Gunungan Berisi Lebih 200 Kg Apem Kukus “Keong Mas” Disebar di Upacara Adat “Saparan”

  • Post author:
  • Post published:August 22, 2025
  • Post category:Budaya
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing Gunungan Berisi Lebih 200 Kg Apem Kukus “Keong Mas” Disebar di Upacara Adat “Saparan”
MEMBERI SAMBUTAN : Didampingi KPP Bambang Kartko dan KPP Johni Sosrodiningrat, Gusti Moeng saat memberi sambutan pada upacara pembukaan ritual "Sebaran Apem Kukus Keong Mas Saparan" di Pendapa Kecamatan Banyudono, Boyolali, Jumat (22/8) siang tadi. Sambutan tunggal disampaiakn dalam Bahasa Jawa "krama". (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Setelah Diarak dan Didoakan di Masjid Cipta Mulya Pengging, Boyolali

BOYOLALI, iMNews.id – Masyarakat Kabupaten Boyolali khususnya di “Kadipaten Pengging” yang kini menjadi wilayah Kecamatan Banyudono, Jumat Legi (22/8) siang tadi menggelar upacara adat “Sebaran Apem Kukus Keong Mas”. Upacara adat yang dihadiri Bupati dan Wakil Bupati Boyolali, masing-masing bersama istri serta Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA), dimeriahkan dengan kirab budaya.

Tatacara ritual yang meneladani tradisi di kraton sejak Sinuhun PB X jumeneng nata (1893-1939) itu, titik beban penyelenggaraannya tampak “merata”, seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Posisi Pemkab Boyolali yang memiliki agenda kegiatan rakyat di bulan Sapar itu, karena menjadi tangan panjang pemerintah yang menyediakan fasilitas, termasuk (sebagian) biaya ritual tersebut.

Sementara, masyarakat adat setempat termasuk Pakasa Cabang Boyolali, menjadi otoritas yang merawat dan menjaga lokasi objek (makam) dan tatacara ritual, Masjid Cipta Mulya dan daya dukung berdasar unsur kesejarahannya. Di antaranya lapangan yang dulu pernah menjadi alun-alun “Kadipaten Pengging”, saat “Bupatinya” dijabat ayah RNg Jasadipoera (Yosodipura-Red) atau pada zaman Adipati Handayaningrat.

GKR Wandansari Koes Moertiyah (Gusti Moeng), siang tadi hadir untuk kesekian kali ritual itu digelar, selaku Ketua LDA Kraton Mataram Surakarta yang melindungi secara hukum semua aset kraton, termasuk sejumlah situs yang berkait dengan leluhur Dinasti Mataram. Salah satunya adalah makam RNg Jasadipoera I-III dan keluarga sertaberbagai situs pendukung yang semuanya dilindungi UUBCB No 11/2010.

SECARA SIMBOLIS : Bupati Boyolali Agus Irawan, secara simbolis menyerahkan “gunungan” kecil berisi apem kukus Keong Mas kepada panitia pelaksana ritual “Sebaran Apem Kukus Keong Mas Saparan”, dalam sebuah upacara yang digelar di Pendapa Kecamatan Banyudono (Boyolali), Jumat (22/8) siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Seperti diungkapkan dalam riwayat upacara adat “Sebaran Apem Kukus Keong Mas” yang dibacakan panitia, termasuk dengan tembang “Macapat”, bahwa upacara tradisi itu sebenarnya dimulai sejak Sinuhun PB IV. Pujangga RNg Jasadipoera memberikan edukasi cara mengatasi “pageblug” saat tanaman pagi diserang hama “Keong Mas”. Datangnya “bencana” berupa hama, sudah diketahui RNg Jasadipoera, jauh sebelumnya.

“Eyang RNg Jasadipoera itu sebanarnya ulama. Tetapi, bisa membaca tanda-tanda zaman tentang sesuatu yang akan terjadi jauh ke depan. Kraton Mataram Surakarta punya banyak Pujangga, salah satunya Eyang Jasadipoera. Saya sekeluarga dari garis ibu, termasuk masih trah beliau. Dari semula ditemukan cara mengusir hama padi itu, lalu menjadi upacara adat yang dilakukan rutin tiap tahun hingga kini”.

“Seperti riwayat yang dibacakan melalui tembang Macapat tadi, baru pada zaman Sinuhun PB X tradisi sebar apem yang bentuknya seperti keong mas dilakukan lengkap. Yaitu, diadakan doa wilujengan terlebih dahulu di Masjid Cipta Mulya, Pengging. Lalu diadakan prosesi menuju tempat untuk menyebarnya. Kami hanya bisa titip kepada Bapak Bupati dan masyarakat di sini untuk menjaga tradisi ini,” pinta Gusti Moeng.

Ritual yang didahului upacara ini, baru dimulai menjelang pukul 14.00 WIB, karena menunggu kehadiran Bupati Agus Irawan dan Wabup Dwi Fajar Nirwana, masing-masing bersama istri. Sedangkan, Gusti Moeng bersama rombongan sentana-dalem, sudah menunggu di ruang transit belakang tempat upacara, pendapa kompleks Kecamatan Banyudono. KRA Surojo dan beberapa warga Pakasa cabang juga tampak.  

TANDA RESMI : Bupati Boyolalu Agus Irawan beserta istri dan Gusti Moeng yang bersiap memotong untaian melati bersama-sama, sebelum disusul Wabup bersama istri untuk bergabung. Pemotongan itu menandai ritual resmi dimulai sebelum diberangkatkan menuju Masjid Agung Cipra Mulya, Pengging, Jumat (22/8) siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Upacara yang berlangsung di pendapa kecamatan itu, adalah penyerahan secara simbolis “gunungan” kecil apem kukus keong mas dari Bupati Agus Irawan kepada panitia. Sedangkan Gusti Moeng menyerahkan “gunungan” apem kepada masyarakat adat setempat yang menjalankan ritual “Sebaran Apem Kukus Keong Mas Saparan”, bulan Sapar Tahun Dal 1959. Setelah itu, dilanjutkan pengguntingan pita bersama.

