Lima Ketua Pakasa Cabang Berdandan “Bupati” Pada Zaman “Negara” Mataram Surakarta
JEPARA, iMNews.id – Event bernuansa “tradisi” dan berbasis Budaya Jawa yang memakai nama “Grebeg Mulud Njeporonan” kembali digelar selama tiga hari, 26,29,30 Agustus 2025, setelah kali pertama digelar di tahun 2024. Event yang melibatkan sejumlah Pakasa cabang, Yayasan Praja Hadipuran Manunggal dan Pemkab setempat berupa kirab budaya, menjadi puncak acara, Sabtu (30/8) siang kemarin.
Tiap hari mulai Selasa (26/8) dan Jumat (29/8), digelar sejumlah kegiatan seni, ritual dan adat untuk memberi makna event yang akan dijadikan tradisi rutin di Kabupaten Jepara. Beberapa kegiatan itu, untuk memberi aksen untuk Hari Jadi Kabupaten Jepara yang menggunakan kalender Jawa bulan Mulud, walau peringatan Hari Jadi yang menggunakan kalender Masehi sudah rutin digelar tiap 10 April.
Kemarin, kirab budaya dilepas dari kompleks makam Ratu kalinyamat Desa Mantingan, Kecamatan Kalinyamatan sekitar pukul 14.00 WIB. Sebelumnya KP Bambang S Adiningrat (Ketua Pakasa Cabang Jepara) berharap kirab bisa diikuti sampai jumlah dua ribu prajurit/warga Pakasa bersenjata tombak, tetapi target minimal sebanyak 491 prajurit bertombak sesuai angka usia Kabupaten Jepara menurut kalender Jawa.
Sesampai di Pendapa Pemkab Jepara, iring-iringan prosesi kirab disambut pasangan Bupati dan Wakil Bupati Jepara, Witiarso Utomo dan Muhammad Ibnu Hajar. Tak hanya dua petinggi Kabupaten Jepara itu, ada juga pejabat dari DPRD dan jajaran Pemkab Jepara yang hadir. Namun tidak tampak unsur Forkopimda lain seperti dari Polres maupun Kodim Jepara, mengingat berlangsungnya event itu di tengah suasana “masih panas”.

Begitu iring-iringan kirab tiba di pendapa, KRT Anam Setyodipuro (Ketua Yayasan Hadipuran Praja Manunggal) selaku panitia pelaksana melaporkan jalannya kirab kepada Bupati yang didampingi Wakil Bupati. Di situ tampak, GKR Koes Moertriyah Wandansari (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA), KPH Edy Wirabhumi (Pangarsa Pakasa Punjer) dan KP Bambang S Adiningrat ikut menyambut.
Selesai melaporkan jalannya kirab, KRT Anam menyerahkan uba-rampe wilujengan “Garebeg Mulup Njeporonan” untuk peringatan Hari Jadi Jepara sesuai kalender Jawa yang jatuh di tanggal 30 Mulud Tahun Dal 1959 ini. Selesai laporan dan penyerahan uba-rampe, Wakil Bupati dan KP Bambang bersama para “Pangarsa” Pakasa cabang yang mengenakan busana kebesaran dan tombak, berjalan menuju panggung kehormatan.
Panggung kehormatan yang dipasang di sepanjang rute kirab dekat kompleks Pendapa Pemkab Jepara, untuk menyaksikan pentas kesenian yang sudah dijadwalkan panitia. Karena, berdasar penjelasan KRT Cahyo Reksoyudo selaku pengurus Paguyuban Reog Katon Sumirat, ada enam dhadhak-merak dan sejumlah seniman pendukung dan pengiring seni khas Ponorogo itu, akan tampil di depan panggung.
Selain penjelasan KRT Cahyo, soal kesiapan seni reog juga disebutkan Ketua Harian Pakasa Cabang Ngawi, yang membawa 5 dhadhak-merak dan bersama 25 seniman pendukungnya serta 40 warga Pakasa bertombak untuk keperluan kirab. KRA Sunarso Suro Agul-agul (Wakil Ketua Pakasa Ponorogo) menyebutkan, Pakasa Cabang Ponorogo membawa 125 warga bertombak yang bergabung dalam kirab selain “Bregada Pecut”.

