Pentas “Sekaten Art Fest” Hari Kelima, Jumlah Kunjungan Mulai Berkurang

  • Post author:
  • Post published:September 26, 2023
  • Post category:Regional
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Pentas “Sekaten Art Fest” Hari Kelima, Jumlah Kunjungan Mulai Berkurang
"GATUTKACA CILIK" : Tari "Gatutkaca Gandrung" yang disajikan seorang bocah usai SD, menarik perhatian pengunjung. Gusti Moeng dan Gusti Ayu (GKR Ayu Koes Indriyah) menyalami dan mengajak foto "Gaturkaca cilik" yang tampil menggemaskan di Pendapa Sitinggil Lor, semalam. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Diumumkan Terbuka, Sanggar Pawiyatan Beksa Terima Siswa dari Luar Kraton

SURAKARTA, iMNews.id – Pentas seni “Sekaten Art Fest” dalam rangka menyemarakkan upacara adat Sekaten Garebeg Mulud 2023 memasuki hari kelima, Senin malam (25/9), yang menunjukkan jumlah kunjungan mulai berkurang dari malam-malam sebelumnya sejak pembukaan Jumat (22/3) rata-rata ada 300-an orang yang menyaksikannya. Banyak faktor yang bisa menyebabkan turunnya jumlah penonton itu, di antaranya durasi pentas semalam lebih singkat atau berakhir sebelum pukul 21.00 WIB dari biasanya lebih dari pukul 9 malam karena jumlah sajian lebih sedikit dari biasanya.

Seperti pernah disinggung Dr Purwadi, seorang peneliti sejarah dari Lokantara Pusat di Jogja yang sempat mengamati jalannya agenda pentas seni “Sekaten Art Fest” itu (iMNews.id, 24/9), menyebutkan bahwa di antara para penonton pentas itu adalah “supporter” grup-grup penyaji tari peserta “Sekaten Art Fest” yang tampil tiap malam. Ketika, grup tersebut sudah menyelesaikan pentasnya, kalangan “supporter” yang terdiri dari keluarga penari peserta, lalu meninggalkan tempat untuk pulang. Padahal, tiap penyaji ada yang hanya tampil tunggal atau seorang, tetapi ada yang sampai 8 orang.

“GONJRAT-GANJRET” : Tari “Gonjrat-ganjret” atau “Beksan Langen Mataya” yang melukiskan karakter “gecul” atau lucu dengan tujuan menghibur, disajikan Sanggar Pawiyatan Beksa Kraton Mataram Surakarta di ajang “Sekaten Art Fest” malam kelima di Pendapa Sitinggil Lor, Senin (25/9). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Seperti yang sudah berjalan sejak pembukaan “Sekaten Art Fest”, Jumat (22/9) atau sajian serupa untuk menyemarakkan Sekaten Garebeg Mulud 2022 atau tahun lalu, tiap malam panitia mengagendakan penampilan rata-rata tiga sanggar tari dari beberapa daerah selain Sanggar Pawiyatan Beksa Kraton Mataram Surakarta yang dipimpin Gusti Moeng selaku ketuanya. Tiap sanggar, rata-rata menampilkan empat repertoar atau judul tari yang masing-masing disajikan atau seorang/tunggal hingga delapam penari. Kecuali Sanggar Pawiyatan Beksa, yang rata-rata hanya menampilkan satu sajian tiap malam, sedikitnya tiga penari tiap judul sajian.

Sebab itu, ketika pentas malam kelima, Senin (25/9) berlangsung dan hanya disajikan enam repertoar tari dari 4 sanggar yang rata-rata durasinya tidak lebih dari 15 menit, maka pentas senidi Pendapa Sitinggil Lor yang masih megah, bersejarah dan bergengsi yang dimulai pukul 19.30 WIB itu sudah berakhir sebelum pukul 21.00 WIB. Padahal, setiap jeda di interval sajian, beberapa juru pambiwara dari Pasipamarta yang bertugas memandu acara dengan Bahasa Jawa yang diselingi Bahasa Indonesia itu, sudah berusaha “mengulur” waktu dengan promo “Sanggar Pawiyatan Beksa Kraton” yang terbuka menerima siswa dari luar kraton.

“MULI BETANGGAI” : Tari “Muli Betanggai” persembahan Sanggar Pesona Nusantara memberi kesan inovasi atas kreasi yang mengkolaborasikan besejumlah unsur etnik dari Nusantara, tetapi basis budaya Jawa yang melatarbelakanginya sangat kuat. Sajian ini, tentu menarik penonton “Sekaten Art Fest” di Pendapa Sitinggil Lor, Senin (25/9). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Bagi bapak-ibu yang mempunyai putra/putri dan ingin belajar menari, silakan menghubungi pengelola/humas sanggar. Sanggar Pawiyatan Beksa Kraton Mataram Surakarta menerima siswa yang ingin belajar menari. Sumangga. Kagem bapak/ibu ingkang kagungan putra/putri, menawi ngersaaken badhe gladhen tari wonten Sanggar Pawiyatan Beksa Kraton Mataram Surakarta, saget sesambetan kalian para paraga pengelola sanggar woten sekretariat sanggar. Mekaten, wara-wara sawetawis iangkang saget kula aturaken. Matur nuwun,” demikian bunyi kalimat promo yang diucapkan bergantian dari empat juru pambiwara yang bertugas Senin malam (25/9).

