Merajut Kembali Kebhinekaan, Melalui Grebeg Suro Ponorogo 2022 (seri 3 – habis)

  • Post author:
  • Post published:August 21, 2022
  • Post category:Budaya
  • Reading time:8 mins read

Bregada Sura Praja Kalinyamat, di Antara Warna-warni Subkultur Jawa

IMNEWS.ID –  DENGAN segala potensi, semangat dan kemampuannya, masyarakat Kabupaten Ponorogo`bersama Pemkab, Pakasa Cabang dan semua elemen yang ada, sudah bisa membuktikan dan mewujudkan harapan bangsa dan negara yang kini sedang “rapuh” karena digerogoti anasir-anasir yang tidak suka toleran dan potensi-potensi radikalisme. Melalui Grebeg Suro dalam rangka Hari Jadi ke-526 Ponorogo itu, mereka berhasil membuktikan dan mewujudkan bahwa potensi kekayaan seni budaya yang bhineka itu, justru bisa menyatukan, mempererat tali silaturahmi dan merekatkan persaudaraan antar sesama warga peradaban (Mataram/Jawa) dan sesama anak bangsa, sesama anak negri NKRI.

Keberhasilan dari salah sudut pandang itu, telah dibuktikan Pakasa Cabang Ponorogo yang berhasil memulai menyatukan, mempererat tali silaturahmi dan merekatkan persaudaraan antar sesama warga peradaban, yang ketika melihat konstruksinya seperti strategi menyantap “bubur”, yang mirip sebuah tradisi masyarakat setempat yang dikenal dengan “Bubur Menang”. Dari penetrasi dari pinggir selatan pula Jawa, menghimpun kuatan kebhinekaan di lingkungan warga peradaban Jawa, yang diharapkan bisa ditiru warga bangsa lain untuk memulai upaya yang sama di setiap wilayah peradaban, hingga anyaman kebhinekaan ini merata dilakukan seluruh warga bangsa untuk memperkuat bingkai NKRI.

“Dari Pakasa Punjer di Kraton Surakarta, diturunkan beberapa prajurit plus bregada musik drum band. Juga beberapa tarian khas keraton. Sudah dua kali selama Grebeg Suro 2022, kraton mendukung penuh. Termasuk tatacara kirab dan jamasan pusaka dari kraton, itu yang kami teladani. Kami masih didukung sejumlah warga Pakasa cabang dari daerah lain, yang ikut memeriahkan di berbagai kegiatan, terutama kirab. Pakasa Cabang Jepara, Boyolali, Klaten, Sragen, Trenggalek dan Pacitan, dukungannya membuat masyarakat Ponorogo terharu. Sajian Kethek-Ogleng dari Pakasa Pacitan, sungguh sangat menghibur warga di sepanjang jalan rute yang dilalui kirab,” sebut KRA MN Gendut Wreksodiningrat selaku Ketua Pakasa Cabang Gebang Tinatar Ponorogo, saat dihubungi iMNews.id, kemarin.

Beratraksi Dalam Kirab

SURA PRAJA : Bregada prajurit Sura Praja yang diturunkan Pakasa Cabang Jepara, ikut memeriahkan kirab budaya peringatan Hari Jadi ke-526 Kabupaten Ponorogo, saat melintasi rute kirab  di Jalan HOS Cokroaminoto pusat kota kabupaten itu, belum lama ini.  (Foto : iMNews.id/dok)

Tampilnya sekelompok penari Topeng Ireng atau “Gedrug” sebagai persembahan Pakasa Cabang (Kabupaten) Boyolali, selalu memukau penonton yang menjadi pagar betis di sepanjang rute mulai dari Alun-alun, melalui panggung kehormatan yang ada di “paseban” kompleks rumah dinas, lalu menyusuri jalan HOS Cokroaminoto dan berakhir di ujung Jalan Jendral Soedirman yang jauhnya sekitar 4 KM. Tari Topeng Ireng yang seragamnya mirip busana suku pedalaman Kalimantan, didominasi rumbai warna merah-hitam dengan “klinthing” atau lonceng kecil yang melingkar di semua ujung kaki para penarinya, memberi kesan eksotis dan bisa “membius” atau mengeluarkan energi hipnotik bagi siapapun yang terkonsentrasi memandang terlalu lama, terlebih bila gerakannya rampak diiringi musiknya yang ritmik.

