Warga Ponorogo Sukses Menjadikan Kearifan Lokalnya Sebagai Cirikhas yang Membanggakan (seri 2 – habis)

  • Post author:
  • Post published:July 26, 2023
  • Post category:Regional
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Warga Ponorogo Sukses Menjadikan Kearifan Lokalnya Sebagai Cirikhas yang Membanggakan (seri 2 – habis)
MAKAM BUPATI I : Gusti Moeng saat memimpin rombongan dari Kraton Mataram Surakarta berziarah atau "nyadran" di bulan "Ruwah" tiba di depan "cungkup" makam Bupati Ponorogo I, Adipati Bathara Katong di Desa Setono, Kecamatan Jenangan, menjelang Ramadan tahun ini. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Semangat “Ngumpulake Balung Pisah” Bisa Menjadi Titik Perhatian Besar

IMNEWS.ID – HASIL kajian Dr Purwadi, peneliti sejarah dari Lokantara Pusat (Jogja), tentang riwayat Adipati Bathara Katong yang pernah diasuh sang kakak, Kanjeng Ratu Retna Pembayun yang diperistri Adipati di Pengging (kini masuk Kabupaten Boyolali-Red) bernama Sri Makurung Handayaningrat, mengisahkan cerita menarik yang patut diteladani masyarakat Kabupaten Ponorogo (Jatim), atau masyarakat luas di Nusantara ini. Karena, kisahnya melukiskan suasana kehidupan masyarakat Jawa yang hingga kini masih dilakukan sebagai bentuk ekspresi hubungan kasih-sayang yang terbuka bagi setiap anggota sebuah keluarga besar.

Kehidupan masyarakat Jawa pada zaman Kraton Demak atau di saat-saat akhir Kraton Majapahit di abad 14-15, sudah memberikan contoh keteladan dalam hubungan kekerabatan di antara anggota sebuah keluarga besar yang baik sekali. Karena, Jaka Piturun yang juga salah seorang anak dari Raja Kraton Majapahit, Prabu Brawijaya V, di masa remaja hingga dewasa justru mendapatkan kasih-sayang dari sang kakak, Kanjeng Ratu Retna Pembayun yang kebetulan suaminya menjabat Bupati di Pengging, dengan gelar Adipati Prabu Sri Makurung Handayaningrat.

BARISA PRAJURIT : Iring-iringan barisan Prajurit Kraton Mataram Surakarta tinggal 50-an meter sampai di gerbang kompleks makam Adipati Bathara Katong di Desa Setono, Kecamatan Jenangan, dalam kirab “Bedhol Pusaka” yang digelar Pemkab setempat dalam rangka Hadi Jadi ke-527 Ponorogo, belum lama ini. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Adipati Prabu Sri Makurung Handayaningrat bersama sang istri, tak hanya menempatkan diri sebagai kakak ipar dan kakak kandung, tetapi benar-benar menjadi pengganti kedua orang tua Jaka Piturun yang tak lain adalah Prabu Brawijaya V. Artinya, bimbingan dan kasih-sayang pasangan Prabu Sri Makurung-Kanjeng Ratu Retna Pembayun, sepenuhnya dicurahkan untuk mempersiapkan sang adik bisa mencapai cita-citanya tertinggi. Dan doa serta harapan itu diawali dengan mnjodohkan Jaka Piturun dengan Niken Gandini, putri seorang Demang di daerah Wengker yang bernama Surya Ngalam.

Dalam terminologi budaya Jawa ada adagium yang berbunyi “Trahing kusuma rembesing madu”, yang kurang lebih menunjuk pada sebuah makna bahwa dari lingkungan keluarga besar keturunan orang-orang terpilih, lebih banyak menurunkan generasi yang tidak jauh dari strata genetika itu. Oleh sebab itu, Jaka Piturun yang sudah beristri Niken Gandini itu, tidak aneh apabila juga menjadi pasangan terhormat, karena Jaka Piturun dilantik sebagai Bupati Ponorogo oleh Raja Kraton Demak Bintara Raden Patah yang terhitung masih ada hubungan saudara, meski terlahir dari lain ibu.

LINTASAN SEJARAH : Kirab “Bedhol Pusaka” dalam rangka Hari Jadi ke-527 Kabupaten Ponorogo yang digelar Pemkab dengan berbagai elemen setempat, belum lama ini, berisikan lintasan sejarah panjang yang dialami Ponorogo hingga semangatnya mirip “ngumpulake balung pisah”. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Jaka Piturun yang kemudian dilantik sebagai Bupati Ponorogo pertama bergelar Adipati Bathara Katong oleh Raja Kraton Demak Bintara, Raden Patah, ketika wafat disemayamkan di kompleks makam Astana Pajimatan Desa Sentono, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo. Kisah ketokohannya menjadikan Ponorogo sebagai sebuah wilayah yang memiliki masyarakat dengan cirikhas unik, sebagai hasil akulturasi dari beberapa budaya antara unsur Kediri dan Majapahit, Demak dan Mataram hingga menjadi bagian dari Surakarta selama 200 tahun (1745-1945).

