Gusti Moeng Ajak Berbagai Elemen Masyarakat Adat Saling Mendoakan

  • Post author:
  • Post published:July 13, 2025
  • Post category:Regional
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing Gusti Moeng Ajak Berbagai Elemen Masyarakat Adat Saling Mendoakan
MEMBERI "DHAWUH" : Didampingi Gusti Moeng, KGPH Hangabehi memberi "dhawuh ujub" donga wilujengan kepada abdi-dalem juru-suranata RT Irawan Wijaya Pujodipuro untuk memimpin doa Wuku Dhukut Keblat Papat sebagai akhir rangkaian doa ritual "Jenang Suran" yang digelar Bebadan Kabinet 2004 di Sasana Handrawina, Sabtu, semalam.(foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Didahului Rapat Beberapa Pangarsa Pakasa, Bahas Dukungan untuk “Tetangga”

SURAKARTA, iMNews.id – Bebadan Kabinet 2004 Kraton Mataram Surakarta menggelar upacara adat peringatan berdirinya “nagari” Surakarta Hadiningrat ke-289 tahun (Jawa) di “gedhong” Sasana Handrawina, Sabtu malam (12/7). Ritual peringatan “deklarasi” nama Surakarta sebagai pengganti nama “Sala” itu, untuk kali ketiga sejak 17 Desember 2022.

Peringatan deklarasi lahirnya nama Surakarta Hadiningrat pada 17 Sura Je 1670 atau 20 Februari 1745 itu, digelar Bebadan Kabinet 2004 jatuh pada tahun Dal 1959 di tahun 2025 ini. Terhitung untuk kali ketiga digelar, karena “bebadan” yang dipimpin Gusti Moeng itu bisa bekerja penuh di dalam kraton mulai peristiwa 17 Desember 2022.

Disaksikan sekitar seribu kerabat yang terdiri dari sentana dan abdi-dalem Kraton Mataram Surakarta dari berbagai elemen masyarakat adat itu, upacara adat yang dikenal dengan “Jenang Suran” digelar dalam suasana lebih longgar, walau tetap dalam kesederahaan. Antusiasme elemen Pakasa dan Pasipamarta cukup tinggi, menandai ritual itu.

Meningkatnya semangat dan antusias beberapa elemen lembaga abdi-dalem itu, sangat membanggakan dari berbagai sisi terutama dari sisi kualitas “pasuwitan”. Meskipun, panitia harus “bekerja keras” untuk “menambah” dari 900-an “cup” plastik persediaan “Jenang Suran”, menjadi 1.100-an sesuai yang hadir, semalam.

KGPH PUGER HADIR : KGPH Puger, seorang tokoh penting yang pernah menjabat Pengageng Kusuma Wandawa era Bebadan kabinet 2004 tetapi “menghilang” menjelang 2017, saat gelar ritual “Pengetan Adeging Nagari Surakarta Hadiningrat”, Sabtu (12/7) semalam, hadir di Sasana Handrawina, duduk berjejer sejumlah tokoh penting kraton.(foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Pemandangan membanggakan dari sisi antusiasme warga masyarakat adat yang hadir pada “pisowanan” upacara adat di kraton seperti semalam, adalah hal yang biasa. Meskipun, panitia harus bekerja “lebih serius”, agar “logistik pasugatan” (Jenang Suran) yang tersedia, bisa sesuai daftar hadir yang diisi saat diedarkan di berbagai elemen sebelumnya.

Selain “list” yang diedarkan ke cabang-cabang Pakasa dan penanggung-jawab tiap elemen misalnya Pasipamarta, Putri Narpa Wandawa dan sanggar-sanggar serta “bebadan”, selalu ada petugas yang berjaga di pusat layanan logistik. Seperti KRMH Saptonojati yang ikut menjaga meja layanan “Jenang Suran”, agar tiap orang hanya mendapat 1 “cup” saja.

Sisi yang membanggakan sekaligus bikin “kalang-kabut” bagian logistik itu, memang menjadi hal menarik di ritual “Pengetan Adeging Nagari Surakarta” di tahun 2025 ini. Namun, ada beberapa hal menarik lain, yaitu di antara materi sambutan tunggal yang disampaikan Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA), kehadiran KGPH Puger dan KGPH Hangabehi.

Kehadiran KGPH Puger yang pernah menjabat Pengageng Kusuma Wandawa dan beberapa jabatan lain di Kabinet 2004, walau baru sebatas secara fisik sangat menenteramkan, semalam. Sedangkan KGPH Hangabehi (Wakil Pengageng Kusuma Wandawa dan Pengageng Museum, Pagelaran dan Alun-alun), selaku putra tertua Sinuhun PB XIII, adalah “wajib” hadir.

REMBANG MACAPAT : Nyi Eka Suranti, seorang pesinden terkenal asal Kebumen yang dalam beberapa tahun ini suwita di kraton bergelar KMT Eka Laras, Sabtu (12/7) semalam bertugas menembangkan kisah pindahnya kraton Mataram, dari Plered, Kerta, Kartasura dan Surakarta dalam ritual peringatan 289 tahun (Jawa) berdirinya Surakarta Hadiningrat. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Donga wilujengan pengetan adeging nagari Mataram Surakarta” mulai bergema dipimpin abdi-dalem juru-suranata RT Irawan Wijaya Pujodipuro, pukul 19.20 WIB. Tugasnya dimulai setelah mendapat “dhawuh” setelah Gusti Moeng menyampaikan “ujub” doa wilujengan malam itu. Menjelang pukul 21.00 WB doa, tahlil, dzikir, shalawat Sultanagungan dan syahadat Quresh selesai.

