Dengan Sentuhan Kirab Budaya Larap Selambu Makam Eyang Sentono
JEPARA, iMNews.id – Organisasi Paguyuban Kawula Karaton (Mataram) Surakarta (Pakasa) Cabang Jepara, untuk kali kedua kembali “mendobrak pintu” perjalanan sejarah daerah/kabupaten yang dikenal dengan “Bumi Ratu Kalinyamat”, dengan sentuhan-sentuhan atraksi seni budaya dengan tema “Kirab Budaya Larap (Lurub) Selambu (Hinggil) Makam Eyang Sentono. Kemasan event ritual religi yang berbasis budaya Jawa itu, digelar Padepokan Seni Sanggar Loka Budaya Hadipuran Desa Sukodono Kecamatan Tahunan, dalam rangkaian beberapa acara yang dimulai sejak siang hingga malam, Sabtu (29/10/2022).
Masyarakat yang tinggal di Desa Sukodono, Kecamatan Tahunan, Sabtu siang itu benar-benar dikejutkan oleh arak-arakan sekitar 200 orang yang sebagian mengenakan busana adat Jawa dan sebagian lagi mengenakan seragam prajurit “Untarapraja” perpaduan gaya Mataram dan Demak, serta sebagian lagi mengenakan kostum yang erat kaitannya dengan seni musik drumb band. Kirab budaya yang dikomandani (manggala) KRA Bambang Setiawan Adiningrat itu, baris berarak-arak sepanjang sekitar 100 meter sambil diiringi bunyi musik drumb band yang berawal dari depan Padepokan Seni Sanggar Loka Budaya Hadipuran, lalu berjalan menyusuri gang-gang dan keluar di jalan besar, lalu kembali masuk gang-gang desa untuk menuju lokasi makam Eyang Sentono yang ada di ujung Desa Sukodono, Kecamatan Tahunan.
Suara musik drumb band yang dilengkapi instrumen beberapa jenis alat tiup hingga “trombone” dan beberapa terompet, terdengar cukup kuat, seakan mengimbangi suara beberapa jenis perkusi yang ditabuh untuk mendendangkan lagu khas musik iringan prajurit Kraton Mataram Surakarta. Sesekali juga memperdengarkan lagu-lagu dolanan anak Jawa dan campursari, hingga terdengar punya daya tarik menghibur selain mengejutkan warga kampung yang kemudian keluar rumah untuk melihat arak-arakan Kirab Budaya Lurup Hinggil Makam Eyang Sentono, yang dimulai pukul 13.00 WIB, Minggu siang itu.
Banyak pihak di luar Padepokan Seni Sanggar Loka Budaya Hadipuran banyak yang terlibat, mulai dari warga lingkungan, sanggar-sanggar seni lain seperti, tari, Pepadi dan Tosan Aji dan unsur-unsur pengamanan lokal desa hingga dukungan Polsek Tahunan, Koramil Tahunan, Satpol PP kecamatan dan Linmas Desa Sukodono terlibat dan tampak di sejumlah sudut jalan yang menjadi rute kirab. Di antara sejumlah agenda acara bertema besar “Lurup Hinggil Makam Eyang Sentono”, haul disertai pengajian akbar yang dilakukan sebelumnya (Jumat) hingga acara penutup berupa pentas wayang kulit, memang atraksi kirab itu seakan menjadi daya dobrak bagi Pakasa Cabang Jepara, yang seakan untuk membuka pintu perjalanan sejarah “Bumi Ratu Kalinyamat”.
“Ini memang wujud keberanian kami warga Pakasa Jepara, yang agaknya memang sudah saatnya harus mendobrak latar belakang sejarah Jepara yang yang seakan tertutup rapat, dan tertimbun dalam oleh ketidaktahuan kita semua. Karena ternyata, Jepara punya latarbelakang sejarah yang membanggakan, dan wajib menjadi kebanggaan setiap insan Jepara. Warga Jepara adalah bagian dari peradaban budaya Jawa dan Mataram yang sangat kaya khasanah seni budaya, terutama yang berkembang secara spesifik di tengah masyarakat Jawa sendiri. Tetapi sayang baru sedikit yang digali. Dan sekarang Pakasa mendobrak ini, agar menggugah semua warga Jepara ikut menggali dan mencintai, serta melestarikan buaya Jawa,” tunjuk KRA Bambang Setiawan Adiningrat, menjawab pertanyaan iMNews.id, sebelum kirab dimulai, Sabtu siang itu.
Event yang sama sekali baru dikenal lingkungan kecil di sekitar Desa Sukodono, Kecamatan Tahunan itu, sepenuhnya digerakkan warga dan pengurus Pakasa Cabang Jepara dan dibiayai secara mandiri oleh pengurus cabang. Melalui sentuhan yang punya daya dobrak sangat tinggi itu, Pakasa hendak menggugah, memperkenalkan dan mengedukasi masyarakat luas di wilayah Kabupaten Jepara, terutama di kalangan generasi mudanya. Seperti yang dicontohkan KRA Bambang Setiawan Adiningrat selaku Ketua Pakasa Cabang, yang mengajak serta kedua putrinya ikut kirab jalan kaki sejauh 2 KM, serta didukung total oleh keluarga kecil dan besarnya, karena di situ kelihatan pula KMT Santi Purpaningrum, istri Ketua Pakasa yang ikut terlibat total di event itu.
Usai kirab budaya, malamnya mulai pukul 19.00 WIB digelar “Jagong Budaya” atau forum sarasehan yang menghadirkan Keta Lokantara Pusat (Jogja) Dr Purwadi sebagai pembicara, Nyonya Ria dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemkab Jepara, MNg Darjo Diprojo (pemerhati budaya), Kades Semat dan KRA bambang Setiawan Adiningrat selaku tuan rumah. Dalam diskusi yang didahului ungkapan-ungkapan spontan Dr Purwadi tentang sejarah masa lalu Jepara, banyak terungkap data-data sejarah membanggakan bagi segenap warga Jepara yang belum tergali, misalnya situs-situs bersejarah yang layak menjadi cagar budaya, bahasa Jawa gaya (lokal) Jepara, makanan khas dan sebagainya.
Sehabis sarasehan, disajikan pentas tari Gambyong dari sebuah sanggar setempat yang diadaptasi atau dikembangkan masyarakat Jepara, yang sama sekali berbeda karena ciri-ciri lokalnya dibanding sejumlah repertoar tari Gambyong lainnya, apalagi Gambyong Pare Anom yang khas Pura Mangkunegaran. Sebagai penutup, disajikan pentas wayang kulit pakeliran padat hingga pukul 02.00, Minggu dini hari, dengan lakon “Pandhu Swarga” yang disajikan dua dalang, Ki Aji Sumo dan Ki Agung Suryo L yang menurut KRA Bambang Setiawan, juga memiliki makna mewadahi semangat generasi muda untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober. (won-i1)