Diikuti 40-an Peserta dari Berbagai Negara, Dibuka Gusti Moeng
SURAKARTA, iMNews.id – Untuk kali pertama bahkan secara perdana, Kraton Mataram Surakarta menjadi ajang resepsi konvensi organisasi wanita dunia yang bergerak di bidang kewiraswastaan Leadership Academy Womenpreneurs (LAW), yang secara resmi dibuka Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa, Senin malam (20/2). Pembukaan forum diskusi dan pelatihan wanita pengusaha yang anggotanya dari berbagai negara itu, dijamu dengan dua sajian tari khas kraton dan makan malam bersama di gedhong Sasana Handrawina, mulai pukul 19.00 WIB hingga selesai.
Resepsi jamuan itu adalah acara kali pertama atau bahkan kegiatan berkelas dunia perdana digelar kraton sejak mengalami peristiwa “tragis mirip operasi militer”, April 2017 yang buntutnya kraton ditutup dan “mati suri” selama lebih 5 tahun. Baru pada 17 Desember 2022 (iMNews.id, 18/12/2022) , kraton mulai mendapatkan kembali “kehidupannya” sejak ada “insiden Gusti Moeng kondur Ngedhaton”, disertai berbagai gerakan yang menandakan ada kehidupan, diteruskan dengan peristiwa “perdamaian”, pelaksanaan ritual “tingalan jumenengan perdamaian” hingga terwujud kegiatan perdana, tadi malam.
Dalam resepsi jamuan konvensi semalam, Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa yang juga Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) memberi pidato yang antara lain ucapan selamat datang di kraton, dan ucapan terima kasih telah berkunjung di kraton dalam acara resepsi konvensi organisasi wanita dunia yang bergerak di bidang kewiraswastaan Leadership Academy Womenpreneurs (LAW). Sebelum membuka resmi acara itu, selaku tuan rumah juga mengajak para tamunya menikmati jamuan makan malam dan sajian dua tari masing-masing Srimpi Sangupati atau Srimpi Sang Apati dan tari Topeng Kelana.
Tari Srimpi Sang Apati yang diciptakan pada masa Sinuhun PB V (1820-1823) melukiskan acara jamuan yang diadakan Sinuhun PB IV (1788-1820) saat menerima tamu pejabat Belanda, seakan memberi isyarat simbolik yang mengajak para tamunya 40-an dari sekitar 100-an orang yang hadir, termasuk Gusti Moeng, KGPH Hangabehi, Gusti Timoer dan Gusti Devi untuk “toast” lalu meneguk minuman ringan (soft drink) yang disajikan. Aba-aba atau isyarat yang datang dari keempat penari Srimpi Sang Apati itu, ketika para penari mengambil cawan di meja (aksesori pertunjukan), dan meminumnya yang dibarengi ajakan sang MC agar semua tamu berdiri, lalu bersama-sama melakukan “toast” dan meminumnya.
Dalam jamuan seperti ini, terdengar ada juru pambiwara atau MC berbahasa Jawa dari KP Puspitadiningrat yang malam itu dilengkapi MC penerjemah ke dalam Bahasa Inggris, karena acara seperti itu bukan jenis upacara adat yang sudah baku dilaksanakan silih-berganti di kraton, rutin dalam setahunnya. Sangat berbeda rasa, atmosper dan suasananya ketika dibanding upacara adat “tingalan jumenengan perdamaian” kali pertama pula setelah lima tahun ditutup, yang sama sekali tidak terdengar suara pengatur lalu-lintas acara atau MC. Aturan adat di kraton, upacara adat memang tidak ada MC, cukup dengan isyarat bunyi gamelan yang berbeda-beda “Gending” (lagu) dari sesi ke sesi berikutnya. (won-i1)