Selain itu, tampak pula bersiap di Pendapa Pemkab Jepara, enam penari dan rombongan Pakasa Cabang Pacitan sudah bersiap akan tampil di depan panggung. Termasuk belasan praujurit Wirabraja dari Kraton Kacirebonan, Cirebon (Jabar). Mereka juga datang membawa tombak untuk mengikuti kirab pencatatan jumlah prajurit bertombak terbanyak, karena MURI belum pernah punya rekornya karena memang masih kosong.
Event yang diinisiasi dan didukung Pakasa Cabang Jepara itu, disebut sebagai event pelestarian Budaya Jawa yang menjadi tugas dan kewajiban Pakasa cabang sebagai ujung tombak terdepan. Oleh sebab itu, kehadiran Gusti Moeng sebagai pimpinan jajaran Bebadan Kabinet 2004 sekaligus pimpinan otoritas di Kraton Mataram Surakarta dan KPH Edy Wirabhumi (Pangarsa Pakasa Punjer), sangat berlasan.
Kedua tokoh yang menjadi representasi kraton itu hadir, bahkan diserta beberapa figur sentana pejabat jajaran Bebadan Kabinet 2004 termasuk KP Siswanto Adiningrat (Wakil Pengageng Sasana Wilapa) dan elemen Putri Narpa Wandawa. Rombongan dari kraton ini yang mendampingi Bupati dan wakilnya serta Ketua Pakasa Cabang Jepara saat menerima laporan kirab budaya yang banyak melibatkan abdi-dalem Pakasa itu.
Dari antara rombongan abdi-dalem, tampak pula KRT Wardoyo yang lebih sibuk berurusan dengan sejumlah Ketua Pakasa Cabang yang memperagakan “Bupati Manca” yang mengenakan busana kebesaran upacara “dodotan”. Selain sebagai abdi-dalem penari Sanggar Pawiyatan Beksa Kraton Mataram Surakarta, KRT Wardoyo juga dikenal sebagai penata-busana adat dan kostum tari bagi kalangan abdi-dalem kraton.

“Saya hanya diminta untuk mendandani busana kebesaran ‘dodotan’ lima orang. Tetapi saya tidak hafal asma dan asalnya,” ujar KRT Wardoyo menjawab pertanyaan iMNews.id di teras pendapa. Dia sempat merapikan busana kebesaran “dodot” yang dikenakan KRRA Panembahan Didik Alap-alap Gilingwesi Singonagoro. Selain Ketua Pakasa Cabang Kudus, yang mengenakan “dodot” Ketua Pakasa Jepara, Ponorogo, Nganjuk dan Pati.
Di sela-sela “pesta seni budaya dan adat” untuk memperingati Hari Jadi Kabupaten Jepara sesuai kalender Jawa bulan Mulud dan mencatatkan rekor prajurit tombak terbanyak, ada kisah yang agak membuat sedih. Karena, rombongan prajurit 50-an orang dari Pakasa Cabang Boyolali yang menjadi pemandu langkah kirab, tak jadi diikuti KRA Surojo (Ketua Pakasa cabang), karena malah masuk rumah sakit.
“Betul. Jadi saya bersama istri malah sempat menengok Kanjeng Surojo di PKU Muammadiyah Jepara. Ceritanya, begitu rombongan sampai di Jepara beliau malah merasa lemas dan langsung dibawa ke rumah sakit. Jadi, beliau tidak bisa ikut menyaksikan kirab,” ujar KRRA Panembahan Didik Singonagoro menjawab pertanyaan iMNews.id dalam perjalanan pulang sehabis menengok KRA Surojo di rumah sakit.
Suasana berlangsungnya event itu memang terasa kena imbas secara “psikologis” peristiwa aksi demo di berbagai daerah, termasuk aksi demo menuntut pembatalan kenaikan pajak (PBB) di Kabupaten Pati, tetangga dekat Kabupaten Jepara. Karena, sampai Sabtu kemarin, aksi demo disertai penjarahan masih terjadi di sejumlah wilayah/daerah, terutama di Jakarta dan Kota Surakarta yang berakhir petang.

Walau suasana terasa membuat “was-was”, tetapi jalannya event kirab budaya kemarin berlangusng lancar, aman dan sukses. Termasuk pula berbagai acara sebelum dan sesudah kirab budaya. Karena event “Grebeg Mulud Njeporonan” berlangsung selama 3 hari terpisah, 26, 29 dan 30 Agustus. Agenda dimulai dari Napak Tilas atau ziarah ke makam leluhur di beberapa lokasi, termasuk makam Ratu Kalinyamat, Selasa (26/8).
Kemudian Jumat (29/8), dari pagi, siang dan malam berturut-turut dilakukan “Ruwatan Bumi Jepara” yang diisi khataman Alqur’an, ritual penyatuan air dan tanah, doa wilujengan. Siang hingga sore dilakukan “sedekah Alam” atau “Ruwatan Bumi” di Pendapa Pemkab Jepara, acara religi peringatan Maulid Nabi Muhammad dan malamnya pentas wayang kulit. Sabtu (30/8), ditutup dengan kirab dan pentas seni. (won-i1)