Tetapi KGPH Hangabehi, ganti menyampaikan “ujub donga wilujengan” Wuku Dukut Keblat Papat kepada RT Irawan Wijaya untuk kembali memimpin doanya. Dalam sekitar 10 menit, doa selesai lalu disambung sambutan tunggal Gusti Moeng. Banyak hal penting yang disampaikan, di antaranya adalah ucapan terima kasihnya kepada para abdi-dalem di semua elemen yang tetap setia “suwita”.

“Saestu, kula minangka Pengageng Sasana Wilapa lan Pangarsa LDA, ngaturaken panuwun dumateng panjenengan sadaya, para sentana darah-dalem, sentana-dalem lan para abdi-dalem. Amargi panjenengan sadaya tasih setya-tuhu suwita lan ngedhep wonten Kraton Mataram Surakarta. Kula ndherek ndedonga, mugi pasuwitan panjenengan sadaya ndhatengaken berkah woten gesang panjenengan”.

“Mugi-mugi pasuwitan panjenengan sadaya ngedhep dhateng kraton, saestu linambaran kanthi tulus-ikhlas. Amargi pasuwitan ingkang kados ngaten, ndadosaken gesang panjenengan sarwa gampil lan ndhatengaken rezeki ingkang kathah. Kosok wangsulipun, kula ugi nyuwun donga panjenengan sami, mugi budaya lan kraton tetap lestari ngantos sakpuputing zaman,” pinta Gusti Moeng.

KARENA LESEHAN : Karena pisowanan upacara adat “Pengetan Adeging Nagari Mataram Surakarta” digelar dengan duduk “lesehan” di atas karpet, daya tampung “gedhong” Sasana Handarawina jadi meningkat. Tampak belum benar-benar penuh, tetapi mencapai lebih seribu orang yang hadir pada ritual “Jenang Suran”, Sabtu (12/7) semalam.(foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Tentu saja, sambutan berisi doa dan harapan serta ajakan yang baik itu langsung dijawab semua yang hadir koor secara serentak. “Amin…amin… amin..”, begitu suara yang terdengar seketika bergemuruh memenuhi ruang “gedhong” Sasana Handrawina. Dujung akhir sambutannya, Gusti Moeng juga  melukiskan suasana di kraton pasca-eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA).

Di ujung akhir sambutannya, Gusti Moeng melukiskan perkembangan suasana terakhir di kraton pasca- eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) pada 8 Agustus 2024, persis setahun lalu. Penjelasan ini, dikaitkan dengan isi tembang Macapat “Dandhanggula” dari Serat Pindhah Kedhaton yang dinyanyikan KP Husodonagoro dan KMT Eka Laras setelah dipersilakan KP Siswanto Adiningrat (juru Pambiwara).

Isi tembang “Macapat” itu melukiskan kisah pindahnya Kraton Mataram Islam dari Plered ke Kerta dan Kartasura, lalu berakhir di Surakarta. Itu berarti, Kraton Mataram Surakarta merupakan kelanjutan dari Kraton Mataram Islam yang sudah dimulai sejak Raja Mataram pertama Panembahan Senapati, dan seterusnya yang berakhir di Surakarta hingga masih eksis, kini.

Gusti Moeng menunjuk, bahwa hampir semua kisah dan peristiwa yang terjadi di Kraton Mataram pada zaman Kartasura terutama Surakarta hingga Sinuhun PB X, semua peristiwa dan kisah yang terjadi, ditulis dalam tembang Macapat. Dokumentasi manuskrip tembang Macapat yang berisi perjalanan sejarah Mataram Surakarta, semua tersimpan baik di Sasana Pustaka.

MENJAGA LAYANAN : KRMH Saptonojati dibantu beberapa abdi-dalem harus agak “serius” menjaga di meja layanan logistik “Jenang Suran” dan menu tambahannya agar mencukupi lebih seribu sentana dan abdi-dalem yang hadir pada peringatan lahirnya Mataram Surakarta Hadiningrat di Sasana Handrawina, Sabtu (12/7) semalam. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Mengapa semua peristiwa dan kisah yang terjadi dalam perjalanan sejarah ditulis dalam tembang Macapat? Karena Kraton Mataram Surakarta punya Pujangga dan jumlahnya banyak dan hanya Mataram Surakarta yang punya. Kraton lain (Jogja) dan “kadipaten-kadipaten” (Mangkunegaran dan Pakualaman) kalau punya dokumen sejarah Mataram, hanya “mutrani atau turunan.

“La, ketika membuat turunan itu, pasti hanya ditulis sebagian saja, yang dianggap menguntungkan pihaknya. Maka, ketika belakangan sering muncul di medsos, tidak sesuai dengan kisah lengkap yang tertulis di babon naskah yang ada Sasana Pustaka (perpustakaan) Kraton Mataram Surakarta,” tunjuk Gusti Moeng sambil menyebut, banyak pejabat “tetap tuli” walau sudah ada ekseksui putusan MA. (won-i1)