SOLO, iMNews.id – Meski hampir semua agenda acara yang jauh-jauh hari sudah disusun untuk dilaksanakan sejak awal tahun 2021 hingga kini dipending sampai bulan Juli mendatang, Gusti Moeng selaku Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) tidak meniadakan kegiatan yang masih bisa dilakukan dalam suasana pandemi Corona. Tadi siang, Pengageng Sasana Wilapa yang bernama lengkap GKR Wandansari Koes Moertiyah itu menyerahkan partisara kekancingan gelar sesebutan kepada seorang pemerhati Keraton Surakarta dan Budaya Jawa di kantornya, kawasan Kamandungan, Baluwarti.
”Ini karena situasinya masih pandemi (Corona). Jadi, penyerahan kekancingan ini secara sederhana saja. Saya minta, agar pak Hendri yang sudah menjadi Kanjeng Raden Tumenggung (KRT), ngewangi saya. Ngewangi bukan harus dengan materi atau uang. Tapi bisa ikut menjelaskan kepada publik secara luas, tentang apa yang sebenarnya terjadi di keraton,” tegas Gusti Moeng yang siang tadi hanya ditemani sang suami KPH Edy Wirabhumi selaku Pangarsa Punjer Pakasa.
Seorang pemerhati Keraton Mataram Surakarta Hadiningrat dan budaya Jawa terutama dari sisi spiritual yang menerima partisara kekancingan tadi siang, sudah sejak awal tahun 2000-an mengabdikan diri sesuai bidang yang digelutinya. Namun, baru belakangan diusulkan untuk mendapatkan paringdalem gelar sesebutan kepadanya, dan kesempatan tadi siang, partisara berisi gelar sesebutan KRT Hendri Rosyad Wrekso Puspito itu diserahkan secara resmi oleh Gusti Moeng kepada yang bersangkutan.
Dalam audiensi setelah penyerahan partisara kekancingan siang tadi, KRT Hendri Rosyad Wrekso Puspito (62) menyatakan terima kasih dan akan terus mengabdi di keraton sesuai ”gawa-gawene” atau tugas dan kewajiban di bidangnya. Di depan Gusti Moeng, pria yang sebelumnya tinggal Puspan, Tipes, Serengan Solo dan belum lama pindah di kawasan Gentan, Kartasura, Sukoharjo itu, berjanji akan membantu keraton sesuai dengan bidangnya.
Dalam kesempatan itu, KRT Hendri dengan terus terang menyebut Gusti Moeng sebagai wanita putri dalem Sinuhun PB XII yang keras dan tegas dalam bersikap, khususnya dalam upaya menegakkan paugeran adat dan segala sesuatu yang menyangkut eksistensi Keraton Mataram Surakarta. Tetapi di balik sikap keras dan tegas dalam pendirian itu, banyak nilai positifnya yang bisa diteladani bahwa sebenarnya benteng terakhir pertahanan Keraton Mataram Surakarta tinggal pada diri Gusti Moeng.
”Kalau tidak ada Gusti Mooeng, keraton sudah habis atau selesai kemarin-kemarin. Sikap keras dan tegas pada prinsip dan pendirian ini, memang harus ada demi kelangsungan adat dan eksistensi keraton. Saya sangat setuju dan akan mendukung terus. Tetapi benar, sikap itu jangan diartikan aneh-aneh atau di luar tujuan-tujuan mulai itu. Saya juga sangat setuju dan akan terus mendukung, demi eksistensi keraton dan budaya Jawa,” ucap KRT Hendri.
Seusai penyerahan kekancingan dan audiensi yang berlangsung sekitar 30 menit itu, menjawab pertanyaan iMNews.Id, Gusti Moeng menunjuk hal sikap tegas dan kerasnya yang selama ini seolah-olah dipersepsikan publik sebagai sikap yang ”angel” dan ”angel-angelan”. Menurutnya, yang dimaksudkan tidak seperti itu, tetapi apa saja yang menyangkut eksistensi keraton dan demi tegaknya paugeran adat, terlebih yang menyangkut harkat dan martabat keraton, dirinya tidak akan mau kompromi.
Sementara itu, KRT Hendri di tempat terpisah menyatakan sangat gembira bisa bertemu secara khusus dan menerima partisara kekancingan itu. Dan apa yang selama ini diharapkan ke arah penyelesaian konflik yang terjadi di internal keraton (2004-sekarang), pada prinsipnya sama dengan harapan Gusti Moeng selaku Ketua LDA, beserta semua elemen dan warga masyarakat adat yang ada di belakangnya.
”Sekali lagi, saya setuju ketetapan Gusti Moeng yang menemparkan Sinuhun PB XIII pada kedudukannya. Tetapi, semua bentuk yang menyangkut urusan internal dan eksternal keraton, biarlah Gusti Moeng selaku ketuanya dan Pengageng Sasana Wilapa, yang menjalankan tugas-tugas itu. Karena, itu sudah sesuai tupoksinya (tugas pokok dan fungsi),” tegas KRT Hendri. (won)