Pandemi Mulai Longgar, Ada yang Sudah Terlanjur Mutung, Ada Seniman yang Masih Nganggur

  • Post author:
  • Post published:June 15, 2022
  • Post category:Regional
  • Reading time:6 mins read

“Kandang Menjangan Wayangan” Jadi Penyemangat Kalangan Seniman

SURAKARTA, iMNews.id – Suasana pandemi Corona yang terus melandai walau ada kemunculan varian baru dari Omicron berikut jumlah kasusnya, secara umum membuat publik secara luas menjadi gembira sejak pemerintah melonggarkan PPKM kira-kira mulai sebulan terakhir. Meski event utah Korp Kopassus TNI AD Grup 2 Kandang Menjangan sudah memberi sinyal positif dengan “nanggap” wayang kulit yang disajikan Ki Danang Suseno, tetapi kalangan seniman penyaji jasa pertunjukan rata-rata sudah kehilangan semangat, bahkan kehilangan “tenaga” atau “modal”.

“Sekarang memang sudah longgar. Setidaknya, dalam 2 atau 3 bulan ini. Tetapi, kalau saya memperhatikan teman-teman dalang, belum semuanya bisa beraktivitas kembali. Tetapi, sebelum PPKM dilonggarkan, ada teman-teman di pelosok desa yang tetap beraktivitas seperti biasa. Ada juga yang sama sekali nganggur seperti saya. Ada yang sampai putus asa, terpaksa menjual peralatannya untuk mayang untuk bertahan hidup,” sebut Ki Medhot Samiyono, menjawab pertanyaan iMNews.id yang menghubunginya, tadi sore.

Anak lelaki tertua almarhum Ki Manteb Soedarsono menyebutkan, dirinya menganggur total selama pandemi berlangsung dalam 2 tahun, dan sudah beberapa kali menerima job pentas mendalang atau “mayang” ketika PPKM sudah dilonggarkan. Dia tidak mau mengikuti jejak sejumlah dalang lain yang menempuh cara menyiarkan pentas wayangnya secara virtual, untuk menyiasati pembatasan yang dilakukan pemerintah selama PPKM berlangsung.

Dorongan Sekaligus Jaminan

PENTAS RINGKES : Pentas wayang kulit “ringkes” (terbatas) yang sempat dilakukan Ki Manteb Soedarsono di kediamannya Desa Sekiteran Doplang, Karangpandan, Karanganyar untuk menyiasati pandemi Corona di tahun 2020, kira-kira setahun sebelum meninggal.   (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Namun, pandemi Corona yang melanda bersamaan dengan beralihnya model publikasi dari manual ke digital melalui teknologi internet semisal channel YouTube, bisa diterimanya dan diikuti sebagai sebuah keharusan untuk menerima perubahan. Ki Medhot juga bisa memahami apabila teman-temannya seprofesi ada yang terpaksa menjual peralatan yang menjadi modal untuk pentas, seperti gamelan, anak wayang, sound system, panggung, tarub dan sebagainya, karena untuk bertahan hidup dan mengingat tidak punya sumber penghasilan lain.

“Ada dua kemungkinan kalau sampai barang-barang seperti itu ditawarkan untuk dijual. Pertama karena putus asa atau mutung, karena sudah tidak ada yang bisa dijual untuk bertahan hidup. Apalagi banyak yang tidak tahu sampai kapan pandemi ini akan berakhir?. Kemungkinan kedua, memang sengaja memancing sampai seberapa besar perhatian pemerintah terhadap nasib kalangan seniman yang jumlahnya sangat banyak, sumber nafkahnya hanya dari berpentas.  Kalau ada teman dalang sampai demo mayang di atas genting rumah, itu juga dalam rangka protes, minta solusi dari pemerintah,” sebut dalang yang sedang mempersiapkan ritual “Pendhak Pisan”  atau peringatan setahun meninggalnya sang ayah, Minggu malam (19/6).

Ki Medhot sangat mengapresiasi pentas wayang kulit yang diinisiasi marsyarakat Kecamatan Kartasura bersama TNI AD Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan, dalam rangka peringatan 70 tahun Korp Baret Merah itu, belum lama ini (iMNews.id, 9/6). Dia membenarkan pementasan yang menghadirkan adiknya yaitu Ki Danang Suseno sebagai dalang penyaji lakon “Mbangun Candi Sapta Arga” di asrama/markas Grup 2 Kopassus malam itu, merupakan dorongan sekaligus jaminan agar kalangan seniman tradisional tidak perlu ragu untuk kembali melakukan pentas di runag publik.

