Pakasa Cabang Jepara Dukung Ritual “Wiwit Panen” di Desa Teluk Awur

  • Post author:
  • Post published:April 27, 2024
  • Post category:Budaya
  • Post comments:0 Comments
  • Reading time:3 mins read
You are currently viewing Pakasa Cabang Jepara Dukung Ritual “Wiwit Panen” di Desa Teluk Awur
PANGGUNG KECIL : Di belakang KRT Anam Setyodipuro yang memberi sambutan mewakili pengurus Pakasa Cabang Jepara, sudah siap hiburan musik campursari dan karawitan pengiring tari "Panen". Panggung kecil didirikan di dekat persawahan yang akan dipanen dalam ritual "Wiwit Pari", Kamis (25/4). (foto : iMNews.id/dok)

Memetik Padi Sambil Menikmati Pentas Tari dan Musik Campursari

JEPARA, iMNews.id – Pengurus Pakasa Cabang Jepara mendukung pelaksanaan ritual adat memetik padi kali pertama yang oleh masyarakat setempat diberi nama “Wiwit Pari” di Desa Teluk Awur, Kecamatan Tahunan, Kamis pagi (25/4). Bentuk dukungan Pakasa terhadap ritual yang diinisiasi kebangkitannya kembali ini, berupa beberapa sajian hiburan.

Selain kehadiran pengurus Pakasa di lokasi ritual “Wiwit Panen” yang dipimpin KRT Anam Setyodipuro di lokasi dekat hamparan sawah dengan hiasan padi yang menguning itu, dalam rombongan Pakasa cabang juga tampak hadir unsur pengurus yaitu KMT Susanti Purwohadiningrum yang juga istri KRA Bambang S Adiningrat (Ketua Pakasa Cabang Jepara).

“UMBUL DONGA” : Doa kenduri wilujengan atau “umbul donga” dalam ekspresi budaya Jawa, menjadi inti ritual “Wiwit Pari”, sebagai ungkapan terima kasih masyarakat Desa Teluk Awur atas rezeki yang dilimpahkan Allah SWT. Tradisi ini diinisiasi kembali sejak kehadiran Pakasa Cabang Jepara. (foto : iMNews.id/dok)

Di antara urutan acara ritual itu, ada beberapa sambutan di antaranya oleh Pj Bupati dan dari pengurus Pakasa Cabang Jepara diwakili KRT Anam Setyodipuro. Hiburan tari “Panen” dari “Sanggar Selendang Kemuning” dan musik campursari “New Loka Budaya”, dinikmati bersama termasuk oleh warga yang sedang memetik padi.
Tradisi “wiwit panen” atau “panen wiwitan”, adalah tradisi masyarakat Jawa yang sudah ada sejak Mataram kuno, jauh sebelum abad 14. Ritual tradisi dimulai saat setelah tanam padi dan diadakan kembali saat padi sudah waktunya dipanen, dengan sebuah ritual doa “kenduri” yang biasanya mengawali kali pertama memetik padi.

DALAM TARIAN : Suasana pesta panen padi masyarakat Desa Teluk Awur, Kecamatan Tahunan dan seluruh masyarakat Kabupaten Jepara, sampai terwujud dalam gerak tarian berjudul tari “Panen”. Tari ini dipentaskan sebagai hiburan dalam ritual “Wiwit Pari” yang digelar bersama Pakasa Cabang Jepara, Kamis (25/4). (foto : iMNews.id/dok)

Setelah panen raya banyak warga yang menggelar pentas wayang dengan lakon “Sri Mulih”, misalnya di wilayah Surakarta, terutama di Kabupaten Klaten yang sejak zaman Kraton Mataram Kartasura dikenal sebagai lumbung padi “Raja Lele”. Tetapi, surplus pangan “sudah berakhir” dengan “dihancurkannya” budaya Jawa sejak 1945.

Ungkapan rasa syukur kepada Tuhan YME dalam pentas wayang kulit, sambil mengundang sanak-saudara dan para tetangga, untuk menikmati bersama hasil panen raya setelah selesai didoakan dalam kenduri. Di Kabupaten Jepara ritual sejenis itu juga sudah lama hilang, sampai diinisiasi kembali dengan hadirnya Pakasa cabang Jepara. (won-i1).

Leave a Reply