Seusai pita tanda kirab budaya Sebaran Apem Saparan digunting, Bupati dan Wabup, panitia dan Gusti Moeng bersama rombongan kraton yang mendampingi menyaksikan laporan komandan kirab. Begitu mendapat izin memberangkatkan, komandan kirab sekaligus komandan prajurit kraton “versi” Pengging segera berangkat memandu kirab menuju Masjid Cipta Mulya, termasuk Bupati dan istri yang naik kereta.

Tidak seperti pada kirab ritual serupa di tahun 20024, Gusti Moeng dan rombongan naik andong menuju tempat “sebaran” apem kukus di alun-alun. Untuk ritual tadi, sehabis ikut melepas prosesi kirab, Gusti Moeng segera meninggalkan tempat. Tak lama kemudian, kedua “gunungan” berisi apem kukus masing-masing lebih dari 200 kg itu, sesampai di Masjid Cipta Mulya didoakan, mirip ritual Garebeg di kraton.

Satu “gunungan” yang diikuti rombongan Bupati di Masjid Cipta Mulya, sehabis didoakan lalu dibagi-bagikan, mirip yang terjadi di kraton. Sehabis hajad-dalem Gunungan (Garebeg Mulud, Syawal dan Besar) didoakan abdi-dalem juru-suranata, lalu ada perintah “nuli kabage kang warata” (kemudian dibagi-bagikan merata). Tetapi, praktiknya memang tidak begitu, seperti apem keong mas itu, harus disebar.

“SALAH JALAN” : Karena “salah jalan” saat mengeluarkan gunungan apem kukus “Keong Mas” dari teras Pendapa Kecamatan Banyudono, mahkota gunungan “nyangkut” hiasan janur dan lepas. Peristiwa yang dianggap biasa itu terjadi saat kirab budaya event “Sebaran Apem Kukus Keong Mas” diberangkatan, siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Kalau satu “gunungan” dibagi-bagikan di depan Masjid Cipta Mulya, yang satu lagi dibawa ke panggung yang ada di seberang gang masuk ke masjid. Panggung itu tepat berada di bibir kompleks lapangan atau alun-alun “Kadipaten Pengging” tempo dulu. Panggung “knock-down” inilah yang menjadi tempat menyebar makanan khas “Saparan” di Pengging, yaitu apem menyerupai keong mas yang dilempat paanitia dan abdi-dalem.

Apem keong mas berukuran isi sekepal tangan dewasa itu, tentu jumlahnya ribuan biji bila satu gunungan beratnya lebih dari 200 kg. Untuk menyebar ribuan “keong mas” itu, harus dilakukan belasan orang dari panggung. Masyarakat yang “ngalab berkah” memutari panggung, ada yang menangkan satu demi satu, tetapi ada yang “menjaring” dengan payung yang dibalik menengadah ke atas, agar mendapat banyak.

Di lapangan atau alun-alun “Kadipaten Pengging” tempo dulu itu, tahun lalu Gusti Moeng ikut menyebar apem dari atas panggung yang terbuat permanen di ujung utara. Siang tadi, panggung itu dibiarkan kosong tak terpakai, tetapi justru memasang panggung “knock-down” di ujung barat lapangan. Namun, pada ritual “Sebaran Apem Kukus Keong Mas Saparan” tahun 2025 ini, Gusti Moeng tidak ikut menyebar.

Dari pantauan di lapangan, kemerihana ritual “Sebaran Apem Keong Mas Saparan” di Pengging tahun 2025 ini, terkesan kalah meriah dibanding tahun lalu saat Gusti Moeng ikut kirab dan sebar apem. Perbedaan kemeriahan terletak dari jumlah dan jenis para peserta kirab budaya yang terkesan lebih sedikit di tahun 2025 ini. Para prajurit Kraton Mataram Surakarta tak tampak di situ, menjadi salah satu indikatornya.

“APEM DILEMPAR” : Karena ingin menjangkau kerumunan warga yang “ngalab berkah” ritual “sebaran Apem Kukus Keong Mas” agar merata, “sebaran” itu terpaksa diganti dengan melemparkan dari atas panggung. Atraksi itu selalu menghiasi ritual “Saparan” di Pengging, seperti yang terjadi Jumat (22/8) siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Penurunan tingkat kemeriahan yang indikatornya berasal dari ketelibatan peserta kirab baik jenis maupun jumlahnya, memang tidak bisa terkonfirmasi. Tetapi, ketikdakhadiran para prajurit kraton bisa menjadi salah satu indikatornya. KRA Surojo selaku “Plt” Ketua Pakasa Cabang Boyolali tidak bisa dimintai konfirmasi soal itu, karena dirinya bukan pihak yang punya otoritas untuk itu.

Saat ditemui iMNews.id di halaman Kecamatan Banyudono, dia menyatakan tidak bisa menyebut jumlah warga Pakasa yang hadir di situ. Intinya, sebagai abdi-dalem Kraton Mataram Surakarta dirinya dan sejumlah rekan warga Pakasa, hanya merasa berkewajiban hadir. Apalagi karena Gusti Moeng hadir bersama rombongan dari kraton. “Sebentar lagi ada tetepan pengurus Pakasa Cabang Boyolali,” tandasnya. (won-i1)