Dengan Biaya Swadaya, Bersukacita Peringati Hari Jadi Organisasi Karya Sinuhun PB X
SURAKARTA, iMNews.id – Untuk kesekian kalinya, keluarga besar masyarakat adat Kraton Mataram Surakarta secara swadaya dan mandiri menggelar acara peringatan Hari Jadi 92 Tahun Pakasa, yang mengumpulkan ribuan orang terutama warga Pakasa cabang yang tersebar di berbagai daerah lintas provinsi, dalam sehari, Minggu (26/11) dari pagi tadi hingga malam ini.
Peristiwa budaya yang luar biasa ini, sudah kesekian kali terjadi, untuk membuktikan bahwa tanpa pengaruh “kekuasaan”, tanpa perintah atasan atau hirarki kedinasan, ribuan orang dari berbagai daerah lintas provinsi bisa berkumpul. Mereka mandiri berswadaya, untuk bersilaturahmi merayakan ultah organisasi Pakasa yang dibentuk Sinuhun PB X pada 29 November 1931 itu.
“Ini murni biaya sendiri lo mas. Kami tidak minta-minta sumbangan/dukungan dari pihak lain atau APBD kedinasan di pemerintah daerah. Ini benar-benar swadaya dan mandiri dibiayai warga Pakasa cabang sendiri. Kami datang dengan 408 orang untuk Pakasa Cabang Kudus, ditambah beberapa dari Pakasa cabang Pati yang ingin berangkat bareng,” jelas KRA Panembahan Didik Gilingwesi.
KRA Panembahan Didik Gilingwesi Hadinagoro adalah (Plt) Ketua Pakasa Cabang Pati yang baru sekitar setahun menjalankan tugas memimpin Pakasa Kudus, tetapi beberapa tahun sebelum ditetapkan sebagai “Pelaksana Tugas” (Plt), tokoh dari “Lembah Pedangkungan” Kabupaten Kudus ini sudah aktif hadir hampir di setiap ada kupacara adat di kraton.
Dia bersama rombongannya dijumpai iMNews.id di sambil berjalan megikuti barisan kirab budaya peringatan Hari Jadi 92 Tahun Pakasa yang digelar sebagai agenda paling awal, yang dimulai pukul 07.00 WIB pagi tadi. Dalam barisan kirab itu, juga tampak Ketua Pakasa Cabang KRA Bambang S Adiningrat memimpin Bregada Prajurit Nguntara Praja dan Korsik Drumband Sura Praja.
Sejumlah tokoh pengurus terutama ketua Pakasa cabang dari sejumlah daerah juga terlihat di barisan kirab, memimpin pasukannya yang terdiri dari warga Pakasa dan beberapa jenis kesenian yang dibawanya, terutama reog khas Ponorogo bersama sejumlah penari Jathilan yang cantik dan kesenian Rampak Barong Pegon khas Kabupaten Trenggalek.
Walau tempat berkumpul di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa saat berdatangan di Surakarta sejak Minggu dinihari tadi, tetapi start barisan kirab budaya diawali dari topengan Kori Kamandungan. Di tempat ini, semua pengurus Pakasa cabang kehadirannya kepada Pangarsa Pakasa Punjer (KPH Edy Wirabhumi) dan Pangarsa Lembaga Dewan Adat (GKR Wandansari Koes Moertiyah).
Usai laporan kekuatan kontingan yang dibawa masing-masing pengurus cabang, ganti KRMH Bimo Djoyo Adilogo selaku “Manggala” kirab melaporkan kesiapan semua peserta untuk menjalankan tugas kirab. Kata pamitan untuk memimpin kirab, lalu disambut dengan drumband prajurit Tamtama sebagai tanda penghormatan.
Dengan aba-aba Manggala kirab yang diteruskan dengan aba-aba KRAT Alex Pradnjono Reksoyudo selaku Manggalasemua Bregada Prajurit Kraton Mataram Surakarta, barisan kirab mulai berjalan. Satu-persatu kontingen peserta yang membawa banner spanduk berisi identitas cabang Pakasa, keluar dari Kori Brajanala Lor untuk berjalan menyusuri Jalan Supit Urang Kulon.
Dua unit Korsik Drumband dari Bregada Prajurit Tamtama Kraton Mataram Surakarta dan Korsik Drumband Prajurit Sura Praja, terdengar bersahut-sahutan menyanyikan instrumen lagu khas pengiring barisan prajurit kraton. Sesekali, juga disela dengan sajian lagu “Kutha Sala” yang diaransemen dengan peralatan tiup dan perkusi cukup lengkap, yang menjadi ciri marching band.
Walau perjalanan melalui Jalan Supit-Urang, tetapi tiba di ujung tikungan menuju Pasar Klewer, barisan kirab masuk ke halaman Pendapa Pagelaran lalu belok kiri menuju jalan yang membelah Alun-alon Lor. Barisan kirab yang diiringi gamelan 10 unit reog, seni Rampak Barong Pegon serta dua unit drumband begitu riuh, mengundang perhatian warga yang sedang santai di arena CFD.
Kirab budaya yang diberangkatkan pagi dengan rute halaman Kamandungan-Jalan Paku Buwana, Jalan Jend Soedirman dan kembali ke kraton, tentu menjadi tontonan dan hiburan gratis warga masyarakat “Kota Pujangga” yang sedang menikmati suasana santai di kawasan Car Free Day (CFD), yang digelar rutin antara pukul 06.00-09.00 WIB.
