Ada Catatan Penting Untuk Pertimbangan Pada “Sekaten Art Fest” Tahun 2024
SURAKARTA, iMNews.id – Rabu (27/9) malam nanti mulai pukul 19.30 WIB, pentas seni “Sekaten Art Fest” dalam rangka Sekaten Garebeg Mulud 2023 yang sudah berjalan enam malam sejak tanggal 22 September, akan digelar untuk terakhir kali di Pendapa Sitinggil Lor Kraton Mataram Surakarta. Ada beberapa catatan penting dari pelaksanaan enam malam pentas yang melibatkan beberapa sanggar di luar kraton selain Sanggar Pawiyatan Beksa, yang bisa menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan penampilan secara keseluruhan pada penyelnggaraan event yang sama tahun depan.
Dari jadwal yang sudah disusun panitia dan beredar ke publik, malam nanti diagendakan hanya ada sajian dari satu sanggar uaitu Sanggar Ngesti Budaya Surakarta akan menampilkan lima repertoar tari, yaitu tari “Topi”, tari “Lilin”, tari “Merak”, tari “Pendet” dan tari “Lenggang Nyai”. Tetapi, sangat mungkin ada perubahan jadwal karena ada pengurangan jumlah sajian, tetapi bisa juga ada penambahan beberapa repertoar tari dari sanggar yang mendaftarkan secara mendadak ingin tampil. Karena, dalam brosur yang sudah disebar baik secara manual maupun “daring”, ada catatan yang menyebut jadwal dapat berubah sewaktu-waktu.
Oleh sebab itu tidak aneh, jadwal sajian di malam-malam pentas yang sudah lewat juga menhgalami perubahan seperti itu, baik pengurangan judul tarian karena secara bersamaan digantikan oleh judul tari lain dari sanggar lain, atau justru ditambah sajian dari sanggar yang sudah ada atau sanggar lain, untuk menggenakan durasi pentas agar selesainya pentas tidak jauh melebihi pukul 21.00 WIB, atau sebaliknya tidak kurang banyak dari pukul 21.00 WIB. Seperti pentas Selasa malam (26/9) misalnya, saat pentas berlangsung baru diketahui ada penambahan tari “Kiprah Ratu Sewu” persembahan SMKN 8 Surakarta.
Karena kehadiran sajian kalangan siswa SMKN 8 atau bekas SMKI itu menambah variasi sajian, maka keseluruhan sajian pentas “Sekaten Art Fest” tadi malam menjadi bertambah menarik, apalagi ditambah sajian tari “Jiwa Jawa” dari Dani’s Dance Studio, materi hiburan seni tari tadi malam menjadi semakin lengkap, bervariasi. Karena, sajian beberapa repertoar tari dari Sanggar Sarwi Retno Budaya dan Sanggar Amarta, rata-rata diperagakan oleh anak-anak dai usia SD hingga SMP sehingga paling cocok untuk konsumsi penonton usia muda, sedang dua sajian dari dua sanggar susulan, sangat cocok untuk segela usia khususnya dewasa.
Dengan hadirnya sejumlah repertoar tari yang mengkolaborasikan antara berbagai unsur baik pop, asing seperti India, Latin, lintas etnik seperti Sunda dan Dayak Kalimantan, dan sebagainya di Pendapa Sitinggil Lor Kraton Mataram Surakarta, menandakan bahwa dalam satu dekade terakhir ini kraton benar-benar membuka pintu bagin perkembangan seni yang membawa unsur-unsur modernitas. Namun, dari hampir semua sajian tari kreasi dan inovasi baru itu, dikemas dengan baik dan tetap berbasis pada seni budaya Jawa terlihat dari batasan nilai-nilai estetika dan etika Jawa yang tetap dipegang teguh setiap penyaji.
Selain beberapa hal positif bagi kraton dan juga khalayak luas dalam satu bentuk komunikasi budaya, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan pihak penyelenggara untuk menjadi pertimbangan dalam penyelenggaraan event yang sama tahun mendatang. Yaitu dukungan sound system yang perlu ditingkatkan kualitas output-nya agar lebih jelas dan nyaman dinikmati para audience, terutama para penonton yang langsung menyaksikan on the spot. Berikutnya, adalah publikasi event dan agendanya yang sangat minim dan kebersihan lingkungan di sekitar lokasi pentas yang selalu perlu dijaga.
Hal yang sebenarnya juga ditunggu dari sisi urgenitasnya, adalah hadirnya iringan musik secara “live” untuk beberapa jenis sajian tertentu seperti hampir semua repertoar tari dari Sanggar Pawiyatan Beksa Kraton Mataram Surakarta. Karena, publik perlu juga diedukasi untuk melihat secara langsung wujud fisik gamelan koleksi kraton yang bisa dikeluarkan di Pendapa Sitinggil, kemudian ditabuh secara “live” oleh para abdi-dalem dengan tatacara khusus, serta diperdengarkan secara langsung unsur auditifnya.
Sebagus apapun sajian tari, misalnya tari “Srimpi Anglir Mendung” dan Srimpi Manggala Retna”, satu di antaranya adalah koleksi kraton yang termasuk “pusaka”. Tetapi kalau iringannya dalam bentuk rekaman softwere macam flashdisc pasti tidak akan memuaskan, bahkan malah mengganggu dan mengurangi citranya, apalagi kalau sound-systemnya sering banyak “noice”. Meski begitu, publik secara luas tetap bisa memaklumi situasi dan kondisi Kraton Mataram Surakarta selaku pihak penyelanggara, pasti sangat menyadari kekurangannya, apalagi event di tengah Sekaten Garebeg Mulud 2023 ini adalah event “perdana” atau kali pertama setelah “insiden Gusti Moeng kondur Ngedhaton”.
Publik akan sangat memaklumi apapun yang tersaji selama Sekaten Garebeg Mulud 2023, khususnya “Sekaten Art Fest” ketika event itu adalah event Sekaten “Perdamaian” yang masih dalam proses tetapi banyak sekali hambatan dan tantangannya, terutama karena pentas-pentas seperti itu dibiayai secara mandiri atau berdikari tanpa menunggu bantuan pemerintah. Secara umum sajian kesenian itu sangat positif dan bermanfaat sebagai sarana silaturahmi/komunikasi antara kraton dengan publik secara luas. Pentas seni merupakan kelengkapan suguhan di arena Sekaten agar seimbang dengan sajian religi di Masjid Agung dan hiburan modern yang tersaji di Alun-alun Lor.
Kamis (28/9) pagi besok, secara keseluruhan upacara adat Sekaten 2023 berakhir dengan diangkutnya sepasang gamelan kembali masuk kraton, yang secara bersamaan keluarlah dua pasang hajad-dalem Gunungan Garebeg Mulud, tepat pada hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, 12 Mulud Tahun Jimawal 1957 atau 12 Rabul Awal Tahun 1445 Hijriyah. Meski begitu, keramaian pasar malam atau Maleman Sekaten di Alun-alun Lordan Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa terus beroperasi tiap hari dan malam sampai 8 Oktober. Event Sekaten di tahu bebas dari pandemi Corona ini, walau secara ekonomi masih berat, tetapi halaman Kamandungan hingga depan Pendapa Sasanamulya sudah kembali meriah menjadi “terminal tiban” sepur kelinci. (won-i1).