Komunitas Pecinta Seni-Budaya Jawa dari Jepang “Mampir” di Kraton Mataram Surakarta

  • Post author:
  • Post published:August 28, 2023
  • Post category:Regional
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Komunitas Pecinta Seni-Budaya Jawa dari Jepang “Mampir” di Kraton Mataram Surakarta
SEBAGAI INSTRUKTUR : Eks penari Bedaya Ketawang, Rahmalina, berada di depan mencontohkan urutan gerak tari Srimpi Anglir Mendung ditugasi, sementara belasan anggota komunitas pecinta seni budaya Jawa asal Tokyo, Jepang yang menjadi siswa "kursus kilat" mengikuti dari belakang, Minggu malam (27/8). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Kursus Kilat” Tari Srimpi Anglir Mendung pada Gusti Moeng di Bangsal Smarakata

SURAKARTA, iMNews.id – Kraton Mataram Surakarta mendapat tamu rombongan komunitas pecinta seni budaya dari Jepang kurang-lebih 25 orang, yang diterima GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat di Bangsal Smarakata, Minggu malam (27/8/2023). Kedatangan mereka ingin belajar atau “kursus kilat” salah satu repertoar tari khas kraton, yang langsung dibimbing seorang instruktur bernama Rahmalina (istri KPH Raditya Lintang Sasangka) dan langsung mempraktikkan di bangsal itu dengan iringan rekaman elektronik yang dimulai pukul 20.00 WIB, semalam.

Menurut Pengageng Sasana Wilapa yang juga Pangarsa Pawiyatan Beksa Kraton Mataram Surakarta yang akrab disapa Gusti Moeng saat dihubungi iMNews.id, pagi tadi, sebagian besar tamu dari Jepang yang ikut praktik latihan tari semalam rata-rata sudah pernah ke kraton, beberapa tahun lalu. Mereka ada yang belajar beberapa gerakan repertoar-repertoar tari di kraton di bawah bimbingan beberapa pelatih di luar kraton, juga mengawali mempelajari gerakan melalui video rekaman pentas tari dari kraton yang sudah banyak beredar di luar kraton.

SIKAP HORMAT : Sikap hormat dalam semua tari di Jawa apalagi di kraton, diwujudkan dengan sikap sembah yang juga diajarkan kepada belasan anggota komunitas pecinta seni budaya Jawa asal Tokyo, Jepang yang menjadi siswa “kursus kilat” tari Srimpi Anglir Mendung di Bangsal Smarakata, Minggu malam (27/8). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Di antara mereka sudah ada yang pernah ke kraton. Ada juga yang belajar menari repertoar tari kraton, khususnya yang bisa digelar di luar kraton. Semalam itu, mereka pengin belajar langsung di dalam kraton. Saya pilihkan tari Srimpi Anglir Mendung. Latihannya di Bangsal Smarakata dan istri Kanjeng Lintang (KPH Raditya Lintang Sasangka – Rahmalina) yang menjadi instrukturnya,” ujar Gusti Moeng sambil menambahkan bahwa latihan tari jadwal tiap Minggu sudah kembali berjalan empat bulan (sejak “insiden Gusti Moeng kondur Ngedhaton 17 Desember 2022”-Red).

Di tempat terpisah, Rahmalina selaku instruktur yang dikenal akrab dengan nama Lina saat dimintai konfirmasi iMNews.id siang tadi menjelaskan, rombongan komunitas pecinta seni budaya Jawa di Jepang yang datang ke kraton itu itu berasal dari Dewandaru Dance Company dan Sanggar Ajisai di Tokyo, Jepang. Mereka datang ke Indonesia dalam rangka “Peringatan Hubungan Kerjasama Budaya Indonesia-Jepang”, yang salah satu acaranya digelar di SMKN 8 atau eks SMKI dalam event pentas rutin “Nemlikuran” atau pentas seni yang digelar tiap datang tanggal 26 atau sebulan sekali.

POSISI BERSILA : Hampir semua jenis tari klasik khas kraton, selalu dimulai dengan sikap bersila untuk memberi hormat sebagai awal gerak, seperti tari Srimpi Anglir Mendung yang diajarkan dalam “kursus kilat” kepada belasan anggota komunitas pecinta seni budaya Jawa asal Tokyo, Jepang di Bangsal Smarakata, Minggu malam (27/8). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Saat mereka tampil di acara itu (Sabtu, 26/8), bertemu saya saat itu juga ikut menyaksikan acara itu. Mereka bertanya bagaimana bisa ke kraton dan latihan tari klasik khas kraton? Akhirnya saya mencoba bertanya kepada Gusti Wandan (GKR Wandansari Koes Moertiyah-Red) dan diizinkan untuk datang dan berlatih, tadi malam (Minggu malam (27/8) itu. Dan saya malah ditugasi untuk memandu mereka. Dan sayapun dengan senang hati menerima tugas itu,” ujar Lina yang sehar-sehari bertugas sebagai karyawan di kantor KPUD Surakarta itu.

