Banyak yang Menganggap Kemajuan Teknologi Informasi Sekadar Alat Komunikasi
IMNEWS.ID – EKSISTENSI masyarakat adat dalam berbagai elemen yang selama ini menjadi daya dukung Kraton Mataram Surakarta sampai di abad 21 ini, pada umumnya kurang-lebih sama dengan penampilan publik bangsa-bangsa lain secara luas di berbagai belahan bumi. Walaupun memang, sikap internal masyarakat adat masih memandang nilai-nilai kearifan lokal atau peradaban budayanya.
Pemandangan secara umum masyarakat adat berbagai elemen milik Kraton Mataram Surakarta itu, juga tidak beda dalam memandang dan menyikapi perubahan modernitas, terutama perkembangan teknologi informasi. Mungkin hanya nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi pedoman dan pemandu arah peradabannya, yang membedakan mereka dengan publik bangsa secara luas terhadap kehadiran teknologi informasi modern itu.
Kira-kira seperti itulah gambaran sikap masyarakat adat yang di dalamnya ada berbagai elemen, terutama Pakasa cabang di berbagai wilayah luas setidaknya di dua provinsi, yang warganya sangat banyak. Warga elemen Pakasa cabang ini bisa menjadi representasi masyarakat adat, mengenai bagaimana caranya menyikapi kehadiran teknologi informasi modern yang berkaitan dengan eksistensi mereka.
“Berkaitan” atau “berhubungan” dengan “eksistensi” masyarakat adat warga Pakasa cabang, bisa berarti bagaimana cara menyikapi, cara memandang, sara memaknai dan cara memanfaatkannya agar bisa membantu menjaga dan mempertahankan eksistensinya. Hubungan antara keempat “cara” itu dengan “eksistensi”, tentu akan merujuk pada bagaimana masyarakat adat sadar, mengenal, memiliki dan membuatnya berfungsi.

Fungsi yang dimaksud, salah satunya adalah membantu mereka bisa bertahan atau eksis di tengah kehidupan peradaban secara luas. Eksis bisa berarti berkembang, semakin dikenal luas dan diapresiasi sebagai edukasi/inspirasi/pencerahan atau hal positif lain yang bermanfaat bagi mereka sendiri dan kehidupan secara luas. Kehadiran teknologi informasi modern, seharusnya dimanfaatkan untuk itu.
Tetapi, dalam perkembangan selama satu dekade terakhir ini memang tidak seideal itu faktanya di lapangan. Dan, apa yang dialami masyarakat bangsa di NKRI ini, juga terjadi di masyarakat bangsa lain di negara-negara yang berkategori “berkembang”. Kehadiran teknologi informasi modern, lebih banyak dimanfaatkan unsur “hiburan” bahkan yang berekses negatif seperti “judol” yang justru menonjol.
Dalam perkembangan realitas seperti itu, memang masih terkesan “negara” belum bisa bertindak “represif” untuk mengintensifkan manfaat teknologi informasi modern. Itu karena berbagai faktor, di antaranya akibat fungsi edukasi yang dibutuhkan untuk menghindarkan berbagai ekses negatif atau nilai negatifnya, datang terlambat. Situasi dan kondisi “gaptek” di tengah “kemiskinan”, juga menjadi penyebabnya.
Kehadiran teknologi informasi modern bagi masyarakat adat warga Pakasa cabang, seharusnya dimaknai sebagai alat untuk mengembangkan organisasinya, baik di tingkat cabang sampai ke tingkat anak cabang (ancab atau kecamatan). Begitu pula harus dimanfaatkan untuk merangkul warga sebanyak-banyaknya sebagai anggota cabang, yang tentu paralel dengan tujuan “suwita” sebagai abdi-dalem kraton.

