Ritual Mahesa Lawung Diperkenalkan Sinuhun PB II, yang Ditiru dari Raja Kraton Demak
SURAKARTA, iMNews.id – Jalannya upacara adat Wilujengan Nagari Sesaji Mahesa Lawung atau Sesaji Raja Wedha yang digelar “Bebadan Kabinet 2024” di kraton maupun di hutan lindung Krendawahana, menjadi rekor ritual terpagi yang selama ini digelar kraton. Yaitu selesai pukul 10.00 WIB, padahal biasanya baru dimulai antara pukul 09.00-12.00 WIB.
Untuk upacara adat Sesaji Mahesa Lawung atau Sesaji Raja Wedha pada bulan Rabiulakhir atau Bakda Mulud Tahun Je 1958 yang tepat pada Kamis, 31 Oktober 2024 ini, “Bebadan Kabinet 2024” yang dipimpin Gusti Moeng mengambil keputusan menggelar ritual Wilujengan Nagari untuk keselamatan kraton dan seisinya, bangsa dan NKRI mulai pukul 06.00 pagi tadi.
Upacara dimulai dari “Pawon” Gandarasan tempat menyiapkan kepala kerbau dan uba-rampe wilujengan. Doa tahlil, dzikir digelar di dapur umum ujung selatan kompleks kraton yang dipimpin abdi-dalem jurusuranata RT Irawan Wijaya Pujodipuro. Sehabis dari situ, kepala kerbau dan uba-rampe wilijungan disanggarkan di topengan Maligi Pendapa Sasana Sewaka.
Dari teras Maligi Pendapa Sasana Sewaka, semua uba-rampe ritual “Wilujengan Nagari” diarak dengan prosesi oleh para abdi-dalem yang bertugas dan diikuti Gusti Moeng selaku pimpinan ritual keluar dari kraton. Di teras Kori Kamandungan, para abdi-dalem lain, sentana darah-dalem dan sentana-dalem serta para prajurit Tamtama bergabung mengawalnya.
Prosesi mulai berjalan meninggalkan topengan Kori Kamandungan sekitar pukul 06.30 WIB untuk berjalan menuju Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa melalui “Kori Renteng” kompleks Pendapa Sitinggil Lor. begitu tiba di Pendapa Pagelaran, semua uba-rampe donga “Wilujengan Nagari” ditata di beberapa meja panjang di depan Bangsal Pangrawit.
Tak lama kemudian, Gusti Moeng memberi “ujub dhawuh” kepada abdi-dalem jurusuranata RT Irawan Wijaya untuk kembali memimpin doa. Baik doa dalam Islam, Hindu, Budha dan Jawa, yang intinya menaikkan permohonan Tuhan YME agar mengabulkan permohonan keselamatan untuk kraton dan seisinya, untuk bangsa dan NKRI. Ritual di sini, selesai pukul 07.15 WIB.
Selesai di Pendapa Pagelaran, semua uba-rampe dan sekitar 200-an peserta ritual termasuk dari beberapa utusan Pakasa cabang, meneruskan perjalan ritual menuju hutan lindung Krendawahana di Desa Krendowahono, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. Ada satu bus besar dan belasan roda empat yang berada dalam konvoi yang dipandu mobil patroli.
Hanya dalam waktu 45 menit, rombongan “Bebadan kabinet 2004” yang membawa uba-rampe ritual dan para peserta ritual tiba di jalan Desa Krendowahono, sekitar 100 meter dari lokasi pusat upacara. Barisan lalu ditata dan berjalan dipandu Korsik drumban Prajurit Tamtama, berada di depan para petugas pembawa uba-rampe yang diikuti Gusti Moeng dan Gusti Ayu.
Tidak tampak para tokoh generasi wayah-dalem kecuali KPH Bimo Djoyo Adilogo, KRMH Suryo Manikmoyo, KRMH Suryo Kusumo Wibowo dan BRAy Arum serta para sentana-dalem termasuk KPH Edy Wirabhumi. Sementara, utusan Pakasa Cabang Ponorogo, Ngawi, Nganjuk, Kudus, Jepara dan cabang Klaten juga hadir mengikuti sampai ritual berakhir pukul 09.30 WIB.
KP MN Gendut Wreksodiningrat dan rombongannya hadir tanpa kesenian reog seperti yang dibawa pada saat pelaksaan ritual Mahesa Lawung di masa pandemi Corona lalu. Ketua Pakasa Cabang Ponorogo itu menyebutkan, kesenian reog khas daerahnya akan dibawa saat peringatan Hari Jadi ke-93 Pakasa, akhir November nanti, bekerjasama dengan Pakasa Cabang Ngawi.
Sementara itu, KRT Suyono Sastroredjo (Ketua Harian Pakasa Cabang Ngawi) yang dihubungi iMNews.id, kemarin, membenarkan, beberapa unit reog akan disuguhkan bersama Pakasa Cabang Ponorogo pada peringatan Hari Jadi pakasa, akhir November di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa. Perubahan waktu ritual Mahesa Lawung, tak memungkinkan disajikan atraksi reog.
Sementara itu, rombongan Pakasa Cabang Kudus yang dipimpin ketuanya, KRA Panembahan Didik Gilingwesi menyebutkan, dirinya sudah lega bisa merasakan suasana mengikuti ritual Wilujengan Nagari Mahesa Lawung. Baginya, ritual ini merupakan pengalaman baru dan pertama yang menyenangkan dan menambah pengalaman sejak menjadi memimpin Pakasa Cabang Kudus.
Donga “Wilujengan Nagari” Mahesa lawung yang digelar di punden berundak tengah hutan Krendawahana, dimulai pukul 08.15 WIB sebagai bagian akhir rangkaian ritual yang pernah diawali Sinuhun PB II. Yaitu ritual permohonan keselamatan yang digelar 100 hari setelah “nagari” Mataram Surakarta berdiri, pada 17 Sura tahun Je 1670 atau 20 Februari 1745.
KP Puspitodiningrat mengutip catatan KRT Hadi Paningrat menyebutkan, riwayat upacara adat Mahesa Lawung berasal dari Raja Demak Sultan Alamsyah Akbar yang menggelar ritual Sesaji Raja Wedha untuk keselamatan kratonnya. Maka, Sinuhun PB II juga meneladani, menggelar ritual Sesaji Mahesa Lawung, 100 hari setelah mendirikan “nagari” Mataram Surakarta.
Upacara adat itu dicarikan hari yang tepat, yaitu antara Senin atau Kamis di bulan Rabiulakhir atau Bakda Mulud Tahun Jawa setelah 100 hari “nagari” Mataram Surakarta Berdiri pada 17 Sura tahun Je 1670 atau 20 Februari 1745. Namanya diganti Mahesa Lawung, lokasinya dipilih ujung batas utara kraton, yaitu di hutan Krendawahana, “milik” Dewi Kalayuwati. (won-i1)