
Sanggar Pasinaon dan Pasipamarta, Wajib Mengurus Kesiapan Bekal Adat Elemen Pakasa
IMNEWS.ID – SEBAGAI salah seorang yang pernah banyak “membantu” KPA Winarno Kusumo (alm) berkecimpung di bidang penyiapan perangkat spriritual keperluan upacara adat di Kraton Mataram Surakarta, KRT Darpo Arwantodipuro tentu juga banyak tahu. Yaitu tentang berbagai keperluan upacara adat yang sesuai dengan gelar kepangkatan, maupun silsilah kerabat di kraton.
Maka tidak aneh, ketika iMNews.id meminta konfirmasi tentang sebuah catatan berisi gelar-kepangkatan yang pernah berlaku di kraton, dia bisa memberi verifikasi, benar adanya. Secara umum, cacatan tentang gelar-kepangkatan yang dimiliki KRRA Panembahan Didik Alap-alap Singonagoro itu, dinilainya secara umum sama dengan yang pernah dijalankan di kraton.
Tetapi, catatan KP Budayaningrat, seorang “dwija” di Sanggar Pasinaon Pambiwara yang telah menyimpan data informasi kesejarahan penting dari KP Suryanjari Puspaningrat (alm) itu, secara umum mirip catatan KRRA Panembahan Didik. Tetapi dia yakin, setiap zaman Sinuhun (PB) yang jumeneng, sangat dimungkinkan ada perubahan/perbedaan soal gelar kepangkatan.

“Seperti yang saya katakan kemarin (iMNews.id, 22/1), bahwa setelah Mataram Surakarta tidak menjadi pusat pemerintahan normatif, gelar kepangakatan yang berlaku bisa berubah. Dan konsekuensinya, gelar ‘anon-anon’-pun bisa mengalami kenaikan. Padahal, yang namanya hadiah gelar kehormatan itu, akan tetap demikian sampai akhir hayat pemiliknya”.
“Tetapi, seperti catatan ‘dwija’ di awal-awal sanggar berjalan (KP Suryanjari Puspaningrat-Red), sudah dipahami bahwa setiap periode zaman Sinuhun jumeneng, sangat mungkin terjadi perubahan. Maka, yang terjadi setelah kraton berada di alam republik, juga demikian. Gelar anon-anon bisa naik, karena abdi-dalem (Pakasa) juga dianggap berjasa, telah bekerja”.
“Berjasa atau karena bekerja itu, disebut ‘gawa-gawe’. Perubahan di zaman Sinuhun PB XII secara khusus memang belum ada catatannya. Tetapi yang saya pelajari dari berbagai artikel, sebelum sanggar berdiri, KRMH Rio Yosodipuro mendapat tugas Sinuhun untuk ‘golek kanca’. Karena, SDM sentana-dalem dan sentana darah-dalem semakin habis,” ujar KP Budayaningrat.

Selebihnya, apa yang diungkapkan KP Budayaningrat itu merupakan perjalanan sejarah salah satu sisi penting eksistensi Kraton Mataram Surakarta, yang mencari upaya atau “wiradat” agar semakin berumur panjang. Yaitu peristiwa lahirnya Sanggar Pasinaon Pambiwara, yang diupayakan Gusti Moeng bersama KRMH Rio Yosodipuro bersama pembantunya di tahun 1993.
Jadi, perubahan gelar kepangkatan yang terjadi di kraton di alam republik, adalah sebuah realitas dan keniscayaan yang sulit dihindari. Dan menjadi keniscayaan pula, sabda Sinuhun PB XII yang meminta untuk “golek kanca”, bisa dipandang sebagai kepercayaan yang diperikan kepada Sanggar Pasinaon Pambiwara untuk membangun kekuatan legitimasi “alternatif”.
Legitimasi “alternatif” yang sangat rasional itu, adalah aktivasi dan operasionalisasi organisasi Pakasa, elemen milik kraton yang sudah ada sejak tahun 1931. Dan Pakasa inilah yang dimaksud Sinuhun PB XII sebagai “kanca” yang dicari atau “digoleki”. Maka, sanggarlah yang paling rasional mengurus segala prasyarat adat Pakasa, agar menjadi daya dukung riil.

Sebagai ilustrasi, “golek kanca” yang dimaksudkan Sinuhun PB XII waktu itu, juga bisa dimaknai agar “output” atau produk Sanggar Pasinaon Pambiwara yang tergabung dalam paguyuban “Pasipamarta” itu. Di satu sisi juga sangat rasional sebagai kekuatan daya dukung kebutuhan kerja adat, karena rata-rata sudah memenuhi salah satu syarat, yaitu berpendidikan.
Tetapi, di sisi lain ada realitas bahwa rata-rata kalangan warga Pasipamarta adalah pegawai atau karyawan di berbagai lembaga pemerintah dan swasta yang terikat perjanjian kerja, terutama jam kerja. Sisa waktu yang jelas tidak memadahi, tentu tidak sulit diharapkan mengabdikan diri secara maksimal, menjadi tulang punggung pada kerja-kaerja adat di kraton.
Masih terbuka kemungkinan ketika pilihan itu jatuh pada warga Pakasa, karena tinggal meningkatkan bekal pengetahuan dan memberi ruang untuk meningkatkan kapasitas pribadi, selama proses regenerasi pada kerja-kerja adat berlangsung. Tetapi, pekerjaan ini tentu sangat mengandalkan uluran tangan lembaga Sanggar Pasinaon Pambiwara, termasuk “Pasipamarta”-nya.

Uluran tangan lembaga Sanggar Pasinaon Pambiwara mutlak diperlukan, ketika profil sebagian besar warga Pakasa cabang prosentasenya didominasi anggota yang minim bekal pengetahuan prasyarat adatnya. Harapan ideal seperti yang diinginkan Sinuhun PB XII dan sering diungkapkan Gusti Moeng dalam berbagai kesempatan bisa cepat terwujud, jika ada modal cukup.
Salah satu modal yang cukup itu, adalah profil wajah Pakasa cabang seperti yang dipimpin KRRA Panembahan Didik Alap-alap Gilingwesi Singonagoro. Karena, Ketua Pakasa Cabang Kudus itu punya kapasitas dan kemampuan pribadinya cukup untuk mengatasi kebutuhan mendasar warga Pakasa, dari soal pengetahuan “pasuwitan”, segala prasyarat adat maupun logistiknya.
Masih banyak catatan berkait gelar kepangkatan, busana dan perlengkapannya sesuai aturan adatnya wajib diperhatikan. Termasuk Sabda-dalem Sinuhun PB IX berikut ini :”Hanyenyandhang menganggo iku, dadya sarana hamemangun manungsa njaba-njero, marmane pantesen panganggon, jumbuhna kalawan kahananing badanira, pepangkatanira sarta kalungguhanira”. (Won Poerwono – bersambung/i1)