Universitas Krisna Dwipayana Ajak Kraton Bikin “Buku Putih”
SURAKARTA, iMNews.id – Sabtu (5/8/2023) pagi besok, Kraton Mataram Surakarta akan menggelar upacara adat “wilujengan nagari pengetan adeging Mataram Surakarta” yang genap berusia 287 tahun (Jawa) pada 17 Sura tahun Jimawal 1957 ini atau 278 tahun (M) pada 20 Februari lalu, di gedhong Sasana Handrawina mulai pukul 09.00 WIB. “Pisowanan” untuk semua kerabat keluarga besar masyarakat adat yang digelar kali pertama di era “perdamaian” sejak ada peristiwa 3 Januari 2023 itu, bahkan akan dihadiri Sultan Ahmad Sjah bersama rombongan dari Kesultanan Jailolo, Provinsi Maluku Utara (Malut).
“Kemarin siang kraton punya tamu rombongan dari Sultan Jailolo (Sultan Ahmad Sjah-Red) dan rombongan, juga rombongan pimpinan dari Universitas Krisna Dwipayana, sebuah universitas swasta tertua di Jakarta. Kalau rombongan Sultan Jailolo bersilaturahmi sebagai sesama anggota MAKN, juga anggota FKIKN yang di situ saya sebagai Sekjen-nya. Sabtu besok (5/8), rombongan Sultan Jailolo bahkan akan ikut hadir dalam upacara 17 Sura di kraton. Sedangkan rombongan dari Universitas Krisna Dwipayana, selain bersilaturahmi juga mengajak kraton bikin ‘Buku Putih’ tentang sejarah perjalanan kraton,” jelas Gusti Moeng.

Gusti Moeng yang bernama lengkap GKR Wandansari Koes Moertiyah menjawab pertanyaan iMNews.id yang meminta konfirmasi soal kedatangan tamu dari dua lembaga berbeda itu, tadi pagi. Disebutkan Pengageng Sasana Wilapa yang juga Pengageng Lembaga Dewan Adat itu, Kesultanan Jailolo di Provinsi Maluku Utara, adalah bagian dari Forum Komunikasi dan Informasi Kraton Nusantara (FKIKN) yang dipimpin Gusti Moeng selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) yang kantornya berkedudukan di Kraton Surakarta. Kesultanan itu juga menjadi anggota Majlis Adat Kraton Nusantara (MAKN) yang berkantor pusat di Denpasar, Bali dan diketuai KPH Edy Wirabhumi.
Mengenai kehadiran rombongan pimpinan Universitas Krisna Dwipayana, menurut Gusti Moeng ada keinginan ke arah kerja-sama dengan kraton, di antaranya untuk membuat “Buku Putih” tentang sejarah perjalanan Kraton Mataram Surakarta. Universitas swasta tertua di Jakarta itu memiliki bidang-bidang kajian tentang sejarah dan budaya di masa lampau, termasuk sejarah Kraton Mataram Surakarta yang banyak berjasa terhadap peradaban di negeri ini, termasuk sebagai sumber budaya Jawa. Tetapi dalam perjalanan setelah jauh ke depan, yaitu setelah 1945, Kraton Surakarta justru malah dituduh “pro-Belanda” dan sebagainya.

“Universitas Krisna Dwipayana termasuk salah satu yang prihatin dengan stigma negatif yang dikembangkan pihak-pihak tertentu setelah 1945. Saya berulang-ulang menjelaskan di berbagai kesempatan dan forum, bahwa Kraton Mataram Surakarta sama sekali tidak seperti yang tudingan pihak-pihak yang sengaja ingin menghilangkan makna dan jasa-jasa Mataram Surakarta dan para leluhur pemimpin di Mataram. Ada kesan memang sengaja untuk meniadakan atau ‘mengubur’ Mataram. Peristiwa Perjanjian Giyanti selalu diangkat untuk menyudutkan Kraton Surakarta. Maka, ajakan membuat Buku Putih itu, kami sambut baik,” tambah Gusti Moeng.
Berkait dengan itu, Gusti Moeng juga menyebutkan bahwa sangat banyak bukti yang menggugurkan tudingan-tudingan negatif itu, misalnya kajian-kajian sejarah yang dilakukan beberapa ilmuwan, berbagai penghargaan yang diberikan pemerintah di awal republik khususnya kepada Sinuhun PB XII maupun beberapa pengakuan jujur yang mulai bermunculan. Salah satu pengakuan jujur itu, datang dari Museum Rekor Indonesia (Muri) yang dipimpin budayawan Jaya Suprana. Piagam penghargaan diberikan Muri kepada Sinuhun PB XII sebagai Raja yang pertama yang mengakui dan mendukung kemerdekaan RI, di Jakarta, Minggu (9/7/2023)

Piagam pengahargaan yang berisi kalimat pengakuan terhadap peran Sinuhun PB XII itu, diserahkan utusan pimpinan Muri yang diterima langsung oleh Gusti Moeng selaku Pengageng Lembaga Dewan Adat sekaligus Pengageng Sasana Wilapa Kraton Mataram Surakarta. Piagam dari Muri itu, diserahkan bersamaan dengan penghargaan dari Senawangi, Jakarta, di sela-sela pentas pertunjukan sendratari “Arjuna Wiwaha”, di Gedung Wayang Kautaman, Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Senawangi bekerjasama dengan kraton untum menggelar koleksi seni budaya khasnya berjudul “Arjuna Wiwaha” itu, di gedung tersebut.
Seperti pernah diberitakan media ini (28/6/203), bahwa Sekretariat Nasional Wayang Indonesia (Senawangi) bekerjasama dengan Kraton Mataram Surakarta untuk menggelar sendratari berjudul “Arjuna Wiwaha” di Gedung Wayang Kautaman, TMII, Jakarta Indonesia, Minggu (9/7). Di sela-sela acara itu, Marsekal Madya (Purn) TNI Bambang Soelistyo selaku Ketua Umum Senawangi menyerahkan piagam penghargaan diikuti utusan yang mewakili Muri menyerahkan piagam pengakuan untuk Sinuhun PB XII, yang semuanya diterima Gusti Moeng di atas panggung pertunjukan, Minggu malam itu.

Mengenai upacara adat “wilujengan nagari” yang digelar Sabtu pagi besok, Gusti Moeng menyebutkan tidak mengundang pengurus dan warga Pakasa dari berbagai daerah selain kerabat keluarga inti, sentana dan abdi-dalem serta yang bekerja pada “Bebadan Kabinet 2004”. Perwakilan itu hanya beberapa dari pengurus Pakasa beberapa cabang terdekat saja, karena kalau semua pengurus apalagi waraga Pakasa semua cabang diundang, tempat ritual gedhong Sasana Handrawina jelas tidak akan bisa menampung. Jumlah pengurus dan warga Pakasa semua cabang bisa mencapai seribuan, sementara kapasitas tempat upacara idealnya hanya 500-an orang.
“Selain lokasi Pakasa ada yang dari daerah jauh, seperti Banjarnegara atau Cilacap, misalnya. Padahal, itu di Jateng. Apalagi yang dari Jatim, Pakasa Malang itu juga sangat jauh. Maka, yang dekat-dekat saja hanya perwakilan beberapa orang. Karena, semua pengurus dan warga Pakasa akan kami undang pada khol (haul) Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma, Minggu tanggal 20 Agustus atau tanggal 2 Sapar (Tahun Jimawal 1957). Kami undang semua di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa. Ini juga menghindari pemandangan kalau masih ada yang suka ‘acting’ seperti kemarin (iMNews.id, 20/7/2023),” sebut Gusti Moeng. (won-i1)