KGPH Hangabehi Pimpin Wilujengan di Sitinggil Lor, GKR Timoer dan Gusti Devi ke Krendawahana
SURAKARTA, iMNews.id – Ritual “Wilujengan Nagari Sesaji Mahesa Lawung” digelar “kali pertama” atau “perdana” Senin Pon, 13 November siang tadi yang tepat pada 29 Bakda Mulud tahun Jimawal 1957, oleh “bebadan kabinet 2004” di bawah pimpinan Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat sejak bekerja penuh di dalam kraton mulai 1 Januari 2023. Ada beberapa hal menonjol menandai ritual “kali pertama” atau “perdana” kali ini, yaitu jalannya upacara adat yang tidak disertai pembacaan riwayat lahirnya ritual “wilujengan nagari” serta adanya ritual serupa yang dilakukan pihak “seberang” di sesi pagi.
Dua di antara beberapa hal yang menonjol itu, tentu tidak mengurangi makna dan esensi upacara adat tersebut, khususnya bagi keluarga masyarakat adat Kraton Mataram Surakarta yang dipimpin Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat bersama “Bebadan Kabinet 2004” bersama jajarannya. Karena, ritual serupa yang dilaksanakan pada sesi pagi (09.00-11.00 WIB) lebih menyerupai “peragaan” upacara adat yang diduga dibiayai dengan anggara Pemkot, sedangkan ritual yang digelar sesi siang (12.00-14.00 WIB) lebih tampak bersungguh-sungguh karena berswadaya mandiri dan didukung lebih banyak elemen terutama Pakasa.
Karena hampir semua elemen mendukungnya, maka tidak aneh para ibu-ibu warga Putri Narpa Wandawa yang dipimpin GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani sebagai ketuanya, juga banyak terlibat langsung. Begitu pula perwakilan sejumlah Pakasa cabang seperti rombongan dari Kabupaten Klaten yang dipimpin KP Probonagoro (Ketua) dan KRAT Haryanto (Bendahara), juga rombongan Pakasa cabang Ponorogo (Jatim) yang dipimpin KRAT Sunarso Suro Agul-agul selaku wakil ketuanya. Beberapa warga Pakasa Cabang Jepara yang diutus KRA Bambang S Adiningrat (Ketua cabang), Pakasa Cabang Sragen dan sebagainya juga tampak.
“Ada enam orang utusan Pakasa Cabang Jepara yang dipimpin RT Anam Setyopuro ikut hadir memenuhi timbalan pisowanan Sesaji Mahesa Lawung ini. Kami mendapat saran Gusti Wandan (Gusti Moeng-Red) untuk mengikuti pisowanan di Pendapa Sitinggil Lor saja. Karena, utusan yang berangkat ke Krendawahana dibatasi hanya sedikit saja, agar iring-iringan mobil tidak panjang. Mengingat, jalan menuju lokasi Krendawahana hanya berfungsi separo, karena sedang ada proyek pengecoran. Saya sendiri sudah minta izin, karena tidak bisa meninggalkan pekerjaan,” ujar KRA Bambang S Adiningrat menjawab pertanyaan iMNews.id, siang tadi.
Hal lain yang menonjol pada upacara adat “wilujengan nagari Sesaji Mahesa Lawung” kali pertama atau perdana sejak peristiwa 17 Desember 2022 itu, yaitu prosesi urutan ritual yang dilaksanakan lengkap, mulai dari doa wilujengan di “Pawon Gandarasan” yang dipimpin abdi-dalem jurusuranata RT Irawan Wijaya Pujodipuro. Upacara ini dipimpin Gusti Moeng dan dihadiri lengkap oleh para tokoh penting generasi muda, terutama GKR Timoer Rumbai, GRAy Devi dan GKR Ayu Koes Indriyah. Prosesi membawa “kepala kerbau” dan semua “uba-rampe wilujengan” singgah di “topengan” Maligi, karena GKR Timoer melakukan doa di situ.
Doa disertai “caos dhahar” berlangsung sekitar 10 menit, iring-iringan prosesi sekitar 50-an orang kembali berjalan ke arah keluar atau halaman Kamandungan yang dikawal sejumlah prajurit Bregada Tamtama, tanpa korsik drumband. Pukul 11.30 WIB prosesi tiba di Pendapa Sitinggil Lor yang sudah ditunggu sekitar 400-an orang dari berbagai elemen, duduk lesehan beralasa tikar dan karpet di lantai pendapa. Kepala kerbau dan uba-rampe wilujengawan segera ditata di atas meja panjang, sementara semua yang hadir dalam pisowanan itu berada di di sekitar meja mengepung “uba-rampe wilujengan nagari Sesaji Mahesa Lawung”.
Di tempat upacara yang tepat di depan Bangsal Manguntur Tangkil Pendapa Sitinggil itu, hampir semua tokoh penting dari “Bebadan Kabinet 2004” yang dipimpin Gusti Moeng tampak hadir, begitu pula utusan perwakilan berbagai elemen terutama Putri narpa Wandawa dan Pakasa cabang, termasuk Dr Purwadi peneliti sejarah Lokantara yang juga anggota Pakasa Cabang Jogja. Tak lama kemudian, putra mahkota KGPH Hangabehi menyampaikan “dhawuh” kepada RT Irawan Wijaya Pujodipuro untuk memimpin doa wilujengan, berurutan antara doa bernuansa Hindu dan Islam.
Sekitar 30 menit, doa wilujengan nagari di Pendapa Sitinggil Lor berakhir, dan sekitar separo dari yang hadir bergegas menuju enam minibus dan 10-an mobil yang sudah siap di halaman Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa untuk mengangkut mereka menuju “Wanalela Krendawahana” yang ada di Desa Krendowahono, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. Perjalanan sejauh kurang lebih 20 KM untuk sampai di hutan lindung Krendawahana, ditempuh sekitar 30 menit dan semua peserta upacara puncak “wilujengan nagari Sesaji Mahesa Lawung” sekitar pukul 13.00 WIB.
Begitu berbagai perlengkapan atau uba-rampe wilujengan sudah ditata di puncak “selasar punden berundak”, ritual segera dimulai yang ditandai dengan penyampaian “dhawuh” dari GKR Timoer kepada abdi-dalem jurusuranata RT Irawan Wijaya Pujodipuro untuk kembali memimpin doa wilujengan. Doa wilujengan berlangsung sekitar 20 menit, dilanjutkan dengan meditasi yang dimulai oleh Gusti Moeng, Gusti Ayu, Gusti Timoer dan Gusti Devi serta dilanjutkan oleh para tokoh penting lain terutama generasi muda wayah-dalem Sinuhun PB XII. Sehabis doa dan meditasi berakhir, segera dilanjutkan dengan penanaman kepala kerbau.
Disertai lantunan shalawat, kepala kerbau diturunkan ke liang yang digali tak jauh dari tempat upacara. Para abdi-dalem yang bertugas segera menutup liang lahat disertai pengucuran minyak uba-rampe wilujengan, dan tabur bunga dilakukan bersama Gusti Timoer dan Gusti Devi, disertai penyamatan “sangsangan” bunga “kanthil-melati”. Sehabis itu, kedua wanita tokoh muda ini bersama-sama melepas beberapa jenis satwa, mulai dari beberapa pasang burung, ayam, ular dan ulat sebagai tanda berakhirnya seluruh rangkaian peringatan ritual 100 hari berdirinya “Nagari” Mataram Surakarta Hadiningrat setelah 17 Sura Tahun Je 1670. (won-i1).