Pakasa Cabang Gebang Tinatar, Dukung Total Hajadan Hari Jadi ke-526 itu
IMNEWS.ID – MENYAKSIKAN suguhan atraksi 20 unit kesenian rakyat Reog atau Reyog dengan segala daya dukung atraksi yang melengkapinya, saat berlangsung kirab budaya peringatan 90 Tahun Pakasa yang dipusatkan di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa 30/11-5/12 tahun 2021 (iMNews.id, 9/12/2021), bukan main hebohnya suasana kota di sepanjang jalan Jendral Soedirman yang terhubung sampai Alun-alun Lor dan Pendapa Pagelaran, Minggu sore (5/12) itu. Alangkah riuhnya sajian atraksi masing-masing unit dhadhak-merak yang didukung bojang-ganong, para penari pendukung dan para waroknya yang berdemo sabet pecut, apabila bergantian di antara 20 unit menyebar di sepanjang rute kirab. Bunyi gamelan, suara khas terompet dan sabetan pecut akan mengeluarkan “kegaduhan ekspresi seni” yang luar biasa, seandainya hujan deras tidak turun pada pukul 15.30 WIB sore itu.
Itu baru “ulah” 20 unit seni reog/reyog, yang semuanya berasal dari habitat aslinya di wilayah Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur (Jatim). Sungguh menjadi pemandangan langka yang jarang-jarang terjadi di Kota Surakarta. Seandainya KRA MN Gendut Wreksodiningrat benar-benar melepas keinginannya untuk memaknai angka 90 tahun Pakasa itu, entah apa yang akan terjadi di sepanjang rute kirab itu. Karena Ketua Pakasa Cabang Ponorogo alias “Gebang Tinatar” itu, sedianya akan mengerahkan 90 unit/kelompok seni reog/reyog dan tim pendukung masing-masing, mungkin termasuk seniman karawitan pengiringnya. Bisa dibayangkan bagaimana hebohnya Kota Surakarta, jika rencana itu benar-benar diwujudkan dan berlangsung dalam kondisi cuaca cerah alias tidak hujan.
Seandainya keinginan memaknai usia 90 tahun Pakasa yang didirikan Sinuhun PB X pada tahun 1931 (1893-1939) bisa terwujud, pasti akan melahirkan banyak kesan, baik yang posotif maupun negatif, selain kehebohan sebuah hiburan langka, eksotik, demonstratif namun berestetika di Kota Surakarta. Bagi KRA MN Gendut dan kalangan warga Pakasa Gebang Tinatar, terutama warga paguyuban reog/reyog Pakasa Kraton Surakarta Mataram Hadiningrat yang disingkat “Katon Sumirat” yang dketuai KRAT Sunarso Suro Agul-agul, belum bisa mewujudkan untuk “mempersembahkan” kekayaan seni berkaliber internasional ini kepada Kraton Mataram Surakarta tempatnya “suwita”, tak jadi masalah. Karena, sudah diagendakan untuk “membayar utang” itu pada peringatan 91 Tahun Pakasa di tahun 2022 ini, dengan mengerahkan 91 unit seni reog/reyog pada akhir November-awal Desember 2022 ini.
Peran Serta Pakasa
“Mudah-mudahan tidak ada aral apapun, pada peringatan hari Jadi pakasa tahun 2022, kami akan meriahkan dengan 91 unit reog/reyog dari warga Pakasa Ponorogo. Kami usul, sebaiknya kirab diadakan mulai pagi hari. Karena di bulan November-Desember, biasanya sudah banyak turun hujan. Kalau sudah hujan, dhadhak-merak tidak berani tampil, karena bisa bertambah berat karena air hujan. Selain itu, juga bisa merusak. Kalau hujan sudah turun, pemain dhadhak-merak juga tidak banyak bisa beraksi, karena aspal bisa licin dan mereka bisa berjatuhan karena terpeleset. Kalau hujan, saya kira penontonpun pasti menyingkir,” harap KRA MN Gendut sambil menjelaskan potensi-potensi yang mengganggu seandainya kirab reog/reyog kehujanan, saat diwawancarai iMNews.id, waktu itu.
