Pemerintah Harus Cepat Turun Tangan Mengatasi Itu
SOLO, iMNews.id – Anak bungsu Proklamator/Presiden RI ke-1 yang bernama Guruh Soekarnoputro tampak sedih dan berulang-ulang menyatakan kesedihannya saat melihat Museum Art Gallery Keraton Surakarta dan sebagian besar koleksi penghiasannya yang tampak lusuh kurang terawat. Bahkan budayawan yang sudah punya nama besar di bidang musik, tari dan film nasional itu, hanya bisa geleng-geleng kepala karena hanya bisa mengintip halaman Pendapa Sasana Sewaka dari celah pintu yang digembok dari dalam.
”Saya sulit harus berkata apa?. Tapi, seharusnya ini tidak boleh terjadi. Museum yang menyimpan sejarah masa lalu bangsa, dibiarkan seperti ini. Padahal, semua ini sangat bermanfaat bagi generasi bangsa ini sampai kapanpun. Saya sangat prihatin melihat semua ini. Kelihatan sekali tidak terurus, tampak lusuh. Pemerintah harus segera turun tangan mengatasi ini. Karena, yang punya kemampun untuk saat ini adalah pemerintah,” ujar Guruh menjawab pertanyaan para awak media di teras utara kompleks museum, tadi sore.
Anak bungsu dari lima bersaudara putra/putri Bung Karno itu, mengaku datang di keraton hanya mampir dari sebuah keperluan di Solo, sebelum menuju rumahnya di kawasan Kelurahan Laweyan, Kecamatan Laweyan, Solo. Sebagai sesama budayawan, Guruh mengaku memenuhi undangan Gusti Moeng untuk mampir saat saling kontak lewat telepon di sela-sela acaranya di Kota Bangawan tadi sore.
Perihal kedatangannya di Keraton Surakarta yang secara khusus berkeliling melihat koleksi seisi museum, menurutnya belum genap dua atau tiga kali dilakukannya. Karena, kedatangannya terakhir di keraton pada 2016, karena diundang Gusti Moeng untuk menyaksikan tarian sakral Bedaya Ketawang yang digelar pada momentum upacara adat tingalan jumenengandalem Sinuhun yang jumeneng.
Ketika berkeliling di semua gedung dari sisi timur hingga sisi barat, Guruh bersama rombongan enam orang yang disebutnya ”Bala GSP” (Guruh Soekarno Putra) itu, dipandu abdidalem pemandu wisata RT Setiadi Setya Budaya. Gusti Moeng selaku Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) yang ikut mengantar tamu sesama budayawan itu, sesekali ikut membantu menjelaskan apa saja koleksi yang ditanyakan Guruh, dan juga anggota rombongannya yang baru sekali itu masuk Museum Art Gallery Keraton Surakarta.
Gusti Moeng yang mengantar rombongan Guruh tidak sendiri, karena tampak sang kakak, GKR Retno Dumilah atau Gusti Is, seorang cucu Sinuhun PB XIII dan sejumlah sentanadalem. Selain diorama adegan perang Diponegoro, kereta kuda Kia Groedha juga banyak dijelaskan. Ketika memasuki ruang sisi barat, Guruh melihat papan untuk display topeng tari kisah Panji Kediri karya Sinuhun PB IV, lepas dari pengaitnya, begitu pula beberapa jenis senjata tradisional yang tampak dibiarkan jatuh berkumpul di dalam almari tempatnya mendisplay.
Saat sampai pintu yang menghubungkan antara museum dengan halaman Pendapa Sasana Sewaka, Guruh dan rombongannya hanya bisa mengintip suasana di halaman melalui celah pintu yang digembok dari dalam. Gusti Moeng menjelaskan, sebelum masa pandemi pernah ditutup rapat selama berbulan-bulan dan tidak boleh untuk konsumsi wisatawan pengunjung. Baru dibuka sebentar, lalu disusul masa pandemi yang kemudian ditutup hingga bulan Maret dibuka kembali dengan sangat terbatas karena harus mengikuti protokol kesehatan.
”Ya seperti itu situasi dan kondisinya. Yang di sini masih mending karena beberapa kali disambangi. Tetapi Sasana Pustaka yang berada di dalam sana, saya yakin sudah hancur. Karena, banyak talang yang bocor, airnya masuk membahasahi almari tempat menyimpan naskah. Padahal di sana tersimpan naskah-naskah penting yang bisa menjelaskan tentang sejarah keraton yang berkaitan dengan masa lalu bangsa ini. Kita semua sangat prihatin. Karena, masyarakat luas ikut dirugikan, terutama kalangan kampus,” ujar Gusti Moeng di depan Guruh yang hanya bisa geleng-geleng kepala, disaksikan semua yang ada di situ. (won)