Pakasa, Jalur Rasional Pengabdian di Bidang Budaya yang Realistik dan Non-Politik (seri 2-bersambung)

  • Post author:
  • Post published:November 30, 2023
  • Post category:Budaya
  • Reading time:11 mins read
You are currently viewing Pakasa, Jalur Rasional Pengabdian di Bidang Budaya yang Realistik dan Non-Politik (seri 2-bersambung)
POTENSI BUDAYA : Kali pertama hari jadi Pakasa diperingati genap 90 tahun pada 2021, membuka pintu potensi seni budaya di berbagai daerah sebaran budaya Jawa untuk berekspresi dalam kirab budaya. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Jauh-jauh Hari, Pangarsa Punjer Sudah Menegaskan Arah Tujuan Paguyuban

IMNEWS.ID – MEMANG tidak ada statemen resmi dari pengurus Pakasa Punjer tentang alasan penyelenggaraan peringatan sekaligus perayaan Hari Jadi 92 Tahun Pakasa yang dilakukan di tahun ketiga pada 2023 ini, sangat beda jauh dibanding yang digelar dua tahun berturut-turut yaitu tahun 2022 dan tahun 2021 sebagai kali pertama memperingati kelahirannya.

Bahasa yang sederhana adalah “penyederhanaan”, yang faktanya memang sangat kelihatan dari durasi waktu penyelenggaraannya yang semula digelar selama seminggu sekitar tanggal 29 November pada peringatan 2021, “membesar” dan “melebar” daya tampungnya hingga nyaris sebulan di tahun 2022, tetapi menjadi sehari saja di tahun 2023 ini.

Keputusan digelar menjadi hanya “sehari saja” pada Minggu, 26 November itu, sebenarnya hasil penyederhanaan dari rencana semula yang akan digelar pada 25-26 November. Sedangkan tepat di hari kelahiran Pakasa, 29 November, diputuskan untuk diserahkan pada “kawicaksanan” para pengurus Pakasa cabang untuk menggelar doa wilujengan peringatannya.

Walau tidak ada statemen resmi berkait dengan penyederhanaan yang sampai “hanya sehari saja” peringatan Hari Jadi 92 tahun Pakasa tahun 2023 ini, tetapi pada peringatan hari jadi 91 tahun 2022 sudah sempat diisyaratkan Pangarsa Pakasa Punjer. KPH Edy Wirabhumi (Pangarsa) menandaskan beberapa hal penting kepada iMNews.id.

SUASANA “PERJUANGAN ” : Walau berada di luar dalam suasana “perjuangan”, tetapi jajaran “Bebadan Kabinet 2004” bersama elemen Pakasa masih bisa berekrpresi menggelar peringatan hari jadi Pakasa kali pertama di usia 90 tahun yang sangat meriah pada tahun 2021 lalu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Salah satu hal penting itu adalah kebijakan yang muncul dari berbagai pertimbangan penyelenggaraan hari jadi Pakasa, karena di akhir tahun 2022 itu sudah mendekati dengan tahun politik 2024 yang tak lama lagi akan dijelang seluruh bangsa Indonesia. Di tahun itu, sudah mulai terdengar suara dukung-mendukung kepada tokoh-tokoh tertentu yang dimunculkan sebagai “capres”.

Oleh sebab itu, kalaulah pada Hari Jadi Pakasa Tahun 2023 ini ada statemen resmi dari pihak penyelenggara, tentu tidak akan jauh bahkan fokus pada sinyalemen awal tentang semakin dekatnya waktu pelaksanaan Pilpres dan Pileg 2024. Meskipun, ada alasan lain yang lebih rasional sebagai pertimbangannya, yaitu kondisi ekonomi yang belum pulih betul akibat pandemi.

Setain karena tahun politik sudah sangat dekat ditandai dengan waktu kampanye sudah dimulai serta kemampuan secara ekonomis pihak penyelenggara dan kalangan Pakasa cabang sebagai pesertanya, satu alasan lagi yang lebih rasional tentu harus dipahami dan dimaklumi. Yaitu, soal arah tujuan organisasi Pakasa yang hanya menjadi wadah pelestarian seni budaya Jawa dan kraton.

Alasan terakhir itu justru yang paling fundamental untuk dipahami, dijaga marwahnya dan diupayakan tetap bersih dari kegiatan atau anasir-anasir politik. Karena, Pakasa yang lahir sebagai ormasnya para abdi-dalem atau wadah para “kawula” di tahun 1931 itu, ternyata pernah “berkenalan” dengan Partai Indonesia Raya (Parindra) saat ketuanya dijabat Wuryaningrat, Pepatih-dalem.

