Ketua Pakasa Cabang Kudus Ajak Warganya Beziarah dan Menjamas Terompet di Makam
KUDUS, iMNews.id – Rasa suka cita, gembira dan bersyukur kini sedang dinikmati dan diekspresikan warga Pakasa Cabang Kudus, khususnya keluarga besar Majlis Taklim yang dikelola KRA Panembahan Didik Glingwesi, lebih khusus lagi keluarga kecil Ketua Pakasa Cabang Kudus itu. Karena, terompet “Mbah Glongsor” yang “ketelisut” 6 bulan lalu, kini bisa kembali.
“Ya, intinya kami seluruh keluarga besar Pakasa Cabang Kudus dan keluarga tiga Majlis Taklim yang kami kelola merasakan gembira dan bersyukur kepada Allah SWT. Karena, terompet yang pernah ketelisut sekitar 6 bulan lalu, sudah diketemukan dan dikembalikan kepada kami. Kami hanya memandang, pokoknya sudah bisa kembali. Sosal prosesnya, itu tidak perlu”.
“Jadi, begitu kami mendapat laporan terompet diantar ke pos jaga makam Mbah Glongsor, kemarin siang, kami langsung menyusun rencana. Sore kami mengajak warga Pakasa dan pengurus serta santri Majlis Taklim, untuk mempersiapkan uba-rampe ziarah. Kami langsung ke makam Mbah Glongsor untuk berziarah,” ungkap KRA Panembahan Didik Gilingwesi menjawab iMNews.id.
Ketua Pakasa Cabang Kudus yang dimintai konfirmasi semalam (Senin, 4/11) menyebutkan, rasa syukur kepada Allah SWAT itu diungkapkan dengan doa saat bersama lebih 20 warganya berziarah ke makam Mbah Glongsor. Kompleks makam berukuran 3×4 meter di Kampung Rendeng Wetan gang Ekapraya Desa Rendeng, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, juga dilengkapi pos jaga.
Pos jaga yang berada di samping lorong kecil menuju cungkup makam Mbah Glongsor, disebutkan sebagi tempat menyimpan terompet “pusaka” bernilai purbakala. Di tempat itulah, terompet raib atau “ketelisut” sekitar pertengahan bulan Juni, dan tempat MNg Afif Adi Prasetyo yang “menemukan kembali” terompet itu untuk menyimpannya.
Disebutkan, dalam ziarah yang diawali dengan doa ucap syukur kepada Allah SWAT di dekat pusara Mbah Glongsor itu dirangkai dengan beberapa bentuk ritualnya. Yaitu tabur bunga di makam Mbah Glonsgor, pembersihan songsong dan menyanggarkan terompet yang sudah kembali. Puncak acara ziarah itu, adalah mencuci atau “jamasan” terompet di sisi makam.
“Seperti yang pernah diajarkan dan diteladankan eyang-eyang saya, kalau ke makam dan mencuci sesuatu yang kita anggap sebagai pusaka peninggalan leluhur, tak ketinggalan gula (Jawa) dan kelapa. Kami kemarin mencuci terompet itu dengan gula-klapa serta kembang setaman. Jadi, simbol merah-putih gula-klapa itu sudah kami kenal dari eyang-eyang saya”.
“Padahal, eyang saya jelas lahir sebelum tahun 1945. Kami ingat dan sadar soal simbol Gula-Klapa, saat membaca iMNews.id ada berita Gusti Moeng membentang simbol kraton yang berasal dari Majapahit, bahkan sampai di Parangkusuma. Kami jadi ingat eyang-eyang saya. Maka, saat ziarah dan mencuci terompet, kami bahwa gula dan klapa,” ujar KRA Panembahan Didik.
Seperti diketahui, terompet kuna peninggalan Mbah Glongsor yang diperkirakan buatan Prancis itu, semula lama menganggur dan hanya tersimpan di sebuah almari kecil di pos jaga makam tokoh yang bernama asli KRT Prana Kusumadjati Alap-alap Gilingwesi itu. Terompet nganggur sejak masjid menggunakan sound system untuk mengumumkan berita duka warga sekitarnya.
KRA Panembahan Didik yang mulai aktif melakukan upaya pelestarian Budaya Jawa dalam berbagai bentuk kegiatan, mengaku melihat nilai positif dengan menggelar kirab budaya yang mengangkat nama besar Mbah Glongsor. Simbol yang dijadikan objek kirab, adalah terompet kuno peninggalan tokoh prajurit pada zaman antara Sinuhun Amangkaurat Jadi dan PB II itu.
Begitu KRA Panembahan Didik diwisuda kali pertama mendapat gelar kekerabatan yang diserahkan Gusti Moeng bersama sejumlah wisudawan lain di Pendapa Kabupaten Klaten di awal masa pandemi, kegiatan kirab budaya membawa keliling terompet Mbah Glongsor diwujudkan sebagai kegiatan utama para abdi-dalem embriyo Pakasa cabang Kudus, saat itu.
Kirab budaya membawa keliling terompet kuno itu, kembali diulang dengan keterbatasan protokol pandemi setelah pengurus Pakasa Cabang Kudus terbentuk dan KRA Panembahan Didik ditetapkan sebagai ketuanya pada tahun 2022. Kirab untuk pelestarian Budaya Jawa sebagai upaya menjaga kelangsungan kraton itu, berlanjut di tahun 2023 yang semakin longgar.
Namun, pada pertengahan Juni saat KRA Panembahan Didik merencanakan kirab budaya untuk memeriahkan 17-an, mendapat laporan terompet raib dari lemari penyimpanan di pos jaga makam Mbah Glongsor. Berbagai upaya pencarian dilakukan, kecuali melapor ke polisi, tetapi hasilnya nihil. Namun, belakangan ada kabar yang membuat jelas persoalan peristiwanya.
Semalam, jamasan dilakukan KRA Panembahan Didik bersama keluarga besar Pakasa cabang dan Majlis Taklim, khususnya abdi-dalem juru-kunci makam, MNg Afif Adi Prasetyo. Campuran air kelapa, gula Jawa dan kembang setaman untuk menjamasnya. Setelah itu, KRA Panembahan Didik mempergakan meniup terompet, disaksikan rombongan ziarah, termasuk istri dan anaknya.
Sehabis dikeringkan dan dicoba, terompet diserahkan kepada MNg Afif untuk kembali menyimpan di pos jaga. Soal orang yang diduga telah “menyembunyikan” dan mengembalikan terompet itu, KRA Panembahan Didik meminta untuk tidak dibahas lagi. Menurutnya, yang penting terompet sudah kembali, kasus yang melatarbelakangi patut dilupakan untuk menjaga suasana damai. (won-i1)