”Istimewa” yang Demokratis, Karena Pemimpinnya Diperoleh Melalui Pilkada
IMNEWS.ID – RENTANG waktu sampai setengah abad sejak peristiwa Proklamasi NKRI di tahun 1945, dengan segala dinamika sosial-politik yang niscaya menyertai sebagai konsekuensi proses pencapaian bentuk sebuah negara republik, rupanya belum cukup. Dinamika sosial-politik dan budaya yang muncul di sekitar tahun 1948 dan 1965, walau sudah lebih setengah abad ternyata juga mengesankan belum tuntasnya proses pencapaian bentuk negara republik itu. Bahkan dalam perkembangannya di abad 20 ini, justru banyak terjadi bias yang jauh menyimpang dari harapan-harapan ideal, seperti yang sudah terukir dalam Konstitusi kita, UUD 1945.
Melihat arah perkembangan dan kecenderungan seperti itu, di satu sisi bisa menjadi campur-aduk antara suasana batin dan upaya penalaran orang-orang yang masih menaruh harapan besar terhadap kembalinya status Provinsi Daerah Istimewa Surakarta (DIS). Di sisi lain, di jagad maya semakin ramai dan heboh memperbincangkan soal pemekaran wilayah/daerah (provinsi), bahkan secara sistematis dilukiskan sampai ada 30-an usulan pembetukan provinsi baru, 9 di antaranya berasal dari Pulau Jawa, yang salah satunya adalah Provinsi DIS.
Campur-aduk suasana batin dan penalaran orang-orang yang menaruh harapan besar pada Provinsi DIS, bisa jadi karena mereka kini berada di seberang dan hanya bisa menyaksikan bagaimana sebuah kekuatan generasi yang masih memelihara anasir-anasir lama, bertempur dan beradu kekuatan dengan generasi yang sudah ”teracuni” anasir-anasir baru seiring dengan lahirnya generasi milenial dan proses mengartikulasinya politik identitas. Siapapun yang akan memenangkan pertarungan di seberang, sepertinya nyaris tidak akan memberi keuntungan apa-apa bagi ”para perindu Provinsi DIS”, tetapi malah bisa sebaliknya.
Melalui Jalur Politik

Melihat realitas dan dinamika sosial, politik dan budaya seperti itu, memang antusiasme orang-orang terutama yang berada di kawasan Surakarta boleh berkurang semangatnya, andai tidak boleh disebut sedikit pesimistik. Karena, tantangan di depan mata memang sangat besar, terutama karena negara ini sedang terjebak pada sistem politik demokrasi dan tetapi kekuasaa seakan-akan didominasi oleh kekuatan partai politik atau politik kepartaian.
Karena realitasnya demikian, maka sebenarnya ada beberapa cara dan jalur untuk menyambut kembalinya status Provinsi DIS, tetapi jalur atau proses politik tetap menjadi cara yang dominan untuk ditempuh. Oleh sebab itu, sebuah diskusi dan sarasehan yang diinisiasi DPD Partai Golkar Surakarta di kantor partai setempat, Minggu malam (27/2/2022) ini, sepertinya ”diharapkan” menjadi bagian dari proses politik untuk menyambut kembalinya status Provinsi DIS melalui jalur politik.
Melalui undangan yang disebar secara terbatas mengingat ada prokes selama pandemi, forum ini memang tidak terang-terangan mencantumkan judul atau tema tentang Provinsi Daerah Istimewa Surakarta. Karena tema yang dipasang adalah ”Memperingati Pindahnya Keraton Mataram dari Kartosuro (kartasura-Red) ke Dusun Solo (Sala-Red) Menjadi Kutho Surokarto (Surakarta-Red), dalam rangka ”mangayubagyo” Hari Jadi Kota Surakarta ke-277.
Sarasehan Awali Proses Politik