Ungkapan bernada promo yang disampaikan setelah tari “Manipuri” suguhan dari Sanggar Gedhong Kuning itu, rupanya menjadi pengumuman terakhir sebelum pentas semalam ditutup dengan penampilan seorang bocah usia SD yang menyajikan tarian tunggal “Gatutkaca Gandrung”, dari Sanggar Pratama Budaya. Begitu sajian demi sajian sudah lewat, rombongan penari yang menjadi “supporter” yang ikut memenuhi ruang penonton, lalu pulang dan “supporter”nyapun berbondong-bondong ikut pulang. Begitu seterusnya sampai penyaji terakhir tampil, meskipun masih banyak pula penonton umum yang juga pengunjung Sekaten rata-rata tetap bertahan sampai seluruh pertunjukan berakhir.

TARI “BATIK” : Tari “Batik” suguhan Sanggar Pesona Nusantara, memperagakan kegiatan profesi kalangan wanita di masa lalu yang hari-harinya dihabiskan untuk menorehkan canthing di atas mori alias “membatik”. Sajian ini, membuka cakrawala wawasan generasi masa kini. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Semalam, kali pertama penampilan dilakukan Sanggar Pawiyatan Kraton Mataram Surakarta yaitu tari “Gonjrat-ganjret” atau “Beksan Langen Mataya” yang diperagakan dua penari yang tampil dengan gerak tari lucu atau “gecul”, mirip “dagelan” panggung kesenian Ketoprak atau Ludruk. Berikut dari Sanggar Pesona Nusantara yang menyajikan tari “Muli Betanggai”, tari “Batik”, tari “Genjring Party”, Sanggar RnR Production menyajikan tari “Golek campursari” dan Sanggar Gedhong Kuning menyajikan tari “Manipuri”. Malam nanti, Selasa (26/9) mulai pukul 19.30 WIB, akan disajikan sekitar 7 tarian dari dua sanggar di Surakarta.

Menurut Dr Purwadi, pentas seni “Sekaten Art Fest” yang sudah dua kali ini diinsiasi Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat saat berlangsung ritual Sekaten Garebeg Mulud di tahun 2023 ini, memiliki lima fungsi positif. Yaitu untuk memberi ruang penyaluran bakat bagi kalangan siswa/anggota sanggar-sanggar tari, menjadi ruang solidaritas untuk transfer knowlegde kelas seni terdidik kepada masyarakat luas “pandemen” seni, dan juga bisa menjadi media pembentukan identitas kultural, bisa menjadi pendukung tradisi multikultur serta menjadi peluang untuk mendekatkan masyarakat umum dengan kraton.

FOTO BERSAMA : Tiap selesai menjalankan tugas tampil di ajang “Sekaten Art Fest” di Pendapa Sitinggil Lor, Senin (25/9), para penari grup penyaji hampir pasti meminta Gusti Moeng, bahkan juga Gusti Ayu, untuk mengabadikan partisipasinya dengan foto bersama. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Beberapa hal yang disebut Dr Purwadi itu memang sudah dicontohkan dengan tampilnya berbagai jenis seni kreasi yang rata-rata masih berbasis budaya Jawa, meskipun banyak sentuhan budaya dari wilayah etnik lain, pop dan asing, juga contoh-contoh tampilnya kesenian klasik khas kraton untuk bisa dinikmati khalayak umum secara terbuka dan nyaman. Upaya mendekatkan kraton dengan masyarakat, juga diwujudkan dengan pentas “Sekaten Art Fest” itu di Pendapa Sitinggil Lor yang masih megah, bergengsi dan bersejarah. Lokasi bangunan itu, dulu hanya dipakai untuk “pisowanan” Raja Mataram Surakarta dengan para pejabatnya saat ada upacara adat besar seperti Sekaten Garebeg Mulud.

Sementara itu, upacara adat Sekaten 2023 sampai Selasa (26/9) ini sudah menginjak hari keenam sejak dibuka kali pertama dengan ditabuhnya gamelan Kiai Guntur Sari dan Kiai Guntur Madu, Kamis (21/9). Inti upacara adat hajad-dalem Sekaten Garebeg Mulud 2023 akan berakhir Kamis pagi (28/9), dengan diusungnya sepasang gamelan kembali ke tempat penyimpanan yang disusul dengan keluarnya prosesi mengarak dua pasang Gunungan untuk didoakan di Masjid Agung, Kamis siang (28/9). Namun, keramaian pasar malam di Alun-alun Lor, Pendapa Pagelaran Sasana Sewaka dan halaman Masjid Agung, yang dibuka 8 September, akan terus berlanjut sampai Minggu 8 Oktober 2023. (won-i1)