MULAI BERKURANG : Volume harus mulai berkurang pada peringatan hari jadi Pakasa yang ke-91 pada tahun 2022 lalu. Meskipun, kirab budaya yang digelar dari jalan depan Kadipaten Mangkunegaran, tetapi tetap menampilkan kebesaran Mataram Surakarta dan budaya Jawa. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Sinuhun PB X mendirikan Pakasa sebagai bentuk kesadaran bahwa elemen kawula punya hak berserikat dengan wadah ormas itu. Tetapi, situasi sosial politik menjelang 1945, bisa merubah banyak hal. Termasuk membawa Pakasa ‘berkenalan’ dengan Parindra, saat Wuryaningrat (Pepatih-dalem) menjadi ketuanya,” ujar Dr Purwadi yang dimintai konfirmasi iMNews.id, tadi pagi.

Peneliti sejarah dari Lokantara Pusat di Jogja yang sekaligus menjadi ketuanya itu, juga mengaku telah melakukan kajian secara khusus terhadap peran organisasi Pakasa pada zaman sebelum atau menjelang kemerdekaan RI 1945. Sejak kelahirannya pada 29 November 1931, Ketua (Pangarsa) Pakasa yang pertama dipercayakan kepada BRM Singgih, yang masih wayah-dalem Sinuhun PB IX.

Sejak awal kelahirannya, Pakasa dinilai tidak lebih dari kelembagaan para kawula yang ingin mendharmabhaktikan kehidupannya sebagai “sutresna” dan pelestari budaya Jawa yang bersumber dari Kraton Mataram Surakarta. Tetapi menurut Dr Purwadi, saat ketuanya dijabat Wuryaningrat, Pakasa mengalamai zaman keemasan (1933-1938), tetapi dinamika sosial politik semakin tajam.

Melengkapi ilustrasi ini, Dr Purwadi menyebut Wuryaningrat juga menjadi Ketua Boedi Oetama (Budi Utomo-Red) yang pertama, yang langsung atau tidak langsung membawa Pakasa “berkenalan” dengan pergerakan nasional. Dengan demikian, Pakasa juga “berkenalan” dengan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), karena Wuryaningrat ada di situ.  

BUSANA KEBESARAN : Para Ketua Pakasa cabang dan beberapa tokoh sentana yang mengenakan busana kebesaran para pejabat di masa Mataram Surakarta sebelum 1945, tetap mengesankan kebesaran budaya Jawa dan Kraton Mataram Surakarta. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Buku berjudul “Kraton Surakarta; Gerakan Anti Swapraja” yang ditulis Dr Julianto Ibrahim (FIB UGM), terang-terangan menyebut organisasi Pakasa yang singkatannya ditulis “PKS”, telah terlibat dalam aktivitas politik yang bisa dipersepsikan negatif karena terkesan menjadi “lawan politik” Pakempalan Kawoelo Mangkoenegaran (PKMN) yang lahir di tahun 1933.

Istilah “lawan politik” itu terlahir bagi keduanya ketika Kraton Mataram Surakarta dan “Kadipaten” Mangkunegaran berada di posisi berhadapan dengan Belanda dan pergaulan keduanya dengan organisasi pergerakan sejak pra hingga pasca-NKRI lahir. Oleh sebab itu, pengalaman Pakasa yang “kurang manis” seperti ini, hendak dibuang jauh-jauh sejak dipimpin KPH Edy Wirabhumi.

Dengan latar-belakang kisah perjalanan organisasi Pakasa seperti itu, maka sudah benar dan sudah tepat bahkan bijak, apabila sejak awal secara definitif memimpin pengurus pusat Pakasa, KPH Edy Wirabhumi benar-benar menandaskan bahwa Pakasa hanya sebagai organisasi wadah para kawula atau abdi-dalem sutresna budaya Jawa yang bersumber dari Kraton Mataram Surakarta.

Tak hanya Pangarsa Pakasa Punjer, Gusti Moeng selaku Pangarsa Lembaga Dewan Adat yang mewadahi semua elemen masyarakat adat kraton termasuk Pakasa, selalu menandaskan bahwa Pakasa adalah wadah para “sutresna” budaya yang hanya berkecimpung dalam bidang pelestarian budaya Jawa untuk kelangsungan Kraton Mataram Surakarta.

