Untuk Mendapatkan Saran dan Dukungan dalam Upaya “Penyelamatan” Lahan Makam
KUDUS, iMNews.id – Pengurus makam Pangeran Puger dari Desa Demaan, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, akan ikut hadir pada “pisowanan” perayaan ultah “skoci” (komunitas) “Istana Mataram”, yang akan digelar Lembaga Dewan Adat (LDA) Kraton Mataram Surakarta di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, Minggu siang (13/4). Kehadirannya juga untuk “penyelamatan” lahan makam.
Disebutkan ada sekitar 10 orang pengurus makam yang akan bersama 12 warga/pengurus Pakasa Cabang Kudus, dalam satu rombongan yang akan hadir pada pisowanan, Minggu (13/4) nanti. Pangeran Puger disebut merupakan tokoh leluhur Dinasti Mataram pada zaman Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) jumeneng nata memimpin Kraton Pajang sebagai Raja (1550-1582).
“Jadi, kemarin malam saya mendapat tamu dua orang pengurus makam Pangeran Puger. Kami langsung berdiskusi dan berdialog. Intinya ada kesepahaman, terutama untuk keperluan pelestarian Budaya Jawa yang bersumber dari kraton. Ada kesepakatan untuk bersama-sama berupaya ‘menyelamatkan’ lahan makam yang dari potensi ancaman ‘penjarahan’ oleh pihak lain”.
“Saya selaku ketua Pakasa Cabang Kudus dan atas nama pengurus, melakukan pembicaraan dan kesepakatan sejauh kewenangan yang ada pada kami. Yaitu, berupaya ikut melestariakn Budaya Jawa dan berbagai upaya untuk itu. Langkah pertama yang akan kami ambil bersama, yaitu sowan ke kraton dan minta perlindungan Lembaga Dewan Adat (LDA),” ujar KRRA Panembahan Didik.

KRRA Panembahan Didik Alap-alap Gilingwesi Singonagoro yang dimintai konfirmasi iMNews.id, siang tadi membenarkan, semalam pihaknya habis menerima kunjungan dua orang pengurus makam, masing-masing Yuli (Ketua Yayasan Pangeran Puger) dan Qiston (pengurus yayasan). Dua tokoh ini, setahun lalu sudah pernah berkomunikasi dengannya, tetapi tak berlanjut.
Menurut Ketua Pakasa Cabang Kudus itu, pertemuan tahun lalu yang rencananya ingin berdialog dan melakukan kerjasama, tak berlanjut karena ternyata kalangan pamong makam sedang mengupayakan SK pengesahan Yayasan Makam Pangeran Puger Demaan Kudus dari Kemenkumham. Semalam, dua pamong makam itu datang sambil memperlihatkan SK dan kekancingan tetapan juru-kunci makam.
Menurut KRRA Panembahan Didik, berdasar kekancingan tetapan juru-kunci makam yang dimiliki ML Zaenal Arifin Hadi Puspoko, makam tokoh leluhur Dinasti Mataram itu sudah memiliki abdi-dalem juru-kunci yang bertanggung-jawab merawat makam. Kekancingan itu diterbitkan kraton, ditandatangani Gusti Moeng (Pangarsa LDA) dan diserahkan dalam upacara wisuda tahun 2016.
“Saya pernah bertemu abdi-dalem juru-kunci itu dan ditunjukkan kekancingannya. Karena sudah ada (juru-kunci) tangan panjang dari kraton, maka tinggal mendapatkan tetepan soal lahan makam bahwa itu adalah aset kraton sejak dulu. Karena, wilayah Kraton Mataram Surakarta sebagai ‘negara’ (monarki), luas sekali. Sebelum ada NKRI, lahan makam sudah ada,” tandasnya.

