Tewas dalam Dua Hari Berturut-turut, di Kandang Milik Warga Pengging, Boyolali
BOYOLALI, iMNews.id – Lima ekor mahesa kagungan-dalem yang juga kelangenan-dalem koleksi Kraton Mataram Surakarta, tewas dalam dua hari berturut-turut di kandangnya yang menyewa di lahan milik warga Pengging, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Rabu dan Kamis (3-4/4) lalu.
Tewasnya lima ekor satwa jinak yang dianggap sebagai pusaka kraton keturunan “Kiai Slamet” itu, diduga akibat terserang Penyakit Kuku dan Mulut (PMK) yang belakangan diberitakan beberapa media, termasuk TV nasional, sejak beberapa waktu lalu melanda di beberapa wilayah provinsi, Jatim, DIY dan Jateng.
Musibah penyakit PMK yang mewabah di beberapa wilayah itu, ternyata juga menjalar ke Kota Surakarta yang notabene sudah tidak memiliki lahan pertanian semisal sawah. Tetapi, yang diserang PMK bukannya ternak (kerbau, sapi, kambing) milik petani, melainkan milik Kraton Mataram Surakarta, karena satwa itu dirawat sebagai pusaka.
Kraton memiliki satwa jinak piaraan yang dikenal dengan sebutan “Kerbau bule” atau “mahesa bule”, sejak Sinuhun PB II memboyong kedhaton untuk memindahkan Ibu Kota Mataram dari Kartasura ke Ibu Kota baru di Surakarta, pada 20 Februari 1745 atau 17 Sura tahun Je 1670.
Dari catatan iMNews.id, semula semua satwa pusaka-dalem mahesa berkandang di sebuah kandang di sebidang tanah milik kraton yang ada di Kampung Gurawan, Kecamatan Pasarkliwon, Surakarta. Tetapi entah bagaimana prosesnya, sebidang tanah itu menjadi milik pribadi orang di luar kraton, dan satwanya berkeliaran ke mana-mana.
Sejak tahun 1990-an, kagungan-dalem mahesa keturunan Kiai Slamet yang awalnya hanya sepasang sebagai pisungsung dari Bupati Ponorogo, RT Surobroto itu, dikandangkan jadi satu di ujung Alun-alun Kidul. Tetapi, ada sepasang “mahesa bule” yang semula dipelihara seorang abdi-dalem di Madiun, Jatim, dikembalikan ke kraton.
Ada sekitar 5 ekor “mahesa bule” yang dikembalikan ke kraton, terpaksa dikandangkan di kompleks Sitinggil Kidul yang waktu itu kondisinya kurang terawat dan mulai rusak. Total, sejak saat itu kraton memiliki belasan ekor “mahesa bule” yang selalu digilir untuk menjadi “cucuk-lampah” kirab pusaka menyambut Tahun baru Jawa, 1 Sura.
Sebelum yang ada di Alun-alun Kidul dikandangkan, “mahesa bule” yang awalnya sepasang dan bisa berkembang menjadi belasan ekor itu, secara turun-temurun menghuni Alun-alun Kidul dan selebihnya berkeliaran sampai jauh, seperti Wonogiri, Madiun dan Ponorogo, bila tidak dikandangkan ke Kampung Gurawan.
Seorang sentana-dalem garap, KP Siswanto Adiningrat yang tinggal di Pengging mengabarkan kepada iMNews.id, Rabu malam (3/4), bahwa tiga ekor mahesa bule dari 7 ekor yang dipelihara di situ tewas dan langsung dikubur di tempat tak jauh dari kandangnya, malam itu. Tujuh ekor itu, adalah pindahan dari kompleks Pendapa Sitinggil.
Menurut Wakil Pengageng Sasana Prabu, KRMH Suryo Kusumo Wibowo yang dihubungi iMNews.id, siang tadi menuturkan, ada dua ekor “mahesa bule” yang menyusul tewas, Kamis (4/4). Semua yang tewas sudah dipastikan petugas tim dokter dari Dinas Peternakan Pemkab Boyolali, positif akibat serangan PMK. (won-i1)