Tak Terasa Menjadikan Kota Surakarta Kaya-Raya Objek Wisata
IMNEWS.ID – PERINGATAN Hari Jadi 91 Tahun Pakasa di tahun 2022 yang digelar dengan tema “Pekan Seni Budaya dan Ekraf” yang mengkolaborasikan antara pentas pertunjukan seni, basar UMKM plus pasar malam, seminar ketahanan nasional dan kirab budaya, tak terasa telah memberi keuntungan banyak pihak. Walau baru dua kali digelar sejak yang pertama tahun 2021, tetapi citra visual event peringatan hari jadi terutama kirab budayanya mulai dikenal publik secara luas karena besarnya potensi sarana publikasi yang berbagai platform media sosial yang dimiliki publik, sebagai potensi objek wisata baru di Kota Surakarta.
Potensi yang sudah mulai kelihatan kekuatannya ini, sangat layak mulai ditangkap dan diperhitungkan minimal oleh Pemkot Surakarta, sebagai pemilik wilayah yang menjadi ajang kegiatan event yang lahir dari simbol dan ikon utama kota yaitu Kraton Mataram Surakarta. Meski organisasi Pakasa berasal dari kraton dan dilahirkan 91 tahun lalu, tetapi nyatanya bisa menjadi aset yang bisa dikembangkan ke berbagai arah dan masing-masing aktivitas yang lahir dari situ, masing-masing bisa berkolaborasi menjadi sebuah rangkaian dan jaringan kekuatan industri pariwisata.
Keberadaan Kraton Mataram Surakarta dengan segala bentuk pengisi kawasannya, juga Pura Mangkunegaran dengan profil yang hampir sama di kawasannya pula, jelas sudah menyumbang kekayaan yang dimiliki sebagai aset wisata “Kota Budaya” dan “Kota Pujangga” ini. Kalau keberadaan kraton dan “pura” itu sudah terbukti menjadi objek fisik yang bisa dinikmati para wisatawan, salah satu kekayaan yang berupa aktivitas budaya yang sudah disumbangkan sebagai aset wisata kepada Pemkot Surakarta adalah kirab pusaka menyambut Tahun Baru Jawa/Hijriyah, 1 Sura/1 Muharam.
Atraksi wisata berupa kirab pusaka yang biasanya berjalan bergantian dan didahului Pura Mangkunegaran di awal malam dan “diteruskan” Kraton Mataram Surakarta mulai akhir malam menjelang 1 Sura dini hari, sudah terbukti menjadikan Kota Surakarta sebagai destinasi wisata yang tiada duanya atau hanya ada di “Kota Pujangga” ini. Dan satu lagi event atraksi wisata yang bisa memberi sumbangan (income) kepada Pemkot Surakarta, adalah atraksi kirab budaya “Boyong Kedhaton” yang mengekspresikan lahirnya “Kota Surakarta” tiap tanggal 20 Februari (bukan 17 Februari-Red), yang bisa digarap dan dikembangkan sebagai sumber income andalan.
Berikutnya, tentu saja potensi atraksi wisata kirab budaya Hari Jadi Pakasa yang diproyeksikan akan terus berlanjut dan digelar tiap tahun ketika datang tanggal 29 November sebagai hari kelahiran organisasi itu. Kirab yang sudah nampak potensi kekuatan budayanya yang sangat khas Surakarta dan Mataram ini, mampu mengakomodasi dukungan materi objek sebagai kekayaan keragaman yang berkembang dari sumber babonnya, Budaya Jawa dan menjadikan kota ini kaya-raya aset industri wisata. Babon budaya Jawa, jelas bersumber dari (gaya peradaban) Mataram Surakarta yang notabene menjadi bagian dari Kota Surakarta.
Atraksi wisata kirab budaya Hari Jadi Pakasa yang sudah berjalan di tahun kedua pada 2022 ini, memang masih banyak kekurangan di sana-sini, karena berlangsung dalam serba keterbatasan, khususnya sumber daya keuangan atau “SDK” dan kekurangan SDM (di sektor kepanitiaan-Red) yang saling berkaitan. Walau dalam serba keterbatasan, objek destinasi wisata yang baru di Kota Surakarta ini mampu menghimpun kekuatan potensi seni budaya yang saling berkaitan dalam payung “Mataram Surakarta”, karena didukung segala macam potensi seni budaya Jawa yang berkembang secara spesifik di wilayah Jateng dan Jatim yang notabene berada di wilayah bekas kedaulatan Mataram dan “Mataram Surakarta” selama 200 tahun (1745-1945).
Semula, publik generasi yang kini hanya mengenal sebagian wilayah Nusantara dalam lingkup provinsi dan kota atau kabupaten sebagai lingkup terbatas, terpisah, berdiri sendiri dan tidak ada kaitan satu sama lain, bahkan tidak membayangkan adanya sejarah asal-usulnya. Tetapi dengan menyaksikan apa yang tersaji dalam event kirab budaya Hari Jadi Pakasa yang mudah ditangkap citra visualnya itu, akan membuka pikiran, wawasan dan analisis kritis bahwa semua yang sebelumnya dipahami tidak sepenuhnya benar atau tidak sempit, kecil, sepele dan sama sekali tak ada hubungannya.
Publik secara luas mungkin tidak menyangka, warga Kabupaten Nganjuk (Jatim) yang diwakili kontingen Pakasa Cabang Nganjuk di semua rangkaian event peringatan Hari Jadi 91 Pakasa itu ada kaitan sejarah atau pernah menjadi bagian secara kultural dan historis dengan/dari Surakarta atau Mataram Surakarta. Wayang “Timplong” yang disajikan Pakasa Nganjuk, adalah bentuk seni pertunjukan wayang atau seni pedalangan yang berkembang sesuai kekhasan karakter masyarakat Kabupaten Nganjuk, sebagai bentuk interpretasi/inovasi/adaptasi dari sumber pengetahuan pedalangan dari Mataram Surakarta yang tertulis dalam Serat Pustaka Raja Madya yang masuk kategori wayang Gedhog. (Won Poerwono-bersambung/i1)