Safari Nyadran Benar-benar Diintensifkan, Karena Potensi Ancamannya Serius (3- bersambung)

  • Post author:
  • Post published:April 8, 2022
  • Post category:Budaya
  • Post comments:0 Comments
  • Reading time:9 mins read

Selama Sebulan Penuh, Hanya Istirahat Sehari, Lebih 20 Makam Leluhur Disadran

IMNEWS.ID – “CHECK SOUND” yang dilakukan Gusti Moeng dengan bersafari “Tour de Makam, Petilasan dan Pesanggrahan” selama sebulan penuh di bulan Ruwah Tahun Alip 1955 (kalender Jawa) yang nyaris tepat berada di bulan Maret 2022, tak sekadar punya misi sampingan ingin melihat langsung perubahan sosial di dalam masyarakat peradaban (Jawa/Mataram) yang tersebar di berbagai wilayah yang luas di Jateng dan Jatim. Melainkan juga melakukan “check sound” untuk melihat langsung bagaimana situasi dan suasana di semua titik lokasi makam, petilasan dan pesanggrahan yang diziarahi, termasuk situasi sosial masyarakat adat di lingkungan lokasi situs.

Meningkatkan intensitas ritual nyadran dan melembagakan kegiatan itu menjadi agenda rutin tiap tahun, memang benar menjadi misi yang mirip pisau bermata banyak karena sasaran yang hendak dicapai juga banyak (iMNews.id, 7/4). Bahkan tak hanya itu, kegiatan ini ditata dan dipersiapkan secara serius, karena persoalan yang dihadapi juga semakin banyak dan menjadi ancaman yang serius (iMNews.id, 31/4) dan banyak bidang yang menjadi kerja pelestarian peradaban budaya Jawa/Mataram yang sudah menjadi bagian dari kebhinekaan dan ciri kepribadian bangsa.

“LDA mulai serius untuk menyusun program kegiatan nyadran ini, karena banyak faktor. Di antaranya, sejak lama tidak ada yang secara khusus dan serius memikirkan hal ini. Dalam perkembangannya, banyak warga di sekitar situs yang melaporkan berbagai hal yang menyangkut eksistensi situs yang selama ini mereka jaga/rawat. Kemudian, perlu kehadiran keraton secara langsung, yang antara lain mendorong potensi destinasi wisata di situs tersebut. Dan yang paling mendesak, kami perlu menggalang kepedulian untuk menghadapi potensi perusakan oleh kelompok-kelompok yang anti seni-budaya produk peradaban yang selama ini menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Jadi, sebenarnya sudah mengkhawatirkan,” tandas GKR Wandansari Koes Moertiyah menjawab pertanyaan iMNews.id, belum lama ini.

Tak Dikenal dan Tak Terawat

MASIH FAMILI : Wanita dalang, Nyi KMAyT Rumiyati Anjangmas Puspodiningrum yang masih famili Ki Joko Laksitono, juga dalang hebat dalam sajian wayang ruwat. Tetapi juga sama-sama senasib ketika seni pakeliran wayang kulti dihantam tudingan haram dan pageblug pandemi Corona. (foto: iMNews.id/Won Poerwono)

Memang, menurut Ketua LDA Keraton Mataram Surakarta yang akrab disapa Gusti Moeng itu masih ada misi lain yang justru sejak lama dicita-citakan untuk bisa mewujudkan, yaitu misi menelusuri jejak leluhur Dinasti Mataram dari garis istri atau “garwa dalem” atau garis perempuan. Itu sangat beralasan, karena dari semua silsilah perjalanan dinasti, bahkan sejak Kediri (abad 12), yang selalu muncul dalam peta kepemimpinan kerajaan adalah tokoh pria terutama figur rajanya, dan nyaris tidak ada yang melukiskan atau memunculkan peran tokoh perempuan, istri atau “garwa dalem” salam silsilah.

Namun, apa yang sudah dilakukan Gusti Moeng bersama rombongan yang memiliki bidang tugas masing-masing untuk sebuah tim besar dalam safari ”Tour de Makam, Petilasan dan pesanggrahan” tidaklah sia-sia, clenbuterol gains let s see poc con the first fair melainkan banyak memetik “keuntungan” terutama bagi kehidupan secara luas. Safari nyadran berkeliling di lebih dari 20 titik lokasi situs makam dan sekaligus menyambangi petilasan/pesanggrahan pelengkapnya, bisa menggalang kepedulian dan kekuatan dalam pelestariannya, sekaligus menampung berbagai informasi mengenai apa saja yang berkait dengan pelestarian seni budaya produk peradaban.

“Setelah kami lacak dan ditemukan, ternyata para leluhur dari garis putri atau wanita dalam sejarah Dinasti Mataram saja, banyak yang terlupakan bahkan tidak dikenal sama sekali. Akibatnya, informasi di mana letak makamnya saja jarang yang tahu. Ketika ada yang kami temukan, kondisinya sangat memprihatinkan. Rata-rata tidak terawat. Walau tinggal nisan dan makamnya, eyang-eyang leluhur itu sangat besar jasanya, terutama dalam mendampingi para raja, para Sinuhun,” tunjuk Gusti Moeng setelah menziarahi dua makam tokoh dinasti dari garis perempuan, baik di Pamekasan, Madura (Jatim) dan di sebuah kelurahan di Kota Jogja (DIY).

