Aksi Protes Menolak Keputusan MA, Bersikeras Kembali Menutup Kori Kamandungan
SURAKARTA, iMNews.id – “Proses perdamaian” yang pernah dicapai antara Sinuhun PB XIII dengan adik kandungnya, GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat, 3 Januari, benar-benar terguncang hebat karena harus melewati “jalan yang banyak berlubang” setelah hambatan kecil-kecil bisa dilewati dan dihindari. Di saat sedang ada penjelasan/mediasi antara pihak tergugat dan pihak penggugat di Pengadilan Negeri (PN) Surakarta, Senin pagi (9/10), di depan Kori Kamandungan terjadi aksi hendak kembali akses pintu keluar-masuk kraton itu dengan alasan untuk kepentingan ritual Sinuhun PB XIII.
Karena alasan yang disampaikan istri Sinuhun PB XIII dinilai sangat tidak masuk akal, maka GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani yang berada di situ kontan angkat bicara menolak rencana penutupan tersebut. Tetapi karena terus mendesak ingin menutup dengan alasan agar keperluan ritualnya tidak terganggu, Gusti Timoer-pun memberi jalan tengah, yaitu memperilakan menutup pintu dan melakukan ritual, tetapi meminta kunci pintu Kori Kamandungan agar setelah selesai ritual pintu bisa dibuka kembali agar masyarakat yang menjalankan studi ke perpustakaan Sasana Pustaka dan keperluan lainnya tidak terhambat.
Bersi-tegang antara istri Sinuhun dengan Gusti Timoer tak berkesudahan, walau sudah diberi solusi yang adil tetapi tetap bersikukuh ingin menutup pintu akses keluar-masuk, baru bisa berakhir setelah KPH Edy Wirabhumi selaku Pimpinan Lembaga Hukum Kraton Surakarta (LHKS) tampil menengahi dan menjelaskan. Diawali dengan melakukan sembah sambil berlutut di depan Sinuhun, KPH Edy menjelaskan panjang-lebar tentang tujuan berdamai yang sudah dicapai 3 Januari, termasuk menjalankan bersama-sama putusan MA, kerja-bhakti memperbaiki kraton, juga menyambut rencana revitalisasi kraton yang sudah diawali dari pertemuan dengan Wali Kota Surakarta.
KPH Edy Wirabhumi juga secara khusus menjelaskan kepada sejumlah awak media dalam konferensi pers di depan Kori Kamandungan, tadi pagi, mengenai berbagai hal lebih luas dan lebih ideal lagi mengenai perdamaian dan langkah-langkah sesudahnya, termasuk menjalankan putusan Mahkamah Agung (MA) No:87/Pdt.G/2019/PN Skt, Jo No. 545/Pdt/2020/PT Smg dan Jo No.1950 K/Pdt/2022 tanggal 29/8/2022 tertanggal 29 Agustus 2022. Adapun yang berperkara di situ adalah Ny BRAy Salindri Kusumo DA, BRM Parikesit Suryo Suseno, BRA Lungayu, BRM Yudistira Rachmat Saputro dan BRM Bambang Suryo Tjahjono Syailendra.
Mereka yang notabene para keponakan itu sebagai pihak penggugat, yang telah melakukan gugatan secara perdata terhadap terhadap Sinuhun PB XIII yang juga pamannya. Selain Sinuhun, ada beberapa pihak yang digugat bersama-sama yaitu pemerintah NKRI cq Presiden RI cq Kemendagri dan KGPA Tedjowulan. Mulai dari tingkat pengadilan negeri, hingga mahkamah agung, hasil gugatan dimenangkan pihak keponakan. Dua tergugat “intervensi” yaitun pemerintah NKRI cq Presiden RI cq Kemendagri dan KGPA Tedjowulan, karena nama-nama itu secara eksplisit berada dalam sebuah SK Kemendagri yang diserahkan Tjahyo Kumolo (alm) saat menjabat Kemendagri, kepada Sinuhun PB XIII sekitar tahun 2018.
