Siang Tadi Dikeluarkan Dalam Ritual “Ngesis Wayang”
SURAKARTA, iMNews.id – Karena “dikurung” atau “dipenjara” selama lima tahun lebih di tempat penyimpanannya sejak April 2017, sekotak anak wayang Kiai Sri Wibowo diduga menjadi tempat persembunyian atau kandang tikus. Karena, saat kotak dibuka dalam ritual “ngesis wayang padintenan” di “gedhong” Sasana Handrawina tiap Kamis, 25/5 siang tadi, ada seekor tikus melompat keluar dan di dasar kotak ada lubang melingkar bergaris tengah sekitar 5 cm.
Karena Ki RT Gatot Purnomo Carito Adipuro dan seorang abdi-dalem dalang yang mengangkat “eblek” sekat anyaman bambu menunjuk ada tikus yang melompat keluar dari kotak, Gusti Moeng yang berada di sampingnya sedang menguas anak wayang ikut terkejut dan bergerak menghindar. Dan ketika semua “eblek” tempat menumpuk anak wayang Kiai Sri Wibowo dikeluarkan semua, dasar kotak di salah satu pojoknya tampak berlubang melingkar yang dimungkinkan leluasa dilewati tikus ukuran kecil.
“La wong ya sudah 5 tahun lebih belum mendapat giliran dikeluarkan, sangat mungkin dijadikan rumah oleh tikus, bahkan juga kecoa. Kotaknya yang tertutup pasti lembab. Tempat seperti itu pasti disukai tikus, kecoa, semut dan serangga lain. Saya jadi heran, selama lima tahun lebih ‘menguasai’ kraton apa yang dikerjakan…? Aset kraton berharga seperti itu kok sampai dibiarkan rusak…? Kalau memang tidak mau bertanggung-jawab, jangan coba-coba berbuat. Dosa besar kepada para leluhur,” tandas KPP Wijoyo Adiningrat selaku Wakil Pengageng Mandra Budaya saat ngobrol dengan iMNews.id.
Sebagai salah seorang penanggungjawab secara kelembagaan, KPP Wijoyo Adiningrat sangat jarang absen pada setiap ritual “Ngesis Wayang Besar” yaitu pada weton Selasa Kliwon atau Anggara Kasih, begitu pula tiap ritual “Ngesis Wayang Kecil” seperti Kiai Sri Wibowo, tiap Kamis, (25/5) siang tadi. Ritual “Ngesis Wayang Besar” adalah ritual untuk mengangin-anginkan sekotak wayang pusaka level tertinggi yaitu Kanjeng Kiai Jimat, Kanjeng Kiai Kadung dan Kanjeng Kiai Dewa Katong yang sudah terlaksana pada tiga weton Selasa Kliwon, mulai akhir Desember 2022 lalu.
Saat ngobrol dengan iMNews.id di sela-sela menunggu seluruh anak wayang terangini dengan cukup, Gusti Moeng menyatakan dirinya sudah merasa lega karena sudah bisa mengeluarkan tiga kotak wayang pusaka level tertinggi koleksi kraton dalam tiga ritual weton Anggara Kasih berturut-turut. Karena, tiga kotak anak wayang karya semasa Sinuhun PB IV itu telah dianggap pusaka yang paling dikeramatkan bagi kraton, bahkan merupakan karya peradaban yang luar biasa karena salah satunya yaitu sekotak wayang Kanjeng Kiai Dewa Katong adalah kategori wayang “Gedhog” yang dilengkapi jalan ceritanya.
Jalan cerita wayang “gedhog” itu ditulis dalam Serat Pustaka Raja Madya, yang kisahnya diambil dari kehidupan zaman kerajaan leluhurnya di Kraton Kediri (abad 12). Menurut Gusti Moeng, dari cerita Kraton Kediri yang sering disebut dengan “kisah Panji”, banyak dilahirkan karya-karya tari seperti tari “Enggar-enggar” dak “Karonsih” karya RT S Maridi Tondonagoro juga sendratari “Kilapawarna” yang disusun ulang Gusti Moeng dan beberapa kali dipergelarkan di berbagai tempat.
Sama-sama berisi wayang Gedhog, kotak Kiai Sri Wibowo berisi anak wayang tak sampai 300 buah. Sekotak wayang yang punya tokoh Prabu Inu Kertapati, Dewi Sekartaji, Prabu Klana Sewandana, Dewi Anggreni dan sejumlah tokoh lain dari Kraton Kediri itu, disebutkan para petugas ritual “Ngesis Wayang Padintenan” yang dipimpin Ki Suluh Juniarsah selaku Ketua Dewan Empu, rata-rata masih bagus dan utuh. Meskipun, akibat kotak dilubangi tikus, ada anak wayang yang disebut “Rampogan”, salah satu kaki sosok kuda di dalamnya putus separo karena diduga dimakan tikus.
Meski jumlahnya lebih sedikit dibanding sekotak Kanjeng Kiai Dewa Katong, tetapi prosesi ritual yang dimulai pukul 10.00 WIB pagi tadi tidak cepat selesai seperti yang semual diperkirakan. Karena, Gusti Moeng harus mengundang tukang kayu yang sedang merenovasi plafon Museum Art Gallery Kraton untuk menambal lubang dengan kayu dan dilapisi plat besi. Siang tadi, empu dalang wayang Gedhog” Ki KRT Dr Bambang Suwarno, Ki Rudy Wiratama kandidat doktor tidak nampak, begitu pula RM Restu Budi Gunawan yang biasanya mencacat ulang jumlah dan kondisi anak wayang.
Saat jeda menunggu semua anak wayang yang digantung di atas tali berbalut mori putih mendapatkan udara segar yang cukup, Gusti Moeng membawa sepasang anak wayang tokoh Panji Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji ke depan kamera iMNews.id yang sejak awal ritual bersiap di depan pintu “gedhong” Sasana Handrawina. Dia menuturkan dari tokoh-tokoh Kraton Kediri seperti pasangan itu, banyak lahir karya, di antaranya ditulis semasa Sinuhun PB IV, termasuk Pujangga Surakarta, RNg Ranggawarsita.
Tak lama kemudian, Ki Suluh Juniarsah juga membawa dua tokoh istri Raja Kediri yang salah satunya bernama “Wandan”, yang mirip dengan nama lengkapnya (GKR) “Wandansari” (Koes Moertiyah). Menurut Ki Suluh yang dibenarkan KPP Wijoyo Adiningrat begitu pula Gusti Moeng, nama-nama tokoh terkenal leluhur Mataram terutama di zaman Kraton kediri, banyak diabadikan atau “tedhak sungging” oleh tokoh-tokoh generasi penerusnya, misalnya Mataram Surakarta, salah satunya dipakai Gusti Moeng. (won-i1)