Persembahan sendratari Ramayana yang diperagakan mirip wayang “wong” atau wayang orang dari Pakasa Cabang Sragen, juga memuka penonton yang kebetulan berada di satu titik di jalan HOS Cokroaminoto. Sendratari yang disajikan dengan tema lakon “Taman Soka” itu, bahkan disajikan smabil berjalan mengikuti alur kirab peserta lainnya, dari start hingga finish. Pakasa Cabang Malang yang semula ingin tampil di acara kirab dengan sajian tari yang diberi judul “Ken Dedes Murup”, akhirnya batal, tidak jadi datang. Sedangkan Pakasa Cabang Pacitan, menyajikan tari “Kethek-Ogleng” yang diperagakan sambil berjalan mengikuti kirab.

Pakasa Cabang Karanganyar, menyajikan tarian kolosal Sabdo Palon Noyogenggong di depan panggung kehormatan, yang disusul dengan atraksi bregada prajurit Panyutra dari Kraton Mataram Surakarta yang diurus langsung oleh Lembaga Dewan Adat (LDA). Sajian ini terus beratraksi sambil berjalan mengikuti kirab. Di belakang Prajurit Panyutra, tersambung beberapa bregada prajurit lain dari Kraton Mataram Surakarta, di antaranya bregada musik drum band, lalu diikuti bregada prajurit Ponorogo, Gading Rejo, Pedanten, Sumoroto dan Polorejo yang disebut KRAT Sunarso Suro Agul-agul selaku Koordinator Kirab Panitia Hari Jadi, melukiskan perjalanan sejarah berdirinya Kabupaten Ponorogo.

Persembahan Jepara

TOPENG IRENG : Kelompok kesenian Topeng Ireng atau “Gedrug”, persembahan Pakasa Cabang Boyolali yang ikut mewarnai kirab budaya peringatan Hari Jadi ke-526 Kabupaten Ponorogo, belum lama ini. Sambil berjalan menyusuri rute kirab, mereka beratraksi.   (foto : iMNews.id/dok)

Peserta tamu yang tampil total dengan segala kelengkapan simbol subkulturnya, adalah Pakasa Cabang Jepara. Rombongan kontingen dari “Bumi Kartini” dan “Laskar Kalinyamat” itu dipimpin ketuanya, KRA Bambang Setiawan Adiningrat. Kontingen dari wilayah pesisir utara itu memulai persembahannya dengan beraudiensi kepada rumah dinas Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, untuk menyerahkan karya kriya kayu-logam berupa kaligrafi yang membentuk keris dan sarungnya kepada bupati. Persembahan cinderamata itu, juga diterima Ketua Pakasa Cabang Ponorogo, KRA MN Gendut, disaksikan calon pengganti PB XIII, KGPH Mangkubumi dan KRMH Boby Manikmoyo di malam silaturahmi menjelang hari kirab.

Datang dengan bregada prajurit Sura Praja “Kalinyamat” yang lengkap dengan bregada musik drumb band, Pakasa Cabang Pakasa justru ditugasi untuk menjemput dan mengawal Bupati Sugiri Sancoko dari rumah dinas menuju panggung kehormatan, sebelum mengikuti kirab. KRA Bambang Setiawan turun ke jalan mengikuti kirab yang dikomandani Kapten TNI T Rochmat Hidayat selaku manggala prajurit. Bregada prajurit musik drumb band yang dibentuk sekitar setahunan, ikut mewarnai kirab dengan kekhasan busana adat daerahnya, hingga membuat pemandangan kirab kebhinekaan itu berwarna-warni.