Menurut penari yang juga instruktur di Sanggar Pawiyatan Beksa Kraton Mataram Surakarta itu, sebagian besar di antara rombongan yang “kursus kilat” itu cepat menguasai gerakan demi gerakan dari bagian ke bagian dari struktur tari Srimpi Anglir Mendung. Mereka yang berlatih semalam, semua mengenakan “jarik” atau “nyamping” dan mengikatkan “sampur” di pinggang masing-masing, sebagai salah satu syarat menari, sekalipun dalam tahap belajar. Mereka terbagi dalam enam kelompok yang masing-masing disertai seorang penari dari pawiyatan, termasuk Gusti Moeng, sang instruktur berkelas maestro tari khas kraton itu.

SANG MAESTRO : Sang Maestro tari klasik khas kraton, Gusti Moeng, juga menjadi perhatian belasan anggota komunitas pecinta seni budaya Jawa asal Tokyo, Jepang di Bangsal Smarakata, Minggu malam (27/8), karena memang patut dijadikan pedoman. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Selain Rahmalina yang berdiri di paling depan bersama kelompok penari yang sedang “kursus kilat”, kelompok yang sedang kursus juga bisa mengikuti panduan gerak para penari sekaligus instruktur di kelompok masing-masing. Termasuk di kelompoknya Gusti Moeng, yang bahkan didaulat beberapa kelompok yang memperlihatkan satu rangkaian gerakan yang dianggap paling sulit. Mereka duduk rapi di lantai dan berkonsentrasi penuh mencermati gerakan yang dicontohkan Gusti Moeng. Sementara, cara duduk bersila dan memberikan hormat khas penari kraton yaitu “menyembah”, dicontohkan oleh Lina.

Walau “kursus kilat” diberikan materi tari Srimpi Anglir Mendung secara utuh dalam durasi 30 menit, sangat tidak mudah bagi siapa saja yang tidak pernah belajar tari klasik apalagi khas kraton yang dikenal “alusan” atau halus, atau menguasai penuh melalui proses detail, bertahap dan dalam waktu yang cukup. Sebab itu, untuk melakukan gerak duduk dalam posisi bersila lalu bersikap sempurna kemudian melakukan sembah dari semula berdiri, jarang yang bisa dilakukan para peserta “kursus kilat” itu, apalagi dengan sempurna.

INSTRUKTUR KELOMPOK : Gusti Moeng selaku Pangarsa Sanggar Pawiyatan Beksa Kraton Surakarta, juga berbaur dalam kelompok sebagai instruktur ketika berlangsung “kursus kilat” tari Srimpi Anglir Mendung bagi belasan anggota komunitas pecinta seni budaya Jawa asal Tokyo, Jepang di Bangsal Smarakata, Minggu malam (27/8). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Tari Srimpi Anglir Mendung bukan merupakan tari rumpun “Bedayan” yang masuk kategori sakral di kraton, meski levelnya di bawah tari Bedaya Dura Dasih misalnya yang sama-sama diciptakan semasa jumenengnya Sinuhun Paku Buwana sebagai salah satu “pusaka” di kraton. Karena termasuk “pusaka”, maka koleksi tari tersebut tidak bisa dipentaskan di sembarang tempat dan tidak bisa asal dipentaskan tanpa kelengkapan persyaratan, terutama tatacara adatnya. Namun, sebagai bahan latihan atau belajar, memang tidak seperti ketika benar-benar dipentaskan, apalagi hanya satu bagian “gending Kemanak” saja.

Sementara itu, para pecinta seni budaya dari dua sanggar besar di Tokyo, Jepang itu, sebelumnya sempat menampilkan beberapa repertoar tari tradisional di ajang Pentas Nemlikuran di Pendapa Joglo Surya Hamijaya  SMKN 8, Kepatihan, Surakarta. Mereka menyajikan tari Gambyong Gambirsawit, tari Pamungkas, tari Mandrorini, tari Topeng Gunungsari, tari Karno Tanding dan saguhan tari Catur Sagatra disajikan Sanggar Sekar Tanjung dari Jakarta. Misi kesenian peringatan itu juga disajikan SMKN 8 Surakarta dalam rangka ikut memeriahkan peringatan HUT RI ke-78. (won-i1)