernah menjadi representasi para kawula sebelum dan sesudah 1945, diharapkan akan semakin eksis setelah Pakasa mengalami “new reborn”, dan akan semakin dibutuhkan sebagai daya dukung penting eksistensi Kraton Mataram Surakarta kini dan di masa depan.
Dengan sinyalemen yang dilempar KPH Edy Wirabhumi itu, bisa dimaknai roda proses regenerasi di kraton makin kelihatan bergerak di semua organ-organ yang menjadi elemen legitimasinya, seakan serentak dan seirama. Pergerakan positif ini sangat penting dan strategis, untuk menyambut masa depan yang perlu dipersiapkan sebaik mungkin demi satu misi penting.
Misi penting itu adalah, menjamin kelangsungan Kraton Mataram Surakarta dan lestarinya budaya Jawa yang bersumber dari kraton, sebagai modal untuk merawat peradaban dan penyeimbang kehidupan global funia. Oleh sebab itu, di lingkup Nusantara sendiri tidak boleh “njomplang”, akibat unsur kebhinekaan dan ketahanan budaya nasional sedang terganggu.
Gangguan terhadap “equilibrium” atau keseimbangan suasana kehidupan di Tanah Air sudah terasa dan terbukti banyak kerugiannya, jika berkaca pada beberapa peristiwa, misalnya di sekitar Pilkada dan Pemilu dalam satu atau dua dekade terakhir. Pada saat itu, begitu terasa kebutuhan elemen penyeimbang kehidupan yang disebut budaya.
Keseimbangan yang secara nasional terasa sekali sedang terganggu, karena pusat-pusat potensi budaya yang tersebar di lingkungan kraton/kesultanan/kedatuan/pelingsir adat di Nusantara ini sedang “tidak berdaya”, kalau tidak boleh dikatakan “sedang dikesampingkan” peran/potensi keberdayaannya.
Padahal, peran dan potensi keberdayaan pusat-pusat kebudayaan yang sangat bhineka di Nusantara ini, sebelumnya sudah terbukti menjadi kekuatan sekaligus ketahanan budaya nasional, bahkan menjadi cirikhas kebesaran bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote.
Melihat pentingnya keseimbangan suasana kehidupan berbangsa yang harus menunjung tinggi kebhinekaan dan ketahanan budaya nasional, Pakasa menjadi salah satu agen potensial yang bisa menghimpun, mewadahi dan mengelola peran warganya dan pengaruh edukasi organisasinya di wilayah sebaran budaya Jawa.
Bagi internal masyarakat adat Kraton Mataram Surakarta, sinyalemen Pakasa itu seakan menggenapi proses regenerasi yang sudah berjalan di beberapa organ lain baik di “Bebadan Kabinet 2004” maupun di luar itu. Tampilnya GKR Timoer sebagai Pangarsa Punjer Putri Narpa Wandawa dan GRAy Devi sebagai Pengageng Museum Kraton Mataram Surakarta, sudah mengawali proses itu.
Tampilnya KRMH Bimo Djoyo Adilogo yang dilantik sebagai Bupati Juru Kunci Makam Imogiri dan beberapa makam di dekatnya, adalah bukti proses regenerasi yang sudah dimulai pada elemen-elemen di luar “Bebadan Kabinet 2004”. Berikut, sang putra mahkota yang sudah mulai banyak mendapat tugas di sejumlah upacara adat di dalam dan di luar kraton, menjadi pertanda baik.
Artinya, tanda-tanda persiapan alih kepemimpinan dari generasi putra/putri-dalem Sinuhun PB XII ke generasi wayah-dalem atau generasi ketiga Sinuhun PB XII semakin tampak melaju kencang. Itu juga bisa dimaknai sebagai bagian dari proses akan tampilnya para pemimpin di Kraton Mataram Surakarta, untuk menyambut masa depan, menjaga kelangsungannya.
Dalam proses itu, Pakasa punya posisi strategis dan peran penting yang bisa mendukung kelancarannya, baik di lingkungan internal maupun eksternal kraton. Oleh sebab itu, Pakasa harus dipimpin tokoh yang punya kapasitas dan asal-usul adat secara jelas, seperti BRM Singgih, wayah-dalem PB IX yang memimpin Pakasa sebagai ketua pertama, di tahun 1931. (Won Poerwono-habis/i1).