“Kami bersama seluruh warga Pakasa Cabang Jepara, menyampaikan ucapan terima kasih telah diberi kesempatan dan dilibatkan dalam memeriahkan Hari Jadi Ponorogo. Ini sebuah kehormatan sekaligus kepercayaan, bagi Pakasa Jepara, dan bagi masyarakat Kabupaten Jepara karena identitas dan cirikhas daerah kami ikut mewarnai event Grebeg Suro 526 Tahun Ponorogo. Ini merupakan cara yang halus dan paling tepat untuk mengeratkan tali silaturahmi di kalangan warga pelestari budaya Jawa. Ini cara yang tepat dan halus untuk memperkuat dan merawat kebhinekaan. Mudah-mudahan, Kabupaten Jepara juga punya kesempatan yang sama untuk mengundang Pakasa cabang yang ada untuk bersilaturahmi,” harap KRA Bambang yang juga melibatkan sang istri, KMAy Susanti Purwaningrum untuk mengurus kontingennya.

Jangan Dipertaruhkan

TAMAN SOKA : Pakasa Cabang Sragen mempersembahkan dramatari wayang wong dengan lakon “Taman Soka”. Para penari wayang yang mengisahkan cerita Ramayana itu, melukiskan jalan ceritanya sambil berjalan menyusuri rute kirab di pusat kota Kabupaten Ponorogo itu, belum lama ini.  (foto : iMNews.id/dok)

Kabupaten Ponorogo dengan event Grebeg Suro peringatan Hari Jadi yang ke-526, memang sudah menjadi “brand image”, setidaknya di wilayah Jawa Timur. Bila dirawat dengan baik dan digelar rutin berkesinambungan, akan menjadi brand image publik di  kawasan lebih luas, regional pula Jawa, nasional bahkan internasional sebagai sebuah strategi pasar sektor pariwisata. Apa yang sudah dimulai Ponorogo, bisa berlanjut dengan dukungan lebih kuat dan lebih total lagi dari pihak lain yang terlibat. Sebaliknya, yang sudah dimulai Ponorogo itu bisa menggugah daerah lain untuk meniru atau meneladani, karena nilai manfaatnya sangat banyak, bisa menyentuh berbagai keperluan, utamanya dalam merawat kebhinekaan dan ketahanan budaya bangsa.

Organisasi Pakasa memang menjadi modal utama untuk membangkitkan rasa persaudaraan dan kekerabatan warga peradaban di wilayah yang luas, yang bisa digugah kesadarannya untuk melestarikan budaya, sambil merawat seni budayanya, merawat kebhinekaannya dan menguatkan dukungannya untuk menjaga keutuhan bangsa dan NKRI yang membingkai. Potensi dan kekuatan budaya memang menjadi kekuatan yang halus, luwes serta tidak membeda-bedakan apa keyakinannya. Semangat memperkuat kebhinekaan dan ketahanan budaya inilah yang sedang digelorakan Pakasa sebagai tangan panjang Kraton Mataram Surakarta, untuk melaksanakan program-progam yang digariskan Lembaga Dewan Adat.

Dan semangat itulah yang sedang dicari dan ditunggu para pemimpin bangsa, untuk bersama-sama menjalin sinergitas, karena potensi ancaman radikalisme dan intoleransi sungguh sudah mengkhawatirkan. Para pemimpin bangsa mulai sadar, bahwa hanya dengan penguatan budaya dan kebhinekaan bangsa ini, potensi-potensi perpecahan, rongrongan politik identitas dan anasir-anasir intoleransi bisa diatasi. Terlebih, di saat-saat menjelang tahun politik akan hadirnya Pemilu serentak di tahun 2024, kekuatan kebhinekaan dan ketahanan budaya bangsa harus diperkuat dan jangan sampai dipertaruhkan untuk kepentingan politik sesaat. (Won Poerwono-habis/i1)