Dan satu di antara beberapa hal yang bisa diteladani dari ketokohan Adipati Bathara Katong, yaitu naluri menyambung tali silaturahmi yang dilakukan kedua “orang-tua angkatnya”, yang tak lain adalah pasangan sang kakak, Adipati Sri Makurung dan Kanjeng Ratu Retna Pembayun. Kedua “orang-tua angkat” itu, menggelar resepsi perkawinan dengan mengundang hampir semua tokoh terpandang saat itu yang berasal kerabat trahdarah keturunan Prabu Brawijaya V. Upaya membangun kembali hubungan tali silaturahmi di antara keluarga besar itu sering disebut dengan adagium “ngumpulake balung pisah”.

PERSEMBAHAN JEPARA : Sebatang tombak “dhapur” reog yang dipersembahkan KRA Bambang S Setiawan (Ketua Pakasa Cabang Jepara) kepada Pemkab Ponorogo dan diterima langsung Bupati Sugiri Sancoko menjelang kirab “Bedhol Pusaka” Hari Jadi ke-527 Ponorogo, Senin malam (17/7) bisa disebut sarana berkumpulnya “balung-balung” yang lama terpisah. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Semangat seperti itu rupanya menjadi salah satu sukses yang secara disadari atau tidak, telah menjadi bagian dari sukses diraih dalam event “Grebeg Suro” peringatan Hari Jadi ke-527 Kabupaten Ponorogo yang digelar di tahun 2023 ini. Hadirnya warga Pakasa cabang dari berbagai daerah lintas provinsi, menjadi bukti bahwa “balung-balung” yang kokoh kuat karena sungsum dan nutrisi budaya Jawa yang berpencar “terpisah” di berbagai daerah itu, pelan-pelan bisa dikumpulkan dalam setiap penyelenggaraan Grebeg Suro, dan yang digelar di tahun 2023 ini semakin nampak semangatnya untuk “ngumpul”.

Pengurus Pakasa Punjer di Kraton Mataram Surakarta punya catatan, ada 19 kepengurusan aktif Pakasa cabang yang tersebar beberapa provinsi, yaitu Jateng, Jatim dan DIY serta beberapa pengurus Pakasa cabang yang tidak aktif atau vakum, ditambah warga Pakasa di beberapa wilayah kabupaten/kota yang belum bisa ditetapkan kepengurusannya. Event “Grebeg Suro” yang digelar Pemkab dengan berbagai elemen masyarakat setempat termasuk Pakasa Cabang Ponorogo yang diketuai KRAA MN Gendut Wreksodiningrat, secara tidak langsung telah membantu kraton untuk “ngumpulake balung pisah” di antara cabang-cabang Pakasa itu.

DIKAWAL PRAJURIT : Sebelum diserahkan untuk aset Pemkab Ponorogo, sebatang tombak “dapur” reog bersama sertifikatnya dikawal Bregada Prajurit Nguntara Praja dan Korsik Sura Praja Pakasa Cabang Jepara yang dipimpin ketuanya, KRA Bambang S Setiawan, Senin malam (17/7). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Kalau “Grebeg Suro” di tahun 2023 ini belum sepenuhnya sukses dalam hal “ngumpulake balung-balung Pakasa cabang” yang terpisah di berbagai daerah luas, itu tak menjadi persoalan, karena di tahun-tahun berikutnya bila suasana kehidupan menjadi semakin “sejahtera”, pasti akan lebih sukses. Doa dan harapan tentu disengkuyung banyak pihak agar progres yang lebih baik bisa dicapai di tahun-tahun mendatang. Walaupun, suasana politik di Tanah Air sangat sering bisa mengimbas sampai ke penyelenggaraan event seperti ini, apalagi suasananya yang sudah dekat tahun politik seperti sekarang.

Walau dipandang bisa membantu Kraton Mataram Surakarta yang hingga kini belum pulih “kekuatannya” mengurus semua cabang Pakasa yang pernah dibentuk, namun Dr Purwadi memandang lebih baik mulai dipikirkan pengaturan kembali jadwal pelaksanaan yang berkait dengan pelibatan kalangan Pakasa cabang dari berbagai daerah. Pakasa cabang diharapkan bisa eksis dan terus berkibar dan sukses “ngumpulake balung pisah”, tetapi kegiatan utama upacara adat di Kraton Mataram Surakarta harus tetap jadi prioritas semua warga cabang Pakasa untuk didukung sepenuhnya sesuai “gawa-gawene” dan “labuh-labete”. (Won Poerwono-habis/i1)