Tetap Berkarya Nyata Walau Sejak 2017 di Luar Keraton
SOLO, iMNews.id – Sanggar Pasinaon Pambiwara Keraton Mataram Surakarta yang diketuai KPH Raditya Lintang Sasangka (kandidat doktor FE UNS), selama sehari sejak pagi pukul 09.00 WIB Minggu tadi menggelar pendadaran atau ujian bagi siswa sanggar yang belajar tentang budaya, sejarah dan juru pambiwara/pranatacara berbahasa Jawa itu. Pendadaran yang digelar di ndalem Kayonan, Baluwarti, diikuti 19 siswa yang secara bergantian menjalani ujian ketrampilan sesorah (pidato), pengetahuan tentang gending, sejarah (keraton), hal ikhwal tentang perkawinan adat Jawa gaya Surakarta.
Ada belasan dwija (guru) sebagai tim penguji yang dipimpin ketua sanggar, KPH Raditya Lintang Sasangka yang bernama kecil BRM Bambang Irawan itu. Ujian bagi siswa babaran (angkatan) 37 ini terhitung paling sedikit selama pandemi berlangsung dua tahun ini, apalagi dibanding sebelum ada pandemi. Situasi dan kondisi seperti itu, juga terjadi di ”pang-pang” atau cabang sanggar yang ada di sejumlah daerah (Jatim dan Jateng), terutama yang menyangkut menurunnya jumlah siswa dan ”repotnya” proses belajar-mengajar.
Khusus untuk sanggar pusat di Keraton Mataram Surakarta yang dikelola Yayasan Pawiyatan Kabudayan yang diketuai GKR Wandansari Koes Moertiyah, tetap produktif walau bergerak dalam keterbatasan. Sanggar yang menjadi elemen Lembaga Dewan Adat (LDA) yang diketuai GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng itu, tetap melakukan karya nyata sesuai tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) walau berada di luar Keraton Mataram Surakarta sejak insiden April 2017, terlebih berada dalam himpitan pandemi Corona dalam dua tahun ini.
Seperti diungkapkan Gusti Moeng dalam sambutan di saat memimpin upacara adat haul ke-388 (tahun Masehi) Sinuhun Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma (iMNews.id, 10/9), sanggar yang didirikan di masa jumenengnya Sinuhun Paku Buwono (PB) XII di tahun 1993, sampai kini sudah meluluskan lebih dari 4 ribu wisudawan. Mereka itu terdiri dari berbagai profesi, mulai dari perias, guru, mahasiswa, perangkat desa, polisi, militer dan sebagainya yang berasal dari daerah-daerah di wilayah Jateng dan Jatim.
Ujian Tembang Macapat
Para peserta yang menjalani pendadaran tadi siang, meski jumlahnya hanya 19 orang tetapi terdiri dari berbagai profesi, seperti mahasiswa, dalang, perias, juru pranatacara, guru dan sebagainya. Meski sudah sampai pada tahap ujian, menurut KPH Raditya Lintang Sasangka, ujian tatap muka tetap akan dilanjutkan karena ada satu mata pelajaran yaitu tembang macapat yang belum bisa dilaksanakan, karena keterbatasan waktu.
”Mudah-mudahan ada waktu sehari penuh bisa selesai. Tetapi perlu dicari waktu lain hari, kalau disepakati misalnya besok. Kalau dijadikan satu hari ini, bisa selesai sampai malam. Kasihan yang rumahnya Nganjuk (Jatim). Yang jelas, kelihatannya semua yang menjalani pendadaran tadi rata-rata bagus. Jadi, tidak perlu ada yang mengulang,” tegas dosen pengajar di FE UNS salam sambutannya sekaligus menyampaikan evaluasi keseluruhan pelaksanaan ujian tadi siang.
Menurut KRRA Budayaningrat (dwija) pengampu mata pelajaran hamicara (etika bertutur) dan kawruh (pengetahuan) gending, apabila tak ada pandemi seperti sebelum 2020, siswa sanggar bisa mencapai 200-an untuk pusat dan cabang-cabangnya. Ini menandakan bahwa masyarakat luas atau warga peradaban masih membutuhkan pengetahuan tentang budaya Jawa dan percaya kepada Keraton Mataram Surakarta sebagai sumber dan pusatnya ”kawruh” di bidang itu.
Sementara itu, bersamaan dengan pelaksanaan pendadaran siswa sanggar, di gedung pertemuan Pendapa Kabupaten Klaten juga berlangsung event yang berkait dengan upaya pelestarian peradaban Jawa. Di situ, Gusti Moeng selaku Ketua LDA Keraton Mataram Surakarta, mewisuda dan menyerahkan partisara kekancingan berisi paringdalem gelar sesebutan kepada 25 abdidalem anggota Pakasa Cabang Klaten, dan KPH Edy Wirabhumi selaku Pangarsa Punjer (Ketua Pusat) Pakasa mengalungkan samir kepada yang sudah menerima kekancingan. (won)