Dirintis Sebelum Pandemi

JAUH SEBELUM PANDEMI : Dalang terkenal yang juga dosen ISI Surakarta, Ki Purbo Asmoro, jauh sebelum ada pandemi sudah merintis pentas wayang dengan cara siaran live streaming atau virtual, terutama yang dilakukan kediamannya, Gebang, Kadipiro, Banjarsari, Surakarta. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Di tempat terpisah, dalang kondang yang juga dosen jurusan seni pertujukan di ISI Surakarta, Ki Purbo Asmoro mengaku, selama pandemi Corona hingga sudah beberapa bulan PPKM dilonggarkan pemerintah, dirinya masih menganggur alias belum laku pentas atau “mayang”. Dalang pemilik Sanggar Seni Pedalangan Mayangkara di Gebang, Kadipiro, Banjarsari, Surakarta itu lebih banyak melakukan pentas bersama kru terbatas atau bahkan pentas tunggal di kediamannya, terutama tiap malam Weton kelahirannya, dengan cara siaran live streaming atau virtual yang sudah dirintis jauh sebelum ada pandemi Corona.

“Dari dulu jauh sebelum ada pandemi, saya ‘kan sudah memulai cara itu. Ketika pandemi berlangsung, justru semakin gencar saya lakukan dan banyak diapresiasi para pecinta wayang kulit. Kalau sekarang PPKM sudah dilonggarkan saya belum ada tanggapan atau ditanggap pentas, ya mungkin karena situasinya belum benar-benar longgar. Kita semua tahu, daya beli masyarakat sangat lemah. Perekonomian nasional bahkan dunia, ‘kan juga sedang lemah. Itu jelas mempengaruhi kemampuan keuangan masyarakat, hingga belum berani nanggap wayang. Tetapi memang, ada beberapa teman dalang yang seperti tanpa kendala, masih ajeg mayang,” tunjuk mantan Ketua Pepadi Surakarta (2012-2017) itu.

Selain seniman wayang kulit, kalangan seniman di jalur seni pertunjukan musik dangdut dan campursari yang dulu banyak beredar di Solo Raya bahkan jauh di luar wilayah itu, situasi dan kondisi serta solusi yang ditempuhnya juga sangat beragam. Rata-rata mereka juga senasib, karena banyak grup-grup yang bersinggungan dalam pementasan, termasuk cara yang ditempuh untuk mengatasi kelangsungannya, yaitu dengan menjual peralatan musik dan peralatan pementasannya.

RINDU TAMPIL : Suasana penampilan grup dangdut OM Ervana ’87 seperti sebelum ada pandemi Corona seperti ini, jelas menjadi kerinduan tampil para seniman musik dangdut dan campursari di wilayah Solo Raya, ketika PPKM sudah dilonggarkan seperti sekarang. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Edy Kistoro, pimpinan OM Ervana ’87 dan beberapa grup dangdut dengan bendera lain yang dihubungi iMNews.id mengaku sudah “mutung” dan terlanjur banting stir menekuni bisnis air isi ulang. Dia menyatakan sudah membebaskan semua anak-buahnya untuk mencari jalan bertahan hidup selama pandemi, dan beralih profesi maupun meneruskan profesinya di saat PPKM sudah longgar dan seni pertunjukan bisa digelar lagi seperti sekarang.

“Karena menunggu 2 tahun itu ternyata terlalu lama. Pikiran saya sudah lelah menungu pandemi berakhir, dan kembali berurusan dengan panggung musik dangdut. Saya harus cepat memutuskan itu, karena untuk menghidupi keluarga. Usaha jual air isi ulang sudah terlanjut jalan dan harus saya tangani. Kelihatannya ini tidak bisa saya tinggal. Jadi, ya biar teman-teman musisi mencari solusi sendiri,” tandas adik kandung almarhum Kasmihadi Citro Kusumo, pendiri sekaligus pemimpin OM Ervana ’87. (won-i1)