Walau hanya melewati sisi timur kawasan CFD, kirab budaya Hari Jadi 92 Tahun Pakasa menjadi hiburan gratis yang mengundang perhatian publik penikmat CFD, bahkan banyak yang memanfaatkan perjalanan barisan dengan kecepatan sangat rendah itu, untuk berselfi dan berfoto bersama para peserta kirab, misalnya prajurit yang berkostum.
Pemkot Surakarta mungkin hanya bisa menggelar pentas berskala festival untuk mengundang para pesertanya dari luar kota, asal ada anggarannya atau dengan menggunakan sedikit pengaruh “kekuasaannya”. Tetapi, mustahil bisa terwujud apabila mengandalkan para pesertanya untuk datang secara sukarela dengan biaya swadaya seperti yang terjadi di event Hari Jadi Pakasa di kraton.
Hanya dalam waktu sekitar sejam, seluruh rangkaian kirab budaya selesai sekitar pukul 09.00 WIB, dan acara berlanjut dengan pentas seni sesi satu yang digelar di halaman Pendapa Pagaleran Sasana Sumewa. Selama pentas seni sesi pertama berlangsung, di Bangsal Kasentanan dilangsungkan wisuda terhadap 25 kerabat sentana yang menerima kenaikan gelar sesebutan.
Pentas seni sesi pertama yang digelar di depan baliho yang menjadi background panggung kesenian di halaman Pendapa Pagelaran, berturut-turut tampil beberapa kesenian yang dibawa beberapa pengurus Pakasa cabang. Di antaranya, display 6 unit reog (Ngawi, Karanganyar dan Magetan), sajian tari “Jathilan Cantik” (Ponorogo) dan tari “Klenthing Ngangsu” (Pakasa Klaten).
Pakasa Cabang Kebumen yang lebih sering tampak saat berlangsung peringatan hari jadi Pakasa, siang tadi menyajikan sebuah tari berlatarbelakang siasat kostum China dengan penari tunggal, tetapi Pakasa Cabang Boyolali menyajikan tarian khas yang meriah yaitu “Topeng Ireng” yang selalu terdengar gemerincing lonceng di kaki masing-masin gpenarinya.
Karena pentas seni sesi pertama dibatasi pukul 13.00 WIB, sajian tari Jaranan Turangga Yaksa dari Pakasa Cabang Trenggalek tertunda di sesi kedua. Waktu sela itu diisi upacara hari jadi yang diawali menyanyikan lagu Indonesia Raya, lalu sambutan KPH Edy Wirabhumi selaku Pangarsa Pakasa Punjer dan Gusti Moeng selaku Pangarsa Lembaga Dewan Adat.
Dalam sambutannya, KPH Edy melukiskan perjalanan organisasi Pakasa dan situasi serta kondisi bangsa ini secara umum, hingga menyinggung rencananya untuk menyerahkan jabatan Pangarsa Pakasa Punjer kepada putra mahkota KGPH Hangabehi. Karena dirinya, sudah sangat sibuk dengan berbagai tugas, termasuk sebagai Ketua Umum Majlis Agat Kraton Nusantara (MAKN).
Sedangkan Gusti Moeng, dengan tandas mengingatkan kepada para abdi-dalem yang ada di berbagai elemen khususnya Pakasa cabang, agar jangan menjadi abdi-dalem yang harus tampil dengan segala “sensasi” saat mengikuti upacara wisuda dengan menerima kekancingan berisi gelar kekerabatan saja.
“Tetapi, apa yang menjadi gawa-gawe itu konsekuensi yang lebih penting dari peristiwa diwisuda. Coba saya bertanya, kalau kraton ingin tetap terpelihara, selalu bersih dan bisa berumur panjang, apakah penjenengan semua mau bekerjabhakti di kraton? Itu salah satu bentuk gawa-gawe yang saya maksud. Karena menjadi abdi-dalem, tugas dan kewajibannya antara lain itu.”
Pertanyaan Gusti Moeng atau GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat itu, langsung dijawab serentak dengan koor “mau…..”. Perihal merawat kraton yang salah satunya bisa dikerjakan dengan gerakan kerjabhakti dengan dukungan kalangan Pakasa Cabang, sudah banyak dilakukan dalam beberapa gelombang sejak Januari 2023.
Gerakan kerjabhakti yang dimaksud Gusti Moeng, sangat perlu rutin terus dilakukan, mengingat kraton mengalami kerusakan lebih parah selama ditutup secara sepihak lebih lima tahun sejak ada peristiwa “insiden mirip operasi militer April 2017”. KPH Edy Wirabhumi menyebut, kerja bhakti terakhir dilakukan 50-an warga Ngawi, Jumat (23/11) yang kini menjadi embrio cabang Pakasa.
Upacara wisuda 400-an abdi-dalem penerima gelar kekerabatan dimulai, wisuda sentana di Bangsal Kasentanan selesai dan berdatangan di Pendapa Pagelaran. Secara bergantian mereka mendapat partisara kekancingan dan kalungan samir oleh Gusti Moeng dan KPH A Sangkoyo Mangunkusumo, bergantian dengan putra mahkota KGPH Hangabehi, KPH Edy Wirabhumi dan sebagainya. (won-i1).