Kerja Adat tak Efektif, Lahirkan Penyimpangan dan Kontra-Produktif Akibat Kondisi “Force Majour” (seri 6 – bersambung)

  • Post author:
  • Post published:October 29, 2023
  • Post category:Budaya
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Kerja Adat tak Efektif, Lahirkan Penyimpangan dan Kontra-Produktif Akibat Kondisi “Force Majour” (seri 6 – bersambung)
SANGAT SEDERHANA : Peringatan Hari Jadi Pakasa ke-91 tahun 2022 lalu, dilakukan Gusti Moeng (Ketua Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat) dengan memotong tumpeng dan menyerahkan kepada KPH Edy Wirabhumi selaku Pangarsa Pakasa Punjer, di kantor eks Badan Pengelola. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Di Tengah “Darurat Sipil” dan “Darurat Adat”, Pengurus 23 Cabang Pakasa Justru Terbentuk

IMNEWS.ID – DALAM situasi dan kondisi luar biasa (Force Majour-Red) yang membuat Kraton Mataram Surakarta berada dalam serba keterbatasan dan “krisis kepemimpinan” selama April 2017-Desember 2022, memang benar telah menyebabkan “darurat sipil” dan “darurat adat”. Karya dan prestasi juga nyaris tidak ada. Tetapi, pemandangan itu hanya terjadi di dalam kraton. Juga tidak semua masyarakat adat di dalam kelembagaan itu menjadi terkungkung tidak bisa bergerak, karena ada sebagian besar di antaranya yang berada di luar kraton, justru leluasa bergerak, melahirkan berbagai karya dan bisa mengukir prestasi.

Mereka yang berada di luar kraton tetapi justru leluasa bergerak, berkarya dan berprestasi selama periode April 2017-Desember 2022 itu, adalah hampir semua jajaran “Bebadan Kabinet 2004” yang dipimpin Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa sekaligus Pangarsa Lembaga Dewan Adat. Mereka inilah para cerdik-pandai di bidang budaya Jawa dan ahli di bidang tata-laksana dan pangelolaan upacara adat serta menguasai dan sangat patuh menjalankan tata-nilai paugeran adat, yang terbingkai dalam barisan para tokoh yang “sangat menguasai medan” dan punya semangat untuk berjuang menegakkan paugeran adat demi masa depan lebih baik.

TALI-ASIH : Sebagai ucapan terima kasih, KRA Bambang a Adiningrat (Ketua Pakasa Cabang Jepara) menyerahkan tali-asih cinderamata kepada Pangarsa Pakasa Punjer KPH Edy Wirabhumi pada peringatan Hari Jadi Pakasa ke-91 di Pendapa Pagelaran tahun 2022. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Dalam catatan saya, ada 15 cabang Pakasa yang terbentuk kepengurusannya dan ditetapkan secara resmi saat Lembaga Dewan Adat (LDA) ‘berjuang’ atau berada di luar kraton (2017-2022). Pengurus baru Pakasa Cabang Wonogiri, Boyolali, Grobogan dan Semarang juga bisa diresmikan. Jadi, saat berada di luar kraton, institusi LDA malah semakin kuat, banyak berkarya dan berprestasi. Dukungan terhadap keberadaan LDA, justru semakin luas. Para seniman, akademisi, artis nasional, cendekiawan, ulama, pengusaha dan sebagainya menjadi daya dukung LDA,” sebut Dr Purwadi, peneliti sejarah dari Lokantara Pusat di Jogja.

Bahkan, dosen sebuah universitas di Jogja yang juga anggota Pakasa Cabang Jogja itu kepada iMNews.id menandaskan, sejumlah elemen masyarakat di atas menjadi daya dukung atau legitimasi LDA, karena kelompok itu mau bersama-sama berjuang di saat situasi sulit antara April 2017-Desember 2022, terlebih di saat pandemi Corona berlangsung. Dan di saat-saat sulit seperti itu, publikasi karya penulisan buku, karya jurnalistik dan berbagai platform medsos tercipta bersama LDA. Karya dan prestasi itu, menurutnya akan menjadi catatan sejarah penting perjalanan Mataram Surakarta di bawah Sinuhun PB XIII Suryo Partono.

PAKASA DEMAK : Pengurus Pakasa Cabang Demak ditetapkan dan dilantik oleh KPH Edy Wirabhumi selaku Pangarsa Pakasa Punjer di Pendapa Kabupaten Demak, tahun 2021. Setelah pelantikan, Pakasa cabang itu vakum dan tak terdengar suaranya. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Soal 15 cabang Pakasa yang terbentuk itu, jelas merupakan gagasan pengembangan yang merupakan keharusan untuk dilakukan LDA bersama Pengurus Pusat Pakasa yang berkedudukan di Kraton Mataram Surakarta. Karena, organisasi yang didirikan Sinuhun PB X pada 29 November 1931 itu, merupakan wadah para anggota yang menjadi kekuatan legitimasi kraton dan budaya Jawa yang bersumber dari kraton. Para “kawula” atau rakyat yang menjadi “abdi-dalem” dan rata-rata tinggal untuk menjaga dan merawat situs-situs petilasan, pesanggrahan dan makam leluhur Dinasti Mataram itu, adalah para pecinta budaya atau “sutresna budaya” Jawa.