“Selain itu, Gusti Moeng juga pernah menyatakan kepadanya, bahwa sudah ada seorang abdi-dalem juru-kunci yang mendapat kekencingan sebagai abdi-dalem dan juru-kunci. Sekarang, selain upaya mendapatkan dukungan untuk penyelamatan lahan makam, kami berencana agar para pamong makam lainnya bisa mendapatkan kekancingan,” harap KRRA Panembahan Didik.
Selanjutnya dijelaskan, dirinya dan Pakasa cabang dalam mengikuti kegiatan haul dan ziarah diberbagai tempat dan kesempatan lain, selalu memohon petunjuk agar bisa mendapatkan sarana untuk memuliakan para leluhur dinasti. Meskipun, Pakasa cabang sudah memiliki event “Mapag Wulan Siyam” untuk menyambut Ramadhan dan kirab “Terompet Pusaka Kyai Glongsor”.
Namun, lanjutnya, dua event itu tidak secara langsung berkait dengan para tokoh Dinasti Mataram. Event “Mapag Wulan Siyam” hanya ritual religi menyambut ramadhan, yang sama sekali tak berkiat tokoh Dinasti Mataram. Sedangkan event kirab yang membawa nama besar “Kyai Glongsor”, nama tokoh itu memang leluhurnya, seorang prajurit, bukan tokoh Dinasti Mataram.
Dengan pertemuan pengurus Pakasa cabang dengan pamong makam itu, dinilai jalan menuju salah satu cita-cita Pakasa dan kepentingan bersama secara luas sudah terbuka. Minggu (13/4) lusa, pengurus Pakasa akan mengajak 10 pamong makam hadir pada pisowanan ultah “Istama Mataram”, sekaligus untuk melaporkan perkembangan baru dan meminta dukungan Gusti Moeng.

Dukungan dari LDA Kraton Mataram Surakarta sangat diharapkan dalam upaya menyelamatkan lahan makam Pangeran Puger, yang menjadi aset kraton dan kini dilindungi oleh Lembaga Dewan Adat yang berbadan hukum, sebagai pihak yang resmi dan sah sesuai hukum yang berlaku, untuk mengelola seluruh aset kraton di manapun beradan, termasuk yang dikuasai pihak lain.
Dari laporan dua pamong makam itu, lahan makam Pangeran Puger yang dulunya luas sekali, sudah “tercabik-cabik” tidak menyatu karena “dijarah”, termasuk dipotong di tengah untuk jalan. Beberapa bagian lagi menjadi bangunan pondok pesantren, balai desa dan sebagainya. Masih ada sisa yang kosong di luar cungkup makam, yang terancam bisa “dijarah” juga.
KRRA Panembahan Didik mengaku juga mendapat laporan, lahan makam sedang didaftarkan pamong desa setempat untuk mendapatkan sertifikat, tetapi statusnya menjadi bagian dari Banda Desa Demaan, Kecamatan Kota. Para pamong makam yang tahu bahwa lahan makam aset itu milik Kraton Mataram Surakarta, menyatakan kecewa atas cara-cara pengambil-alihan paksa itu.
“Tetapi, para pamong makam tidak bisa menjawab ketika ditanya para pemong desa tentang bukti kepemilikan kraton atas lahan makam itu. Karena hanya juru-kunci yang dipesan para leluhurnya untuk menjaga lahan makam itu. Yang jelas, para leluhurnya juga menegaskan, bahwa lahan makam adalah milik kraton. Tetapi, memang tidak ada bukti tertulis,” ujarnya.

Perihal kasus “penjarahan” tanah yang berkait dengan keperluan apapun yang terjadi selama ini, sudah menjadi bukan barang baru bagi kraton. Beberapa tahun lalu, kraton juga pernah menyelamatkan tanah asetnya dari upaya “penjarahan” oleh berbagai pihak, unsur pemerintah dan swasta, tanpa sepengetahuan kraton, untuk berbagai kepentingan dan alasan.
Sertifikasi lahan makam Ki Ageng Gantrasinga di Desa Tegowanu Wetan, Kecamatan Tegowanu menjadi contoh “penjarahan”. Karena tiba-tiba, lahan makam disertifikasi oleh pamong desa setempat atas nama “Banda Desa”. “Kelancangan” pamong desa digugat ke PTUN dan menurut KRT Asfian (ketua pamong makam), proses hukum itu dimenangkan dan statusnya kini sedang dikembalikan. (won-i1)