Daftar Kerusakan “Dibawa” Abdi-dalem “Menghilang”, Perbaikan Harus Diulang dari Awal

  • Post author:
  • Post published:April 23, 2024
  • Post category:Regional
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing Daftar Kerusakan “Dibawa” Abdi-dalem “Menghilang”, Perbaikan Harus Diulang dari Awal
SALAH SATU : Gusti Moeng dibantu Ki KRT Suluh Juniarsah berusaha memasukkan salah satu wayang pusaka ke dalam kantong khusus penutupnya, menandai berakhirnya seluruh rangkaian ritual "ngisis ringgit" di "gedhong" Sasana Handrawina, pada weton Anggara Kasih atau Selasa Kliwon (23/4), siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Wayang Pusaka KK Jayeng Katong Dikeluarkan untuk Kali Ketiga Sejak Desember 2022

SURAKARTA, iMNews.id – Karena buku besar catatan berisi daftar kerusakan 17 kotak anak wayang pusaka koleksi Kraton Mataram Surakarta, “dibawa” seorang abdi-dalem yang “menghilang” dan “mangkir” dari tugasnya, upaya perbaikan semua jenis kerusakan terhadap semua koleksi wayang harus diulang dari awal.

Abdi-dalem senior Ki KRT Gatot Purnomo Adicarito yang berusaha mencari catatan kecil yang biasanya diselipkan dalam kotak wayang, tak mendapatkan selembar kertaspun dari kotak wayang Kangjeng Kiai (KK) Jayeng Katong, yang dibuka untuk keperluan ritual “ngisis wayang” di “gedhong” Sasana Handrawina, Selasa Kliwon siang tadi.

Ada belasan abdi-dalem dengan “tindhih” Ki KRT Suluh Juniarsah Adicarito, yang bertugas dalam ritual “ngisis wayang” pada weton “Anggara Kasih”, Selasa Kliwon (23/4) siang tadi. Sedangkan Gusti Moeng memimpin ritual, mulai kotak dikeluarkan dari gedhong Lembisana, hingga seluruh proses “ngisis wayang” selesai sekitar pukul 12.00 WIB.

MEMBERI PENJELASAN : Badi-dalem Ki KRT Gatot Purnomo memberi penjelasan kepada Gusti Moeng mengenai beberapa tokoh wayang “Gedhog” dari kotak KK Jayeng Katong. Sekotak wayang pusaka itu dikeluarkan dalam ritual “ngisis ringgit” di “gedhong” Sasana Handrawina, pada Selasa Kliwon (23/4), siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Ini ngisis ringgit sambil mengganti ‘eblek’ yang rusak. Karena dari ‘ngisis wayang’ sebelumnya, diketahui hampir semua eblek dari semua kotak sudah rusak. termasuk kain pembungkusnya. Tetapi, sekaligus untuk memperbaiki isi kotak yang rusak,” ujar Gusti Moeng menjawab pertanyaan iMNews.id, siang tadi.

Pengageng Sasana Wilapa yang juga Pangarsa Lembaga Dewan Adat (LDA) saat jeda ritual “ngisis wayang”, sempat  berujar kepada iMNews.id tentang upaya melakukan perbaikan berdasarkan catatan kerusakan yang sudah dibuat sebelumnya. Tetapi, buku berisi catatan kerusakan dimaksud tidak ada, karena dibawa seorang abdi-dalem.

Buku catatan dimaksud berisi jenis dan jumlah kerusakan, yang juga termasuk jumlah anak wayang dari tiap kotak. Wayang pusaka level tertinggi dengan sebutan “Kangjeng Kiaia (KK) dikeluarkan dalam ritual “ngisis wayang” tiap weton Anggara Kasih, dan wayang pusaka level dua dengan sebutan “Kiai” (K) dikeluarkan tiap Kamis.

MENGGANTI ALAS : Karena catatan agenda perbaikan tidak ditemukan, untuk mengganti alas wayang dan selimut “eblek”, Gusti Moeng mengambil lembaran panjang mori putih yang menjadi alas “ngisis ringgit” dan memotongnya sesuai kebutuhan di akhir ritual “ngisis ringgit”, Selasa Kliwon (23/4), siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Pencatatan dalam buku besar, setidaknya dimulai kembali sejak ada momentum “insiden Gusti Moeng Kondur Ngedhaton” 17 Desember 2022. Sejak itu, Gusti Moeng bisa memimpin jajaran “Bebadan Kabinet 2004”, kembali bekerja secara penuh di dalam kraton. Selain buku besar, pencatatan banyak dilakukan dengan kertas kecil untuk tiap bagiannya.

