Generasi Wayah-dalem Harus Berada di Depan Jalankan Tugas dan Kewajibannya, Segera!
IMNEWS.ID – PESAN penting yang disampaikan Gusti Moeng melalui penampilan figur keponakannya, GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani yang dipercaya menduduki jabatan Ketua Perkumpulan Putri Narpa Wandawa dalam peristiwa peringatan 92 tahun organisasi itu (iMNews.id, 5/6/2023), adalah satu di antara sejumlah wayah-dalem Sinuhun PB XII sudah tampil. Satu di antara anggota Perkumpulan “Sawo Kecik” yang isinya para wayah-dalem Sinuhun PB XII itu, mulai 5 Juni 2023 atau tepat di hari kelahiran organisasi itu, sudah ada figur generasi ketiga yang siap meneruskan “perjuangan” para seniornya.
Momentum kemunculan putri tertua Sinuhun PB XIII yang juga Ketua Perkumpulan “Wayah-dalem” Sawo Kecik itu memang sangat tepat, karena berlangsung di saat perayaan 92 tahun Putri Narpa Wandawa kali pertama digelar di “Bebadan Kabinet 2004” sejak kembali bertugas penuh di dalam Kraton Mataram Surakarta, sejak peristiwa 17 Desember 2022. Dan pada perayaan perdana setelah era “Bebadan Kabinet 2004” kembali, GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani yang akrab disapa Gusti Timoer itu resmi tampil menggantikan sang bibi atau adik ayahadanya, yaitu GKR Sekar Kencana pejabat ketua yang wafat beberapa tahun lalu.
Selain Gusti Timoer, sebelumnya sudah ada anggota Perkumpulan Sawo Kecik yang lebih dulu tampil, misalnya KRMH Suryo Kusumo Wibowo yang menduduki jabatan Wakil Pengageng Sasana Prabu, sangat aktif sebagai koordinator lapangan dalam berbagai upacara adat yang mengandung unsur prosesi kirab. Begitu pula KRMH Joyo Adilogo, anak pertama GKR Galuh Kencono (almh) itu dulu sangat aktif menjadi “Manggala” atau komandan prajurit dan komandan kirab, tetapi sejak 2017 “tenggelam” dan aktivitas keprajuritan tidak banyak mendapat sentuhannya.
Dua putra KGPH Puger yaitu KRMH Suryo Adimijaya dan adiknya BRM Suryo Triyono, sebelum 2017 juga sudah banyak tampil di dalam manajemen Museum Art Gallery Kraton Surakarta dan pentas-pentas seni yang dilakukan kraton, namun sejak 2017 seakan ikut tersingkir karena Gusti Moeng dan semua pengikutnya harus “berjuang” di luar kraton. “Insiden mirip operasi militer” April 2017 juga “berdampak” pada KRMH Suryo Harbanu dan KRMH Herjuno (putra GKR Retno Dumilah-almh), karena semula aktif menjadi penanggungjawab Alun-alun Kidul dan berbagai aktivitas kirab.
Anggota Perkumpulan Sawo Kecik lainnya yang sudah lama tampil sebelum 2017, adalah KRMH Boby Manikmoyo yang juga putra tunggal (GKR Sekar Kencana-almh), tetapi hingga kini masih sering kelihatan di berbagai acara kraton baik di dalam maupun di luar, karena mendampingi putra mahkota tertua KGPH Hangabehi. Kini, KRMH Boby sangat dinanti untuk tampil menggerakkan roda organisasi kelembagaan Bebadan Kabinet 2004, karena banyak yang kosong tanpa pemimpin. Termasuk pula, KGPH Hangabehi yang sudah ditetapkan sebagai Pengageng Kusuma Wandawa, tetapi hingga kini nyaris jarang “ngantor”, padahal sangat diperlukan.
Satu-satunya figur perempuan yang sejak momentum “insiden Gusti Moeng kondur Ngedhaton” 17 Desember 2017 aktif di berbagai kegiatan terutama upacara adat yang digelar kraton, adalah adik Gusti Timoer dari lain ibu yang bernama GRAy Devi Leyana Dewi. Putri Sinuhun PB XIII dari salah seorang istrinya itu banyak dilibatkan Gusti Moeng di berbagai kegiatan dan acara, salah satunya ikut bertanggungjawab di dalam manajemen Museum Art Gallery Kraton Mataram Surakarta. Bersama Gusti Timoer, Gusti Devi sangat diharapkan proaktif belajar mengelola setiap upacara adat, karena memang itulah tugas para putri-dalem.
Sebenarnya masih banyak nama anggota Perkumpulan Wayah-dalem Sawo Kecik, misalnya seperti BRAy Salindri (putri GKR Galuh Kencana) dan BRAy Arum Kusumo Pradapa (putri GPH Madu Kusumonagoro) dan yang lain, termasuk buyut-dalem BRM Parikesit. Walau sudah beberapa kali tampil di berbagai upacara adat, tetapi rutinitas kehadirannya belum bisa diharapkan. Padahal, figur BRAy Arum sangat diharapkan membantu Gusti Timoer dan Gusti Devi, untuk mulai belajar mengelola upacara adat, terutama prosesi dan penguasaan pengetahuan tentang uba-rampenya.
“Intinya, sekarang ini kraton butuh tenaga generasi muda dari ponakan-ponakan atau wayah-dalem. Dan sebaiknya mulai aktif muncul dan bisa bekerjasama dengan para abdi-dalem dan sentana yang bertugas di masing-masing bidang. Kalau mau belajar, pasti akan dibimbing para sentana dan abdi-dalem. Sekarang sudah saatnya harus tampil. Tetapi saya juga menyadari, bekerja di kraton harus dilandasi cinta lebih dulu. Bahkan dimulai dengan jatuh cinta, seperti yang dilakukan dan dirasakan saat jatuh cinta kepada pasangan kita. Itu yang akan menjadi jaminan lestarinya kraton dan segala isinya,” tandas Gusti Moeng.
Penyataan tandas itu disampaikan Gusti Moeng bukan pada saat memberi pidato sambutan pada peringatan 92 tahun Perkumpulan Putri Narpa Wandawa, Senin 5 Juni itu, melainkan saat “jagongan gayeng” dengan beberapa abdi-dalem petugas ritual “ngisis wayang padintenan”, Kamis (8/6) lalu. Di situ bahkan ada peneliti sejarah dari Lokantara Pusat di Jogja, Dr Purwadi, juga iMNews.id yang sedang meliput ritual itu, sekaligus memanfaatkan sela-sela kesibukan Gusti Moeng “ngisis wayang” untuk melakukan tanya-jawab ringan.
Pernyataan Gusti Moeng itu jelas menunjuk pada acara ritual “ngisis wayang” kotak Kiai Mangu itu, yang secara tidak langsung dijadikan contoh soal harapan tampilnya kalangan generasi muda dari keponakan-keponakannya sendiri, mulai ikut belajar memahami setiap upacara adat, karena setelah itu diharapkan bisa mengelolanya. Dan dalam persoalan proses regenerasi atau alih generasi itu, Gusti Moeng terkesan sedih, karena merasakan sekali bahwa hal itu menjadi kebutuhan sangat mendesak, tetapi faktanya animo dan minat kalangan generasi muda untuk aktif tampil dan belajar kecil sekali. (Won Poerwono-bersambung/i1)