Rombongan Terdiri Banyak Elemen

TAK SEGAN-SEGAN : Gusti Moeng dan para pengikutnya yang setia mendukung sejak Arpil 2017, adalah bagian dari masyarakat adat Keraton Mataram Surakarta yang terwadahi dalam LDA, begitu peduli dan setia mencurahkan sebagian hidupnya untuk merawat jejak-jejak para leluhur Dinasti Mataram. (foto: iMNews.id/Won Poerwono)

Karena begitu banyaknya misi dalam program ritual nyadran, memang bisa membuat kewalahan para pelaksananya, mulai dari Gusti Moeng dan pengurus LDA, elemen Pakasa Punjer, Putri Narpa Wandawa, abdidalem juru suranata, sentana dan abdidalem garap dari unsur pecaosan, keputren, keparak serta elemen-elemen pendukung lainnya seperti beberapa bregada prajurit termasuk korp musik drumband. Dari sisi banyaknya titik lokasi makam ditambah petilasan/pesanggrahan, jelas dibutuhkan waktu dan tim yang cukup agar bisa menjangkau lokasi seusai urutan prioritasnya dalam jumlah lebih banyak, tetapi bisa rampung dalam sebulan yaitu di bulan Ruwah.

Untuk itu, iMNews.id mencatat sedikitnya 20 titik lokasi makam leluhur yang tersebar di sejumlah kabupaten di Provinsi Jateng, jatim dan DIY, yang bisa dijangkau LDA yang terbagi dalam 2 tim, dalam waktu hampir sebulan penuh karena rata-rata hanya diselingi istirahat sehari untuk tiap lokasi yang berjarak sedikitnya 30 KM. Dan 20 titik lokasi itu antara lain, kompleks makam Kyai Ageng Henis di Kelurahan Laweyan, Kecamatan Laweyan, Surakarta atau Solo, yang diziarahi pada hari Minggu (6/3), yang sekaligus bisa menjangkau tiga lokasi makam di Kecamatan Banyudono dan Pengging, Kabupaten Boyolali.

Diawali hari Minggu (6/3), hari kedua Kamis (10/3) berhasil dijangkau kompleks makam Kyai Ageng Butuh di Desa Butuh, kecamatan Plupuh, Sragen. Hari itu, Gusti Moeng bisa menjangkau tiga titik lokasi yang letaknya di luar kota yang tak jauh dari Surakarta. Selasa (15/3), hanya menjangkau satu titik lokasi, tetapi menghabiskan waktu sehari penuh, yaitu kompleks makam yang ada di Desa Paseban, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Slawi/Tegal, untuk nyadran Sinuhun Amangkurat Agung dan keluarga kecilnya, begitu juga nyadran di Astana Pajimatan Imogiri dan Kutha Gedhe dalam sehari, Kamis (17/3).

Tak Benar-benar Istirahat

BAGIAN ROMBONGAN : Bregada prajurit termasuk korp musik drumband selalu disertakan Gusti Moeng ketika memimpin rombongan safari nyadran di Madura (Jatim), belum lama ini. Elemen LDA itu, menjadi simbol kuat eksistensi dan kebesaran Keraton mataram Surakarta, yang sedang berjuang melestarikan nilai-nilai produk peradaban Jawa/Mataram. (foto: iMNews.id/Won Poerwono)

Dalam jadwal, ditulis tanggal 24 Maret agenda nyadran di kompleks makam Kyai Ageng Selo di Desa Sela, Keacamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan bersama 3 titik lokasi makam yang berbeda kecamatan, yaitu makam Ki Ageng Tarub, Ki Ageng katong dan Ki Ageng Getas Pendowo. Namun, interval 4 hari dari tanggal 20 Maret, tidak benar-benar menjadi waktu istirahat, karena tetap saja diisi dengan perjalanan nyadran di beberapa titik lokasi makam leluhur di luar daftar yang diagendakan, karena ada misi mendesak yang perlu dilihat langsung Gusti Moeng di lokasi makam, sambil nyadran.

Di luar keperluan waktu istirahat dan nyadran di makam tokoh urutan prioritas kedua dari leluhur Dinasti Mataram, tetap saja ada kegiatan yang memanfaatkan sela-sela agenda nyadran. Misalnya ketika Ketua Pakasa cabang Klaten KRAT Probonagoro menggelar upacara wisuda penerima paringdalem gelar sesebutan di pendapa kabupaten, Jumat (1/4) itu, Gusti Moeng harus menyempatkan waktu untuk mewisuda 50-an warga Pakasa, termasuk Bupati Klaten yang menerima gelar kehormatan KMAy Sri Mulyani Laksminto Arum.

Di sela-sela jadwal, Gusti Moeng dan rombongan masih melakukan nyadran di makam Kanjeng Ratu Hemas Balitar istri permaisuri Sinuhun PB I ketika Keraton Mataram berIbu Kota di Kartasura, yang makamnya ada di Kelurahan Sorosutan, Kota Jogja, Kamis (31/3). Agenda safari nyadran 2022 ditutup dengan ”Ziarah dan Muhibah Budaya” di Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep, Madura (Jatim), untuk menziarahi mertua Sinuhun PB II, Adipati Tjakra Adiningrat II dan keluarga kecilnya di kompleks makam Raja Pamekasan, Ronggosukowati yang ada di Desa Kol Pajung, Pamekasan Kota, 26-27/3. (Won Poerwono-bersambung)  

Leave a Reply