“Kertas-kertas kecil itu, kami cari dalam kotak kok juga tidak ada. Biasanya saya melihat, catatan kecil itu diselipkan dalam tumpukan wayang di dalam kotak, ketika hendak ditutup dan dibawa masuk kembali ke ‘gedhong’ Lembisana. Kami yakin, buku besar dan catatan-catatan kecil itu tidak disimpan di Lembisana”.

“Di kantor Sasana Wilapa, juga sangat tidak mungkin. Karena tidak ada dawuh atau kebiasaan menyimpan catatan di sana. Ini adalah kejadian yang tidak terduga. Kami juga tidak tahu permasalahannya, mengapa abdi-dalem yang bertugas tidak datang. Seharusnya, buku catatan seperti itu tidak dibawa pulang,” ujar Ki KRT Gatot Purnomo.

SANGAT BAGUS : KP Purwotaru Winoto (Sekretaris Mandra Budaya) yang bertugas bersama KPP Wijoyo Adiningrat (Wakil Pengageng Mandra Budaya) pada ritual “ngisis ringgit” di “gedhong” Sasana Handrawina, pada Selasa Kliwon (23/4), siang tadi, mendapat penjelasan dari abdi-dalem soal keunggulan wayang KK Jayeng katong. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Karena abdi-dalem yang bertugas mencatat dan membawa buku besar berisi daftar catatatan wayang yang rusak “mangkir”, dalam ritual “ngisis ringgit” atau “ngisis wayang” siang tadi dilakukan penelitian ulang untuk mencari bagian dari anak wayang yang rusak. Ki KRT Gatot Purnomo Adicarito menggunakan buku kecil untuk mencatat ulang.

Selain meneliti kembali kemungkinan adanya kerusakan untuk dicatat dan diadakan perbaikan langsung untuk jenis kerusakan ringan, juga mengagendakan perbaikan untuk wayang yang rusak berat. Tetapi, sekotak anak wayang KK Jayeng Katong yang “diisis” tadi, hanya ada satu yang rusak ringan, langsung diperbaiki salah seorang abdi-dalem.

Ritual “ngisis ringgit” dari kotak KK Jayeng Katong siang tadi, juga menjadi kesempatan menghitung kembali jumlah keseluruhan isi kotak. Sekaligus menjadi menjadi kesempatan Ki KRT Suluh Juniarsah untuk mengurutkan anak wayang sesuai rumpun dan ukurannya, agar memudahkan dalam menata di dalam kotak atau digunakan untuk pentas.

“PUTUS ENGSEL” : Salah satu anak wayang yang putus “benang” tali “engsel” tangannya, langsung dibuatkan pengganti oleh seorang abdi-dalem yang bertugas dalam ritual “ngisis ringgit” sekotak wayang KK Jayeng Katong di “gedhong” Sasana Handrawina, pada weton Anggara Kasih, Selasa Kliwon (23/4), siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Wayang pusaka KK Jayeng Katong, adalah satu di antara beberapa wayang pusaka level atas karya Sinuhun PB II (1727-1749) saat “nagari” Mataram masih di Ibu Kota Kartasura, kemudian digenapi dan dituntaskan oleh Sinuhun PB IV (1788-1820) ketika “nagari” Mataram sudah pindah Ibu Kota di Surakarta Hadiningrat.

Menurut Ki KRT Suluh Juniarsah Adicarito selaku “tindhih abdi-dalem” yang bertugas “ngisis ringgit”, wayang dari kotak KK Jayeng Katong adalah jenis wayang “madya” atau “gedhog” yang hanya bisa digelar dengan cerita “Panji” atau kisah kehidupan dari Kraton Kediri (abad 12) atau Majapahit (abad 14).

Namun, sekotak wayang pusaka satu-satunya milik Kraton Mataram Surakarta ini nyaris tidak pernah dikeluarkan dari tempat penyimpanan untuk keperluan pentas pertunjukan pakeliran sedikitnya dalam 50 tahun terakhir. Selain usia wayang sangat tua dan langka, dalang khusus wayang “Gedhog” juga sudah sangat langka. (won-i1).