Warga Cilacap Datang Pada Gusti Moeng, Mencari Tahu Asal-usul Leluhurnya

  • Post author:
  • Post published:August 28, 2022
  • Post category:Regional
  • Post comments:0 Comments
  • Reading time:3 mins read

Dijelaskan Bagaimana Akhir 200 Tahun Mataram, Juga Adanya Pakasa

SURAKARTA, iMNews.id – Sekitar 80-an warga Kabupaten Cilacap yang mengaku masih trah keturunan RT Ronggo (Rangga-Red) Kertarana, siang tadi bertamu pada Gusti Moeng di ndalem Kayonan, Baluwarti. Dalam dialog yang dibuka Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) yang juga Pengageng Sasana Wilapa itu, rombongan yang sebagian sudah menjadi anggota Pakasa Cabang Cilacap, datang ingin mencari informasi lebih lengkap tentang asal-usul dan jatidirinya serta hubungan antara Cilacap dengan Kraton Mataram Surakarta.

Baik KRT Rudy maupun KRT Bambang selaku pimpinan rombongan, dalam dialog menyatakan ingin meminta penjelasan tentang urutan silsilah dari mana nama leluhurnya yang bernama RT Ronggo Kertarana. Selain itu, diinginkan pula penjelasan tentang peran nyata Kraton Mataram dalam pengembangan Islam, karena menurutnya sering disebut-sebut sejak Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma adalah Kraton Mataram Islam.

“Karena hampir semua wilayah di Jateng, Jatim dan Madura dulu menjadi wilayah kedaulatan ‘negara’ Mataram, maka di situ pasti ada bekas-bekas jejak yang bisa dikenali. Setidaknya istilah jabatan bupati, lengkap nama nama pejabatnya. Sejak Mataram Panembahan Senapati di Kutha Gedhe, hingga Mataram Sultan Agung di Plered, sampai Mataram berpindah ke Kartasura dan berakhir di Surakarta sampai sekarang, jejak-jejak itu masih ada. Bahkan sejak 1945, nama wilayah dan jabatannya digunakan NKRI untuk dijadikan nama satuan dan wilayah dalam struktur pemerintahan di seluruh Indonesia,” sebut Gusti Moeng yang bernama lengkap GKR Wandansari Koes Moertiyah.

BERFOTO BERSAMA : Seusai mendapat pencerahan dalam dialog, Gusti Moeng mengajak berfoto bersama rombongan warga Cilacap yang bertamu kepadanya di ndalem Kayonan, Baluwarti, tadi siang. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Ditambahkan, pangkat “Tumenggung” atau “T”, sejak dulu sudah ada dan kebanyakan menunjuk pada abdidalem garap yang identik dengan aparatur sipil negara (ASN) dalam konteks NKRI, karena Kraton Mataram adalah sebuah “negara” berdaulat sampai 17 Agustus 1945. Kebanyakan, pejabat sampai di tingkat wilayah “Kawedanan” atau kecamatan, bahkan desa, waktu itu, dipegang oleh tokoh-tokoh yang memiliki garis keturunan dengan leluhurnya yang tidak jauh dari keluarga besar kraton, entah secara langsung, atau karena posisinya sebagai menantu.

Dalam kesempatan itu, KPH Edy Wirabhumi selaku Pangarsa Punjer Pakasa mendapat giliran memberi sambutan juga menjelaskan arti penting Pakasa, sebagai organisasi yang sudah ada karena didirikan Sinuhun Paku Buwana (PB) X pada tahun 1931. Menurutnya, siapapun yang berada di dalam Pakasa, berarti cinta budaya dan siap melestarikan budaya Jawa yang bersumber dari Kraton Mataram Surakarta.

“Sekarang, banyak bermunculan organisasi yang tidak jelas asal-usulnya dan tujuan idealnya. Kita beruntung punya Pakasa, organisasi yang keberadaannya dulu tidak diragukan lagi, karena menjadi bagian dari gerakan merintis kemerdekaan. Sekarang ini, banyak tokoh-tokoh nasional baru sadar, bahwa budaya bisa mempersatukan semuanya, termasuk bangsa ini. Budaya tidak untuk golongan atau keyakinan tertentu. Tetapi semua bisa bersinergi di situ, untuk kepentingan tegaknya bangsa dan NKRI. Semangat ini yang kami sebarkan secara nasional melalui anggota MAKN, juga Gusti Moeng melalui FKIKN,” jelas KPH Edy selaku Ketua Umum Majlis Adat Kraton Nusantara (MAKN). (won/i1)

Leave a Reply