Tanggal Puncak Ritual Garebeg Mulud yang Keliru di Baliho Sudah Direvisi
SURAKARTA, iMNews.id – Keramaian pasar malam atau “Maleman Sekaten 2023” dibuka resmi Sinuhun PB XIII yang ditandai pengguntingan untaian melati di pintu masuk arena bursa dan pameran, “topengan” Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa Kraton Mataram Surakarta, Jumat sore (8/9) kemarin sekitar pukul 15.00 WIB. Upacara pembukaan yang hanya disaksikan belasan tamu undangan non-VIP maupun non-VVIP selain kerabat kraton itu, berlangsung singkat karena setelah pengguntingan pita ada sajian “tari-tarian rakyat” dan doa, lalu selesai.
“Maleman Sekaten 2023” yang menggunakan lokasi Alun-alun Lor dan kompleks Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, berisi arena dagang aneka produk dan sarana rekreasi berupa berbagai jenis wahana mainan ditambah pameran, bursa dan promo aneka produk terutama hasil UMKM. Khusus yang berdagang di halaman Masjid Agung, biasanya baru muncul beberapa saat menjelang datangnya sepasang gamelan Kiai Guntur Sari dan Guntur Madu yang dijadwalkan baru diperdengarkan pada Kamis, 21 September dan akan berakhir Kamis, 28 September saat hajad-dalem Gunungan Garebeg Mulud didoakan di masjid.

Penyelenggaraan “Maleman Sekaten 2023” dan upacara adat hajad-dalem Garebeg Mulud tahun ini, masih berada dalam suasana proses “perdamaian” yang terjadi pada 3 Januari 2023 setelah ada peristiwa “insiden Gusti Moeng kondur Ngedhaton” pada 17 Desember 2022. Oleh sebab itu, upacara adat untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad yang tepat jatuh pada tanggal 12 Mulud tahun (Jawa) Jimawal 1957 atau 12 Rabiul Awal tahun 1445 Hijriyah itu, menjadi momentum perdana dalam suasana proses “perdamaian” yang pernah dicapai antara Sinuhun PB XIII dengan adik kandungnya, GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat.
Namun, sejak peristiwa “perdamaian” 3 Januari antara dua tokoh paling terpandang di lingkungan internal maupun eksternal kraton sejak 2017 atau sejak saat perdamaian dicapai itu, tidak memperlihatkan kesan berjalan seperti yang diharapkan banyak pihak. Karena, masing-masing organ atau figur dalam struktur kelembagaan di bawah dua tokoh itu tidak benar-benar memperlihatkan proses perdamaian alami yang ideal, tetapi justru sebaliknya tetap ada di antaranya yang mencari jalan sendiri dan melakukan aktivitasnya di jalannya sendiri secara terpisah.

Pemandangan seperti itu juga terlihat dalam pembukaan “Maleman Sekaten 2023” di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa yang memperlihatkan Sinuhun PB XIII hadir membuka resmi event itu, begitu juga GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng juga hadir, tetapi pidato sambutan pembukaan dilakukan figur dari pihak yang pernah “berseberangan” dengan “Bebadan Kabinet 2004” pimpinan Gusti Moeng. Karena “kedua pihak” di struktur bawah masih ada dua seberang, maka pelaksanaan upacara adat Sekaten hajad-dalem Garebeg Mulud “perdamaian” perdana di tahun 2023 ini tetap diwarnai berbagai macam kekeliruan, bahkan fatal.
Kekeliruan fatal itu terjadi dalam aktivitas publikasi yang menulis pengumuman soal tanggal dalam media baliho salah, padahal segala bentuk simbol tentang waktu penanggalan yang diperlihatkan Kraton Mataram Surakarta untuk publik secara luas, hingga kini selalu dijadikan pedoman publik, termasuk kraton dan “kadipaten” di lingkungan anggota Catur Sagatra Dinasti Mataram. Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat, terpaksa mengoreksi dan memberi peringatan keras kepada tim kreatif atau pimpinannya dari lingkungan Sinuhun PB XIII, yang bertanggungjawab memproduksi baliho publikasi itu.

Di tiga baliho itu, sampai Rabu (7/9) masih bertuliskan “hajaddalem” pareden Garebeg Mulud Sekaten 2023 akan dilaksanakan pada hari Rabu 27 September”. Begitu dikoreksi dan diperingatkan Gusti Moeng, tiga baliho di tiga titik lokasi diganti baru dengan waktu yang sudah direvisi, yaitu tanggal 28 September. Tiga titik baliho publikasi yang dipasang tim kreatif dari lingkungan Sinuhun, adalah di ujung timur halaman Kamandungan, Baluwarti atau di depan pintu masuk wilayah “kedhaton” Kraton Mataram Surakarta, di ujung utara Alun-alun Kidul dan di pojok timur taman dekat gapura pintu masuk kraton di Gladag.
“Kelihatannya sudah diganti semua dengan penulisan yang benar. Ya sangat memalukan, wong kita (Kraton Surakarta) itu selama ini dijadikan ‘pathokan’ atau pedoman mereka. Kita yang dianggap bertanggungjawab memelihara sistem pembagian waktu kalender Jawa karya eyang Sultan Agung, mosok malah keliru. Nabi Muhammad lahirnya 12 Mulud (28 September-Red), kok ditulis 11 Mulud (27 September-Red). ‘Kan fatal itu. Bisa dianggap macam-macam yang serba tidak baik ta? Itu ‘kan merusak kepercayaan publik yang selama ini masih diberikan kepada kraton ta?,” ujar Gusti Moeng menjawab pertanyaan iMNews.id, kemarin.

Selain merevisi kesalahan penulisan tanggal yang sudah direvisi, Gusti Moeng juga sedang menyelesaikan urusan memberi ganti rugi sewa lahan pasar malam di Alun-alun Lor yang sudah dijual ijon tiga tahun lalu. Proses regenerasi abdi-dalem karawitan menabuh gamelan Sekaten yang tinggal 14 orang, juga jadi perhatian serius, karena kebutuhannya 47 orang. Saat gamelan Kiai Guntur Sari di Bangsal Pradangga Kidul dan Kiai Guntur Madu di Bangsal Pradangga Lor di halaman kompleks kagungan-dalem Masjid Agung, butuh penabuh sebanyak itu. Kekurangannya diharapkan bisa didapat dari kelompok-kelompok seniman karawitan, tetapi yang rela “suwita” atau mengabdi di kraton.
Perihal SDM ini, menjadi titik berat salah satu persoalan yang ditandaskan KPH Edy Wirabhumi ketika ditanya para awak media untuk menanggapi konsep revitalisasi bantuan pemerintah pusat yang menurut Wali Kota Gibran sudah akan mulai dilaksanakan setelah acara Sekaten yang berakhir 8 Oktober 2023. Menurutnya, konsep revitalisasi kraton tidak boleh hanya mengurusi bangunan fisiknya, tetapi harus memperhatikan dan menyesuaikan keberadaan faktor manusianya (SDM-Red), karena Kraton Mataram Surakarta adalah “Living Museum” dan “Living Heritage” bukan museum mati atau warisan yang mati. (won-i1)