“Jadi, saat insiden hendak menutup kembali Kori kamandungan, kemarin itu, sebenarnya di PN Surakarta sedang ada penjelasan mediasi dari pihak PN kepada dua pihak yang berperkara. Karena, keputusan MA tersebut hendak dieksekusi yang dijadwalkan Senin (9/10) kemarin di kraton. Tetapi, di sini (kraton-Red) sudah ada aksi penolakan yang diwujudkan dengan upaya untuk kembali menutup Kori Kamandungan, dengan alasan Sinuhun PB XIII akan melakukan ritual. Dan katanya, setelah selesai ritual akan dibuka kembali. Tetapi bukan soal akan dibuka kembali, dengan berbagai alasan apapun rencana penutupan itu tidak tepat,” ujar KPH Edy kepada iMNews.id, siang tadi, menandaskan apa yang disampaikan dalam konferensi pers itu, tadi pagi.
Seterusnya disebutkan Pimpinan Lembaga Hukum Kraton Surakarta (LHKS) itu, begitu Gusti Moeng bisa masuk ke kraton karena ada kasus Bangsal Keputren kemasukan maling, pertengahan Desember 2022, di saat semua elemen kraton sedang giat kerja-bhakti bersih-bersih, datang putusan MA tentang hasil gugatan perdata beberapa keponakan Sinuhun tersebut. Keputusan itu baru dijadwalkan bisa dieksekusi Senin (9/10), yang didahului dengan penjelasan dari PN di depan kedua pihak. Tetapi, mediasi di pengadilan belum selesai, di kraton sudah berlangsung aksi penolakan yang akan diwujudkan dengan mkembali menutup Kori kamandungan.
Karena penjelasan KPH Edy Wirabhumi, aksi itu tidak berkelanjutan dan Kori Kamandungan tetap terbuka satu, yang di tengah, sementara ritual yang disebut-sebut istri Sinuhun akan dilakukan suaminya, juga sudah tidak ada kabarnya. Menurut KP Budayaningrat, seorang dwija dari Sanggar Pasinaon Pambiwara yang Senin pagi (9/10) berada di dekat lokasi aksi, secara terpisah menjelaskan kepada iMNews.id, bahwa nyaris tidak ada cerita dan dasar-dasar adanya Sinuhun melakukan ritual di dalam kraton. Kalaupun ada, ritual yang pernah dilakukan Sinuhun PB X dan terdokumentasi dalam dokumen manuskrip, disebutkan dilakukan di taman “Bandengan” atau “Pemandengan”, dan waktunya di tengah malam, bukan pagi, siang atau sore.
“Kalau kemarin itu ada alasan Kori Kamandungan akan ditutup karena Sinuhun mau melakukan ritual, itu ritual apa lagi?. Kraton ini sudah penuh dan kaya ritual, sebagai bentuk/wujud pelaksanaan pelestarian budaya. Dan yang menjadi label serta kebanggaan kraton, tinggal pelestarian budaya yang nota bene berbagai ritual yang dilakukan turun-temurun tinggalan para leluhur. Kalau pribadi Sinuhun mau melakukan ritual, yang tepat ya meneladani yang pernah dilakukan Sinuhun PB X itu. Sudah, jangan mengada-ada. Biar tidak semakin kelihatan kekurangannya kalau nekat ngeyel, tanpa dasar paugeran adat,” tandas Ketua MGMP Bahasa Jawa SMA se-Jateng itu.
KP Budayaningrat secara kebetulan berada di Bangsal Marcukunda yang sangat dekat dengan Kori kamandungan, tempat aksi penolakan dengan hendak menutup akses pintu keluar-masuk kraton, Senin pagi itu. Bangsal Marcukunda adalah pusat kegiatan belajar-mengajar Sanggar Pasinaon Pambiwara Kraton Mataram Surakarta, yang dipimpin KPH Raditya Lintang Sasangka selaku ketuanya. Sedangkan KP Budayaningrat, selaku salah seorang guru di situ, yang banyak mengajarkan soal bahasa, busana, tata krama, tata susila dan segala pengetahuan tentang budaya Jawa dan sejarah kraton. (won-i1).