SEMAKIN BERSINAR : Walau dibatasi menjadi sehari saja, peringatan hari jadi Pakasa tahun 2023 yang tepat di usia 92 tahun, sajian kirab budaya dan berbagai kegiatan pemeriahnya justru semakin bersinar sebagai potensi seni budaya yang pernah menjadi keagungan Mataram Surakarta dan budaya Jawa di masa silam. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Beberapa penegasan di atas, seakan menjadi jaminan dan harapan bahwa Pakasa dan para pemimpinnya untuk tetap konsisten membawa Pakasa sebagai organisasi para “sutresna” pada pelestarian budaya Jawa demi kelangsungan Kraton Mataram Surakarta. Bersamaan itu juga ditandaskan, Pakasa adalah organisasi non-politik, meskipun di luar Pakasa, warganya bebas “berpolitik”.

Hal terakhir ini sepertinya menjadi salah satu alasan yang paling rasional yang bisa menjawab alasan penyederhanaan peringatan dan perayaan hari jadi 92 Tahun Pakasa di tahun ini, di satu sisi. Di sisi lain, peringatan dan perayaan hari jadi Pakasa bukan merupakan kalender adat, meskipun tatacaranya dilakukan sesuai kaidah-kaidah yang dimiliki masyarakat adat itu.

Karena batas-batas “wilayah” sudah jelas dan ciri-ciri khas peradaban manusianya juga sudah jelas, maka pemandangan yang tampak pada peringatan dan perayaan hari Jadi Pakasa yang tiga kali ini diperingati pada ultahnya ke-92, jelas tidak jauh dari gaya dan tatacara masyarakat adat ketika menjalankan upacara adat di kraton, penuh etika, estetika dan religius.

Terlebih, organisasi Pakasa terlahir dari tengah-tengah masyarakat adat ketika Sinuhun PB X jumeneng nata (1893-939). Sedangkan warga abdi-dalem yang menjadi anggota Pakasa cabang yang tersebar di berbagai daerah lintas provinsi, adalah masyarakat adat yang sebagian besar sudah menjadi abdi-dalem dengan kekancingan gelar kekerabatan yang diterimanya.

NYARIS TERLUPAKAN : Eksistensi “Bregada Prajurit Singanagara” yang militan dan “sakti mandraguna” sebagai pengawal Sinuhun Paku Buwana II saat berada di Kabupaten Ponorogo, ditampilkan kembali di peringatan hari jadi Pakasa tahun 2023 ini. Fakta sejarah ini nyaris terlupakan, karena terkubur lama oleh perubahan zaman. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Kini, semuanya sudah jelas, terutama yang menyangkut asal-usul, semangat keberadaannya kini dan tujuan ke depan organisasi Pakasa yang sangat ideal, bahkan kini sangat dibutuhkan sebagai benteng ketahanan budaya nasional. Oleh KPH Edy Wirabhumi selaku Ketua Umum Majlis Adat Kraton Nusantara (MAKN), semangat seperti itulah yang akan ditularkan pada semua anggota MAKN.

Melihat pengalaman sampai kali ketiga peringatan hari jadi Pakasa di tahun 2023 ini, mungkin hanya soal desain konsep dan kemasan peringatan dan perayaannya yang perlu terus diupayakan sampai didapat format yang ideal. Meskipun, apa saja termasuk Pakasa sebagai kebutuhan Mataram Surakarta di tahun 1931 itu, pasti akan dinamis menyesuaikan proses “Nut jaman kelakone”.

Walau begitu banyak tantangan, tetapi sajian berbagai kegiatan peringatan Hari Jadi 92 Tahun Pakasa yang digelar sehari saja, Minggu (26/11), tetap memberi kesan sukses, lancar dan semakin memberi banyak manfaat bagi publik secara luas. Selain edukasi mengenai ikhwal organisasi Pakasa itu sendiri, manfaat yang berkait dengan ekspresi seni budaya jauh sangat menarik.

Acara yang digelar mulai dari kirab budaya yang menampilkan keragaman subkultur Jawa yang khas dari berbagai daerah yang menjadi wilayah cabang Pakasa, tentu menjadi catatan tersendiri. Karena, selain keragaman seni budaya yang ditampilkan sejumlah cabang Pakasa, tentu akan menjadi aspek potensial di berbagai bidang, baik pariwisata, ekonomi dan sebagainya. (Won Poerwono-bersambung/i1).