Daerah-daerah kabupaten yang terbentuk kepengurusan cabang Pakasa itu, untuk wilayah Provinsi Jatim adalah Kabupaten Nganjuk yang diketuai KRAT Sukoco, Cabang Kabupaten Trenggalek diketuai KRAT Seviola Ananda, Cabang Magetan diketuai KRT Supriyanto dan empat cabang lain yaitu Malang Raya, Madiun, Sidoarjo serta Cabang Kabupaten Kediri. Tetapi sayang, ada beberapa cabang yang setelah dilantik kepengurusannya tidak aktif, bahkan Cabang Sidoarjo dibekukan karena oknum ketuanya diduga “menyimpang”. Berbeda dengan cabang Ponorogo yang terbentuk di tahun 2016, berkembang baik dan sangat aktif hingga kini.

SANGAT AKTIF : Walau hanya sebagai “Plt”, KRA Panembahan Didik Gilingwesi Hadinagoro ditetapkan secara simbolis sebagai Ketua Pakasa Cabang Kudus di Bangsal Smarakata, beberapa bulan lalu. Kepengurusan cabang ini berhasil direstrukturisasi, sangat aktif kegiatan pelestarian budayanya dan berkembang baik. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Karya dan prestasi LDA bersama Pangarsa Pakasa Punjer selama periode April 2017-Desember 2022 itu, juga terjadi di wilayah Provinsi Jateng yaitu lahirnya Pakasa Cabang Jepara, Banjarnegara, Tegal, Kebumen, Cilacap, Magelang, Pati dan Demak. Pakasa Jepara, Pati dan Cabang Magelang, adalah tiga cabang yang sudah banyak berkarya dan berprestasi serta aktif hingga kini. Bahkan, disusul Pakasa Cabang Kudus yang baru saja melakukan restrukturisasi dan menunjuk KRA Panembahan Didik Gilingwesi Hadinagoro sebagai “Plt” ketuanya, mendorong intensitas kegiatan yang semakin tinggi frekuensinya di wilayah masing-masing.

Restrukturisasi kepengurusan Pakasa cabang yang sebelumnya ada, juga dilakukan Pakasa Punjer yang diketuai KPH Edy Wirabhumi itu untuk daerah Wonogiri, Boyolali, Sukoharjo, Grobogan dan Semarang selain Cabang (Kabupaten) Kudus, tetapi langkah penyegaran atau “penertiban” organisasi itu juga menggembirakan hasilnya. Karena, empat cabang Pakasa itu tetap “pasif”, “lemot” dan tidak berkembang sebagus cabang Kudus. Kondisinya sama dengan cabang Tegal, Cilacap dan Kebumen yang mengalami stagnasi. Enam cabang pakasa yang direstrukturisasi itu, berlangsung pada dua tahun ini, di penghujung pandemi Corona.

CABANG BARU : Kepengurusan Pakasa Cabang Madiun Raya yang diketuai KRAT Moh Irsyad Hadiningrat adalah pengurus cabang baru dilantik KPH Edy Wirabhumi (Pangarsa Pakasa Punjer) di acara “Sragen Bershalawat” yang digelar Pakasa Anak Cabang Tangen, Cabang Kabupaten Sragen, beberapa waktu lalu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Khusus Pakasa Cabang (Kabupaten) Klaten yang diketuai KP Probonagoro, memang menjadi perkecualian dan tidak bisa disamakan posisinya dengan semua cabang lain dalam kondisi apapun. Sebab, cabang ini punya masalah serius, tetapi masih bisa bergerak untuk keperluan-keperluan tertentu. Jumlah anggotanya sangat banyak dan lokasi daerah cabang dekat dengan Pakasa Punjer di Surakarta, tetapi potensi kekuatannya terpecah ke arah kontra-produktif, akibat tak ada struktur hirarki kepengurusan anak-cabang. Selain itu, terbelahnya potensi dukungan legitimatif, akibat ada orientasi politik yang terlalu kuat masuk ke dalam.

Potensi kekuatan Pakasa cabang dengan segala plus-minusnya, mulai ikut mewarnai dinamika berfungsinya kembali organ-organ “Bebadan Kabinet 2004” dan berbagai aktivitas upacara adat di dalam kraton, sejak peristiwa “insiden Gusti Moeng kondur Ngedhaton” 17 Desember 2022, yang efektif bekerja mulai 1 Januari 2023. Peristiwa “perdamaian” 3 Januari 2023, memang belum bisa mengatasi “krisis kepemimpinan” termasuk “krisis figur pemimpin”, dan situasi “darurat sipil” dan “darurat adat” masih tampak, karena masing-masing masih “bertahan di seberang”, walau salah satunya sudah bekerja keras dan “menguasai medan”. (Won Poerwono-bersambung/i1).