Tetapi sebagai ilustrasi, pada bulan November 2021 lalu DPD Partai Golkar Surakarta yang diketuai RM Koes Rahardjo pernah menggelar forum diskusi/sarasehan yang membahas soal Pahlawan Nasional yang pernah lahir dan besar di Kota Surakarta. Dari situ, forum itu diagendakan berkelanjutan pada bulan Februari ini, yang tak lain diharapkan bisa mengartikulasi makna Kota Surakarta sebagai kota yang pernah melahirkan Provinsi DIS seperti tertulis dalam pasal 18 UUD 1945, yang sudah selayaknya dikembalikan kepada masyarakat Surakarta sebagai pemiliknya.
Dua forum yang dinisiasi DPD Partai Golkar Surakarta pada bulan November 2012 dan Februari 2022 ini, mengundang narasumber yang sama, yaitu Dr Purwadi, Ketua Lokantara Pusat di Jogja dan pada sarasehan Minggu malam (27/2), narasumber ditambah KGPH Dipokusumo. Tokoh intelektual yang satu ini, memiliki banyak pengalaman meneliti tentang sejarah kerajaan-kerajaan di pulau Jawa, khususnya Mataram dan lebih khusus lagi Mataram Surakarta (1745-1945) yang telah melahirkan Provinsi DIS seperti disebut dalam pasal 18 UUD 1945.
Bila melihat peta posisi sosial di atas, masyarakat adat warga peradaban yang ikut melegitimasi perjuangan upaya pengembalian Provinsi DIS, hingga kinipun masih memiliki semangat untuk terus memperjuangkan itu. Termasuk ritual wilujengan peringatan Hari Jadi Kota Surakarta yang dipimpin Gusti Moeng selaku Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Mataram Surakarta di Pendapa Pagelaran Sasanasumewa, Sabtu malam Minggu (iMNews.id, 24/2).
Dipilih Secara Demokratis

”Melalui wilujengan ini, masyarakat adat ingin mengingatkan kepada negara dan pemerintah yang menjalankan, bahwa pasal 18 UUD 45 masih tertulis jelas nama Surakarta sebagai Daerah Istimewa selain Jogja plus 8 provinsi. Kita ingin mengingatkan terus kepada siapa saja, agar jangan lupa sejarah itu. Jangan melupakan sejarah. Jas merah. Itu justru selalu diucapkan Bung Karno, Presiden RI pertama kita. Dan jangan lupa, Surakarta lahir 20 Februari atau 17 Sura tahun 1745. Bukan 17 Februari,”
Kini, peluang satu-satunya memang melalui jalur atau proses politik, dan Ketua DPD Partai Golkar Surakarta RM Koes Rahardjo memang sangat menyadari hal itu. Oleh sebab itu, dengan penuh kehati-hatian yang mendasari ”keberaniannya” mengambil inisiatif menggulirkan isu pengamblian status Provinsi DIS itu, dia menginisiasi proses politik melalui serangkaian kegiatan diskusi/sarasehan atas nama warga Surakarta, atas nama partai dan digelar di kantor partainya.
”Saya sangat berharap Partai Golkar berani mengambil inisiatif untuk menggelorakan semangat untuk mengembalikan status Provinsi DIS. Karena, proses pengembalian status itu hanya memungkinkan melalui proses politik. Proses yang bisa mendorong pemerintah untuk segera menyusun rancangan UU Keistimewaan Surakarta. Dan perlu diingat, UUKeistimewaan Surakarta bukan seperti DIY (Jogja). Tetapi Keistimewaan yang demokratis. Artinya, jabatan Gubernur dan Wakilnya dipilih langsung melalui Pilkada,” tegas KRAT Hendri Rosyad Wrekso Puspito, pemerhati budaya Jawa dan keraton yang mengikuti jalannya sarasehan di Kantor DPD Partai Golkar Surakarta, Minggu malam (27/2), menjawab pertanyaan iMNews.id, tadi pagi. (Won Poerwono-bersambung)