Namun, bagi warga Pakasa Cabang Ponorogo atau Pemkab bersama masyarakat Labupaten Ponorogo secara keseluruhan, urung menampilkan 90 unit dhadhak-merak di Hari Jadi Pakasa, tetapi bisa membayar lunas, bahkan sampai “berlebih” saat memperingati Hari Jadi kabupatennya, dalam berbagai acara dalam durasi panjang yang digelar sejak tanggal 21 Juli hingga 11 Agustus lalu. Lagi-lagi peran Pakasa cabang, mampu mengerahkan warga masyarakat adatnya tiap hari sekitar 3 ribu orang untuk turun dalam berbagai jenis kegiatan seni, yang digelar tiap hari baik di alun-alun, lingkungan pendapa kabupaten hingga yang dalam format atraksi berjalan seperti kirab. Tak hanya melibatkan warga masyarakat adat dan publik secara luas warga kabupaten, tetapi juga melibatkan warga Pakasa dari sejumlah cabang lain termasuk Kraton Mataram Surakarta sebagai punjer Pakasa, terutama dalam atraksi kirab.
Khusus untuk pertunjukan seni reog/reyog, KRAT Sunarso Suro Agul-agul selaku Ketua Paguyuban Reyog Katon Sumirat, dipercaya panitia Hari Jadi ke-526 Ponorogo sebagai koordinator kirab, yang juga banyak andil dalam kegiatan Parade Reyog Desa hingga melibatkan 360 unit dhadhak-merak dengan segala daya dukungnya. Pakasa cabang yang diketuai KRA MN Gendut tentu juga banyak andilnya untuk memobilisasi warga Pakasa yang hampir merata tinggal di setiap desa atau wilayah anak cabang Pakasa, bila mengingat untuk memeriahkan hari jadi itu, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko meminta tiap desa mengirim satu unit seni reog plus seniman pendukungnya. Sebab itu, rangkaian acara hari jadi berupa kegiatan Parade Reyog Desa tanggal 10 Agustus itu, sedikitnya ada 360 unit reog/reyog yang lengkap dengan daya dukung dan peralatannya.
Pecahkan Rekor MURI
Bisa dibayangkan, betapa riuh dan hebohnya jalan-jalan utama di kota Kabupaten Ponorogo, sepanjang hari pada Rabu (10/8) itu, ketika tiap unit reog/reyog yang biasanya didukung belasan orang terdiri dari dhadhak-merak, warok berkalung dhadhung, para penari jaranan, Bojang-Ganong, pemain pecut dan penabuh gamelan pengiringnya, tampil satu persatu untuk beratraksi. Jelas bisa dibayangkan pula, berapa ruang atraksi yang dibutuhkan bagi lebih dari 360 unit seni reog, kalau tiap unitnya perlu ruang gerak berdiameter dari 10-15 meter. Bisa dibayangkan pula, berapa durasi waktu yang dibutuhkan untuk parade ini, apabila tiap unit butuh waktu 5-10 menit untuk beratraksi di depan panggung kehormatan yang dipasang di depan kompleks rumah dinas bupati dan depan kantor Pemkab Ponorogo, serta jam berapa berakhirnya parade seni yang khas milik Ponorogo, satu-satunya milik Indonesia, dan satu-satunya yang ada di dunia ini.
“Parade Reyog Desa kali ini memang sengaja untuk memecahkan rekor MURI. Dan benar, dengan penampilan sedikitnya 360 unit reyog saat parade itu, rekor penampilan grup reyog terbanyak yang selama ini digelar di berbagai tempat, sudah pecah. Bahkan, selisihnya sangat banyak. Karena yang pernah terjadi sebelumnya hanya 200-an. Sebanyak 360-an itu, karena dibatasi tiap desa 1 unit. Karena, ada sejumlah desa yang masing-masing punya sampai 5 grup/unit. Rute parade dari Alun-alun, Paseban Agung kabupaten, Jalan HOS Cokroaminoto dan Jalan Jendral Soedirman. Sukses. Lega. Trima kasih, atas dukungan semua pihak,” jelas KRAT Sunarso Suro Agul-agul yang dihubungi iMNews.id, kemarin.
