Suara Musik Dua Unit Drumband Prajurit tak Hanya Terdengar Suaranya
PONOROGO, iMNews.id – Warga Kabupaten Ponorogo dan dari luar daerah termasuk para peserta kirab dari beberapa Pakasa cabang yang mendukung kirab “Bedhol Pusaka” dalam event “Grebeg Suro”, yang dimulai dari Senin malam pukul 22.00 WIB hingga berakhir Selasa pukul 02.30 WIB dini hari tadi, sudah tidak menyaksikan “keindahan kirab dalam kegelapan tengah malam”. Diduga, panitia besar penyelenggara event dalam rangka Hari Jadi ke-527 Kabupaten Ponorogo itu mengevaluasi pelaksanaan kegiatan serupa di tahun 2022 lalu, yang berjalan dalam “kegelapan nyaris total” di dalam kota kabupaten itu.
Sebagai perbandingan, begitu barisan kirab bergerak dari kompleks Pemkab Ponorogo keluar ke jalan raya di depannya, semua lampu penerangan fasilitas umum dan penerangan jalan mulai dipadamkan. Tak hanya lampu penerangan jalan dan bangunan fasilitas umum (fasum-Red), banyak bangunan rumah dan toko di sepanjang rute kirab hingga finish di kompleks makam Bathara Katong, Desa Setono, Kecamatan Jenangan, juga ikut dipadamkan sehingga di banyak titik rute yang dilalui kirab sepanjang lebih 1 KM yang melibatkan ribuan orang di event “Grebeg Suro” tahun 2022 benar-benar gelap-gulita.
Dalam kondisi seperti itu, barisan kirab masih bisa berjalan lancar karena masih banyak titik cahaya yang bisa menjadi panduan melangkah menyusuri rute kirab yang jauhnya lebih dari 12 KM itu. Waktu itu, beberapa Bregada Prajurit dari Kraton Mataram Surakarta termasuk korsik drumband, nyaris tak mengalami kendala walau berjalan “dalam kegelapan nyaris total”. Gangguan kecil yang dihadapi hanya tersandung di titik-titik jalan yang ketebalan aspalnya tidak rata dan sulit diantisipasi karena gelap, selain itu adalah kelelahan yang membuat para prajurit menghentikan langkah untuk beristirahat sejenak.
“Saya bersama prajurit dalam kirab Grebeg Suro sudah dua kali ini (2022 dan 2023-Red). Memang bagus dan tepat kalau suasananya hening dan khidmat, saat lampu penerangan di sepanjang rute dipadamkan. Tetapi, sebaiknya tidak padam total seperti tahun 2022. Cukup lampu penerangan jalan saja. Lampu bangunan rumah, toko dan sebagainya biar tetap menyala. Selain menjadi pemandu langkah dan mengantisipasi lubang di jalan, tentu bisa menerangi keindahan yang sedang berkirab. Kalau gelap-gulita, hanya terdengar suara drumbandnya saja. Keindahan warna-warni prajurit tidak tampak,” tandas KRT Arwanto Darpodipuro.
Koordinator lapangan (Korlap-Red) kirab prajurit dari Kraton Mataram Surakarta itu saat diskusi dengan iMNews.id sambil berjalan mengikuri kirab menyatakan, kebijakan yang diambil dalam pelaksanaan kirab “Bedhol Pusaka Grebeg Suro” tahun 2023 ini sudah tepat. Karena yang dipadamkan hanya lampu penerangan jalan dan di bangunan fasilitas umum, sehingga lampu bangunan warga, toko, ruko dan sebagainya masih bisa menunjukkan kalau ada lubang di jalan, serta menerangi keindahan warna-warni kostum dan alat peraga para peserta kirab, misalnya beberapa Bregada Prajurit Kraton Surakarta dan Pakasa Cabang Jepara.
Kirab “Bedhol Pusaka” di event “Grebeg Suro” tahun 2023 ini lebih kurang sama hampir dalam semua bagiannya, kecuali jumlah pesertanya yang ada perubahan bervariasi. Misalnya “pasukan kontingen” Pakasa Cabang Jepara yang dipimpin ketuanya, KRA Bambang S Adiningrat, datang dengan kekuatan 100 orang lebih yang didominasi Bregada Prajurit Nguntara Praja dan Bregada Prajurit Korsik Sura Praja, di tahun 2022 hanya separonya. Prajurit yang dikirim Kraton Mataram Surakarta tadi malam, juga hanya sekitar 20-an dari tahun lalu dua kali lipat jumlahnya.
“Kami pengurus dan warga Pakasa Cabang Trenggalek juga ikut bergabung, walau hanya 7 orang. Yang penting, bisa nderek mangayubgya,” ujar KRAT Seviola Ananda Reksobudoyo (Ketua Pakasa Cabang), saat bertemu iMNews.id, sebelum kirab dimulai. Saat kirab mulai menata barisan, juga tampak rombongan pengurus dan warga Pakasa Cabang Sukoharjo yang didominasi anggota seni Laras Madya atau Santiswaran Desa Jatisobo, Kecamatan Polokarto. Mereka tampak bersukacita ikut bergabung dalam kirab, walau KRT Darmanto selaku Ketua Pakasa Cabang Sukoharjo tidak bisa ikut bergabung.
Tahun lalu, barisan kirab ditata di dalam kompleks Pendapa Kabupaten Ponorogo mulai pukul 20.00 WIB sebagai titik start, tetapi kirab baru mulai berjalan pukul 00.00 WIB. Semalam, barisan mulai menata diri pukul 2l.00 WIB dan kirab mulai berjalan pukul 23.00 WIB, dan sampai di finish makam Bathara Katong pukul 02.30 WIB. Bathara Katong adalah Bupati pertama Ponorogo yang dilantik Raden patah/Sultan Syah Alam Akbar Jimbun Sirullah I, Raja I Kraton Demak (abad 15). Ada tiga pusaka yang berada di kompleks makam tokoh leluhur Dinasti Mataram itu.
Sebelum kirab diberangkatkan, ada upacara kecil di sela-sela penyerahan tiga pusaka kepada rombongan utusan yang akan menyanggarkan pusaka ke makam Bathara Katong, Desa Setono, Kecamatan Jenangan. Upacara yang berlangsung di rumah dinas Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko itu adalah, penyerahan cinderamata sebatang tombak “dapur reog” dari KRA Bambang S Adiningrat kepada Bupati Ponorogo untuk melengkapi pusaka yang dimiliki Pemkab Ponorogo. Bupati Sugiri Sancoko berserta para pejabat Forkopimda lebih dulu menyambangi FestivaL Reog yang digelar di alun-alun, sebelum melepas barisan kirab di pendapa kabupaten, pukul 23.00 WIB.
“Kami masih menginap semalam Selasa (18/7) ini, karena ada ‘Kirab Lintasan Sejarah dan Jamasan Pusaka’. Setelah selesai kami akan kembali ke Jepara. Tetapi mungkin singgah di Kraton Surakarta untuk mengikuti pisowanan kirab pusaka Rabu (19/7) malam besok,” ujar KRA Bambang S Adiningrat. Hasil penelusuran peneliti sejarah dari Lokantara Pusat (Jogja), Dr Purwadi, Adipati Bathara Katong adalah salah seorang putra Sinuhun Prabu Brwaijaya V, Raja Kraton Majapahit. Anak Brawijaya V sangat banyak, berpencar eksis di mana-mana, misalnya Raden patah di Demak (kini Jateng-Red), Bathara katong di Ponorogo (kini Jatim-Red). (won-i1)