“Eksistensi” organisasi Pakasa juga bisa dimaknai sebagai penegasan keberadaan pengurus di tingkat cabang, agar punya posisi legal formal di lingkungan masyarakat cabang di kabupaten setempat. Punya legal formal, berarti harus didaftarkan ke kantor Kesbangpol (Pemkab/Pemkot) daerah setempat, yang tentu akan dicatat dan dijadikan aset daerah serta mitra dalam membangunan tatanan masyarakat ideal.
Proses untuk mendapatkan legal formal dan pengakuan bagi Pakasa cabang ini, jelas membutuhkan kehadiran teknologi informasi modern. Setidaknya, teknologi ini bisa dimanfaatkan untuk membantu proses tersebut dalam keperluan berdialog, berkomunikasi, bertukar informasi dan sebagainya. Di situlah letak nilai manfaat dan makna kehadiran teknologi informasi modern bagi masyarakat adat Pakasa.
Sebagai ilustrasi, kalau di atas sudah ditunjukkan sarana yang dibutuhkan untuk fungsi edukasi dan nilai-nilai manfaat kehadiran teknologi informasi modern, di luar itu adalah ruang publik maya mirip “belantara”. Di sana, informasi disuguhkan dengan bebas, sangat bervariasi, bermacam-ragam yang memanfaatkannya untuk keperluan propaganda, membangun opini dan berbagai misi negatif lainnya.
Dalam beberapa kategori itu, sejarah masa lalu para leluhur Dinasti Mataram dan masyarakat adat juga disajikan menurut “kebutuhan” mereka sendiri, yang nyaris tanpa sisi edukasi ideal yang bermartabat. Tetapi, kehadiran teknologi informasi modern bagi masyarakat adat sendiri belum sepenuhnya dimanfaatkan secara ideal, bahkan terkesan ada nuansa “gaptek” dan “gagal paham”.

Walau rata-rata masyarakat adat Pakasa cabang dalam posisi sama dengan sikap publik secara luas, retapi ada di antara mereka yang sudah sadar terhadap kehadiran teknologi informasi modern. Pakasa Cabang Ponorogo, Pakasa Cabang Jepara dan Pakasa Cabang Kudus adalah contoh lembaga elemen masyarakat adat yang lebih dari sekadar sadar. Ketiganya mampu menyikapi dan memanfaatkanya dengan bijak.
Pakasa Cabang Ponorogo dan Pakasa Cabang Jepara, adalah contoh dua elemen Pakasa yang mampu memanfaatkan hadirnya teknologi informasi modern dengan secara ideal, bahkan luar biasa. Karena, keduanya mampu menginisiasi dan mengorganisasi para “operator teknologi” itu, bahkan sampai di level “expert”, untuk membantu mengkreasi, menginovasi dan menyebarluaskan peristiwa budaya karya-karyanya.
Melalui berbagai media platform digital dan produk teknologi informasi, Pakasa Cabang Ponorogo sukses menggelar event “Grebeg Suro” yang memadukan antara momentum peringatan Hari Jadi Kabupaten Ponorogo dengan basis potensi budayanya. Akibatnya, dalam dua pekan lebih ruang digital berbagai platform media penuh informasi yang bermanfaat bagi publik secara luas, termasuk warga Pakasa Ponorogo.
Event “Grebeg Suro” yang sudah berjalan lima tahunan ini, sudah dikenal luas sampai ke mancanegara. Itu berkat pemanfaatan teknologi informasi modern, cara bijak menyikapi dan cara cerdas memaknai teknologi informasi. Bagi masyarakat Kabupaten Ponorogo pada umumnya dan warga Pakasa Cabang Gebang Tinatar khususnya, kemajuan teknologi informasi sudah sampai pada level “menjaga citra eksistensi”.

Kabupaten Ponorogo menjadi “cabang” yang penuh di kancah dunia, setelah seni Reog didaftarkan di Unesco sebagai salah satu warisan dunia tak benda, juga karena andil Pakasa. Teknologi digital sebagai produk teknologi informasi modern, dimanfaatkan untuk “menduniakan” event Grebeg Suro yang telah melengkapi dan menyempurnakan seni Reog Ponorogo, aset ikonik khas kabupaten sejak awal Mataram Surakarta.
Kini, keberhasilan Pakasa Cabang Ponorogo “memahami” perkembangan teknologi informasi, sedang dilakukan pula oleh Pakasa Cabang Jepara. Dengan gaya khasnya dalam proses menginisiasi event, Pakasa Jepara ingin membawa “Bumi Kartini” yang pernah “dideklarasikan” Ratu Kalinyamat itu, “mendunia”. Sama yang dilakukan Ponorogo, ada kerja unit “Teknologi Informasi dan Publikasi” sebagai andalan Jepara. (Won Poerwono – bersambung/i1)