Menyaksikan Parade Reyog Desa sampai lebih dari 360 grup jumlahnya, bukan sembarang tontonan yang mudah dilakukan dan disajikan. Bagi para pelakunya, butuh persiapan panjang dan skill yang khusus mereka pelajari dan kuasai dari kekayaan budayanya sendiri. Dan Kabupaten Ponorogo, memang habitat dan tempatnya seni rakyat jenis itu, tetapi disukai publik secara luas, hingga menyebar dan berkembang subur di mana-mana, nyaris di seluruh penjuru tanah air yang di situ ada komunitas wong Jawa, apalagi dari lingkungan Ponorogo. Bagi yang menonton, butuh energi ekstra untuk mencermati dan memperhatikan, ketika lebih dari 360 grup reog/reyog bergantian tampil untuk beratraksi.
Keris Simbol Peradaban
Melihat letak geografis Kabupaten Ponorogo yang sebagian besar berbukit-bukti dan perkembangan ekonomi makronya yang kurang bisa memberi peluang bagi sektor aneka industri besar, memang potensi budayanyalah yang perlu digenjot untuk ditumbuhkembangkan menjadi potensi industri pariwisata. Dan memang sudah mulai terbukti, selain lahir berbagai kegiatan pertunjukan yang bisa dikemas menjadi objek wisata, kegiatan Festival Reog/Reyog bertaraf nasional yang digelar selama beberapa hari di alun-alun kabupaten, bila rutin digelar tiap tahun di bulan-bulan bermomentum, apalagi bulan baik, lama-kelamaan akan menjadi destinasi wisata tersendiri. Dan faktanya, menyaksikan festival dengan tampilnya sekitar 50 grup peserta dari berbagai daerah di Tanah Air seperti Jakarta dan Surabaya, tentu menjadi catatan tersendiri bagi panitia dan pemkab, untuk mengevaluasi dan terus meningkatkan kualitas, keragaman dan mengembangkan di masa mendatang.
Pameran tanaman bonsai di halaman Pemkab yang diikuti ratusan pecinta tanaman hias dari berbagai daerah, juga menjadi potensi ekonomi yang patut diperhitungkan untuk dikembangkan sebagai sektor unggulan penghasil pendapatan daerah dari transaksi produk aneka industri ringan ini. Namun, hal yang berkait dengan potensi seni Reog/Reyog, sungguh bisa dikembangkan dalam keragaman produk, mulai dari aksesoris, kerajinan, pertunjukan dan sebagainya yang bisa dikolaborasikan dengan panorama alamnya yang banyak memiliki latarbelakang sejarah, hingga melahirkan sektor wisata spiritual.
Pameran, bursa dan seminar keris yang digelar selama Grebeg Suro dalam rangka Hari Jadi Ponorogo 2022, juga punya kesan tersendiri dengan momentum sakral di kalangan masyarakat Jawa ketika menyambut Tahun Baru Jawa 1 Sura sekaligus Tahun Baru Hijriyah 1 Muharam yang baru saja lewat. Sebab, keris dan beberapa jenis produk “tosan aji” lainnya, sangat lekat dengan dunia spiritual, bulan Sura dan bagian dari satu-kesatuan simbol budaya Jawa. Keris bisa menjadi produk kerajinan seni kriya yang mandiri dan bergengsi yang diakui Unesco, sebagai bagian dari kelengkapan busana Jawa, merupakan simbol budaya Jawa yang tak bisa dilepaskan dari kehidupan warga peradaban yang memiliki nilai sangat tinggi, setidaknya nilai estetika simbol peradaban. (Won Poerwono-bersambung/i1)